Tuesday, May 31, 2016

Lutut Pengampunan

by Septiyana

           Saya pernah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengampuni pria yang pernah melukai saya.  Saat itu yang saya kerjakan adalah mendoakan dia. Ajaibnya, ketika saya mendoakan dia bukan dia berubah, dia tetap tidak kembali pada saya. Saya tetap kehilangan dia, tapi saya mendapatkan Allah kembali. Allah tidak merubah keadaan, namun Allah mengubah hati saya.

            Saat mendoakan orang yang saya benci sangat tidak mudah, disitulah saya dengan jujur harus mengakui ketidak sanggupan saya di mata Tuhan. Saat itu saya berkata dengan jujur "Tuhan saya tidak mampu mendoakan, saya perlu kekuatanMu untuk mendoakan, Allah Roh Kudus tolong saya" ketika saya tidak dapat berdoa saya memohon Roh kudus untuk menolong saya Roma 8:26 Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. Sampai akhirnya saya dapat kembali pulih, daftar doa saya yang saya coret setiap harinya, jadi lupa untuk mencoretnya, bahkan untuk mendoakan dia pun lupa. Dan itulah tanda perlahan-lahan saya mengampuninya.

            Soal mengampuni, kita bisa belajar dari Daud, Raja yang mulai memerintah 1010 SM. Meskipun saat itu Daud hanya memerintah di wilayah Yehuda saja, namun pada tahun 1002 SM Daud memerintah di seluruh bagian Israel. Bahkan nama Daud sangat masyur hingga saat ini. Sebagai negara yang besar, Israel sampai saat ini masih menggunakan lambang bintang Daud sebagai simbol negaranya. Ditahun 2000 lalu ketika perang Israel dan Palestina tidak kunjung berhenti, nama Daud kembali muncul di Camp David. Nama Daud terus disebut-sebut hingga hari ini.

            Bukan hal yang mudah bagi Daud untuk berada diposisi itu. Jika kita melihat bagaimana perjuangan Daud, kita akan melihat satu sosok yang berjuang dalam pengampunan. Mulai dirinya yang tidak dianggap ditengah-tengah keluarganya. Ketika kakak-kakaknya berlatih perang, Daud di minta menjaga domba-domba. Bahkan ketika akan diurapi menjadi raja, ayahnya pun melupakan Daud. Sungguh kehidupan yang diwarnai dengan kesedihan. Namun saat itu Daud sudah terbiasa mencurahkan hatinya di hadapan Allah. Dia terbiasa bercakap-cakap dengan Allah, Daud berkata God is my shepherd I shall not in want. Psalm 23:1; Tuhan adalah gembalaku aku tidak menginginkan apapun. Sungguh seorang yang sangat mencintai Allah.

            Hingga Daud menjadi dewasa, begitu banyak musuh Daud disekelilingnya, Saul pun menginginkan kematian Daud. Daud berteriak kepada Allah untuk melepaskan Daud dari musuh-musuhnya. Terkadang jika kita membaca kitab Mazmur banyak sekali doa Daud untuk musuh-musuhnya seperti di Mazmur 52-55 agar musuhnya celaka yang terkadang tidak sesuai dengan nasehat Yesus "kasihilah musuhmu". Daud menginginkan kematian musuhnya. Daud terbiasa mengungkapkan isi hatinya kepada Allah. Allah pun menginginkan hal yang demikian, Allah ingin kita jujur di hadapannya, meratap dengan bahasa ratapan kita untuk menjangkau Allah kembali. Sampai disatu titik setiap kali perkabungan Daud ada kalimat pujian yang di naikan bagi Allah, Daud melampai titik perkabungan dan Allah menggantikannya dengan sukacita. Ia memuji Allah karena kesetiaanNya. Disetiap ratapan yang dinaikan Daud, di akhir fasal selalu di akhiri dengan sukacita.

            Hingga Daud ditengah pertempuran dan Allah menyerahkan Saul ketangan Daud, Daud tidak sedikitpun melukai Saul, Daud menyerahkannya pada Allah. Doa Daud hanya sampai pada Allah, sedikitpun Daud tidak pernah melukai Saul. Daud hanya mencurahkan isinya pada Allah. Tidak ada tempat lain selain Allah bagi Daud untuk mencurahkan hatinya. Daud mengakui dengan jujur semua kesakitan hatinya pada Allah dan hanya Allah yang dapat membalut setiap luka di hatinya.

            Kebencian adalah luka yang harus disembuhkan, saat itulah kita memerlukan Allah untuk menyembuhkan kita, bukan orang lain, bukan yang lain. Ada kekosongan dalam hati kita yang itu hanya dapat diisi oleh Allah sendiri. Kita hanya dapat berharap akan kasih setianya yang dapat melepaskan kita dari kebencian kita. Kita perlu dilepaskan dari musuh kita dan dari diri kita sendiri.

            Dalam cerita di Perjanjian Baru, ada cerita Tuhan Yesus yang saat itu berbincang dengan murid-muridNya, dan murid-muridNya meminta untuk Teach us to pray Luke 11:1, Saya sangat senang dengan kata-kata itu.
Teach: Ajarlah, ada satu kerendahan hatian kita  dihadapan Allah, hati seorang murid untuk diajar, Us: Kami, dan bukan saya. Banyak dari kita memerlukan pengajaran Allah untuk berdoa, To: Untuk, mereka meminta diajarkan untuk berdoa, bukan tentang berdoa, atau teori doa, mereka ingin satu praktek nyata,
Pray: Berdoa, mereka meminta untuk berdoa, dan bukan bernyanyi, berbahagia, mengejar hal-hal lain. Mereka ingin berdoa. Ketika kita tidak dapat berdoa pada Allah untuk mendoakan musuh kita, kita bisa meminta hal yang sama Lord, Teach us to pray.

            Mungkin inilah maksud Allah bahwa kita harus berdoa bagi musuh kita. Sebenarnya Allah sedang memperdulikan sangat hati kita, Allah sendiri yang dengan caraNya memulihkan hati kita ketika kita berdoa. Matius 5:44 Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

            Ketika kita sudah mendapatkan Allah kembali dan lepas dari kebencian kita, kita dapat bebas hidup dalam pengampunannya, kembali mengasihi sesama kita, melihat setiap permasalahan orang lain dan menghibur mereka, dan terlebih tidak fokus pada diri sendiri. Berdamai dengan Allah itu artinya berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan masa lalu, tak kuatir akan masa depan dan hidup untuk hari ini untuk menyenangkan hati Allah.

Monday, May 23, 2016

Ketika Saya Memaafkan

by Felisia Devi

Memaafkan adalah salah satu materi pelajaran terlama yang Tuhan ajar buat saya.
Ibarat kuliah, subject ini kaga lulus-lulus, untung kaga ada sistem DO dalam (Drop Out) dalam Tuhan. hahahah..

Proses gak mau memaafkan ini juga yang menjadi penghalang kekristenan saya bertumbuh. 
Saya pernah membenci orang yang menyebabkan saya harus kehilangan salah satu orang tua, Papa. Saya merasa, orang tersebutlah yang membuat keadaaan hidup saya berubah drastis, ga sesuai apa yang saya harapkan, baik dari segi ekonomi, hubungan keluarga dll.. dan dia harus bertanggung jawab.  Ditambah lagi ada beberapa orang yang pendapat bahwa memang seharusnya hidup saya dan keluarga saya pasti bisa lebih baik klo masih ada Papa sebagai tulang punggung keluarga. Hadehh, makin bikin sebel banget.

Kebencian lain lagi, benci sama diri saya sendiri. Karena sepertinya apa yang saya lakuin kebanyakan salah.  Salah satu yang saya sebel dari diri saya, saat saya mencoba beberapa kali bangun hubungan sama lawan jenis dan ga sehat, yang ujungnya sakit hati. Berpikir, kenapa saya jadi orang bodoh bisa ditipu, diboongin sama pria. Apalagi setelah bertobat pun, saya juga sempet jatuh dalam hubungan yang ga kudus. Makin tertuduh, merasa ga layak balik ke Tuhan lagi. Merasa bodoh sekali , bener-bener ngerasa ga berharga, ga bisa maafin kesalahan yang saya lakukan sendiri,

And saya juga pernah rasa benci sama Tuhan, nah loh, gawat kan...!
Saya merasa bahwa Tuhan penyebab semua hal, penderitaan yang saya alami. Tuhan yang mengizinkan saya alami penderitaan-penderitaan dalam hidup ini. Berasa hidup saya paling tragis dan menderita di dunia ini. Dan banyak juga pertanyaan yang terlintas dipikiran tentang hidup.
Kenapa saya dilahirkan ditengah keluarga kaya gini, kondisi seperti ini pula.
Kenapa saya harus mengalami hal ini, itu?  Ga enak banget rasanya!
Kenapa saya tidak bisa seperti si A,B - Z?
Kenapa saya dilahirkan dengan kondisi fisik kaya gini, model rambut, bentuk badan, dll
Intinya saya tidak bisa menerima diri sendiri, ga bisa terima hidup saya alias ga besyukur sama apa yang ada di hidup saya dan ga bisa melihat tangan Tuhan bekerja.

Gimana saya bisa pulih dari kondisi-kondisi di atas ?
Jawaban-nya, itu semua karena kasih karunia Tuhan, karena Firman Tuhan yang memerdekakan hidup saya. Biar prosesnya ga cepet, bersyukur akhirnya saya bisa lepas dari kebencian-kebencian itu. Dan akhirnya bisa melihat kebaikan dan tangan Tuhan yang bekerja lewat orang-orang terdekat

Besyukur saya punya Mama yang mengajarkan dan mempraktekkan apa yang diajarkan untuk memaafkan si pelaku, dengan gak menuntut saat kejadiannya diproses secara hukum dan gak pernah saya denger dia mengungkit dan menyalahkan si pelaku. Gimana klo saya ga diajarkan forgive itu dari kecil ya,lebih kacau lagi dampaknya mungkin.

Proses untuk bener2 memaafkan secara hati itu ga gampang, susah!!!  Karena saya pake pikiran, logika dan pertimbangan sendiri. Saat pertama disuruh ampuni dan doain di kelas bimbingan sih gw memang mau forgive, tapi ga bisa segampang itu klo udah ketemu dalam hidup sehari-hari. Tapi memang Tuhan baik, Tuhan sendiri yang mengajar saya hari demi hari, pelan-pelan, sabarrr bangettt Tuhan, sampe akhirnya saya bisa memaafkan dengan tulus setulusnya.

Dasarnya saya bisa pulih, dimulai ketika saya mengerti kebenaran tentang betapa berharganya diri saya, berdamai dengan diri sendiri, menemukan apa kata firman Tuhan tentang diri saya, tujuan Tuhan menciptakan saya. Tuhan pakai komunitas dalam tubuh Kristus yang tepat untuk memulihkan saya sampe bener-bener bisa menerima diri saya seutuhnya.
Dari kebenaran hal itu, baru berdampak ke forgiveness hal2 lain termasuk ke si pelaku.

Tentang pertanyaan-pertanyaan hidup, saya sudah menemukan jawabannya dalam Tuhan. Bahkan berhubungan dengan firman Tuhan di Roma 8:28 bahwa segala sesuatu mendatangkan kebaikan itu nyata! Tuhan kasih lihat sendiri kebaikan2 apa yang Tuhan kasih lewat semua kejadian yang pernah saya alami, bahkan sampai sekarang. Misal nya : klo papa masih ada belum tentu saya bisa kenal Tuhan Yesus Kristus sebagai juru selamat, hidup dalam Tuhan seperti sekarang dan masih ada lagi kebaikan2 yang Tuhan kasih lewat kejadian kehilangan bokap gw.

Pada akhirnya, seburuk apapun hidup mu, kenangan mu, pengalaman mu, kisah hidup mu, jangan pernah merasa manusia paling menderita, jangan pernah menyalahkan siapapun, apapun, juga jangan menyalahkan diri sendiri apalagi menyalahkan Tuhan,.
Cari Tuhan dan kebenaranNya, fokus ke Tuhan, karena hanya Tuhan yang bisa membuat semua cerita menjadi indah pada akhirnya. Maka genaplah firman Tuhan Roma 8:28 dalam hidup mu.

Monday, May 16, 2016

Say “YES” to Forgiveness

by Ladhriska Ilhamudin

Dalam kehidupan, kita pasti pernah mengalami kejadian yang kurang menyenangkan. Mulai dari diperlakukan tidak adil, difitnah, dilecehkan, dianggap remeh, dibohongi, diselingkuhi, atau hal-hal lain yang akhirnya membuat hati kita sakit. Saat semua yang disebutkan tadi terjadi, beberapa dari kita ada yang melampiaskan dengan emosi yang berapi-api. Namun, ada juga yang memilih diam membisu seolah tidak terjadi apa-apa. Permasalahan utamanya bukan pada bagaimana reaksi yang berapi-api atau membisu, tetapi pada apa yang kita simpan di dalam hati. Di beberapa cerita atau pengalaman mengenai sesuatu yang disimpan dalam hati berkaitan dengan hal-hal kurang menyenangkan, kebanyakan orang membungkus rapat-rapat luka hati dan kekecewaannya dalam bentuk sebuah kotak yang diberi nama “unforgiveness”. Sadarkah kita jika terus-terusan membawa kotak “unforgiveness” seumur hidup, maka kita sama saja sedang membawa sebuah beban yang akan menghalangi kita mempunyai hidup yang maksimal, penuh dengan sukacita, dan penuh damai sejahtera?

Dalam Markus 11: 25 terjemahan Amplified Bible, disebutkan begini “Whenever you stand praying, if you have anything against anyone, forgive him (drop the issue, let it go), so that your Father who is in heaven will also forgive you, your transgressions and wrongdoings (againts Him and others).” Perkataan Yesus ini tentu bukanlah tanpa tujuan. Ia pasti mempunyai maksud saat mengingatkan para murid bahwa jika mereka hendak berdoa, mereka perlu mengampuni orang yang masih mengganjal di hati mereka. Mengapa Yesus sampai mengingatkan mereka betapa pentingnya mengampuni sebelum mereka berdoa dan meminta sesuatu kepada Tuhan? Yesus mengetahui bahwa saat kita berdoa, kita membutuhkan iman untuk percaya bahwa kita akan menerima apa yang kita doakan. Sayangnya, iman tidak akan bekerja dengan maksimal saat kita menyimpan kesalahan orang lain. Dan saat iman tidak bekerja, maka kita pun akan sulit percaya bahwa kita akan menerima apa yang kita doakan. Seperti saya katakan sebelumnya, bahwa iman akan membuat kita mampu percaya yang kita minta di dalam doa.

Coba mari sama-sama kita pikirkan hal ini. Tidak membutuhkan iman bukan untuk membalas yang jahat dengan yang jahat? Tidak membutuhkan iman untuk balas mencaci maki saat ada orang yang mencaci maki kita. Dan tidak membutuhkan iman pula untuk mengutuki orang yang berbuat curang kepada kita. Lantas apa yang membutuhkan iman? Sesungguhnya iman dibutuhkan saat kita memilih melakukan kebaikan bagi orang yang berbuat jahat terhadap kita. Iman dibutuhkan saat kita memilih diam saat dicaci maki. Iman juga dibutuhkan saat kita mau memberkati orang yang justru berbuat curang terhadap kita. Tentu bukan hal yang mudah untuk melakukan hal-hal ini. Tapi sesuatu yang tidak mudah bukan berarti tidak mungkin. Segala sesuatu mungkin di dalam Dia. Kenapa saya yakin untuk bilang begitu? Matthew 19 : 26 dalam terjemahan New King James Version, “With men this is impossible, but with God all things are possible.”

Jadi, jika kita berkata bahwa tidak mungkin saya bisa mengampuni orang tersebut, tidak mungkin saya bisa berdamai dengan orang tersebut, tidak mungkin saya bisa bersikap baik kepada orang yang jelas-jelas sudah berbuat jahat terhadap saya, dan sederet kalimat lain yang diawali dengan kata tidak mungkin, maka sadar atau tidak, kita sedang mempercayai kekuatan diri kita sendiri, lebih daripada kita mempercayai kekuatan Tuhan yang sebenarnya dengan senang hati ingin menolong atau memampukan kita melakukan hal-hal yang bagi kita tidak mungkin. Saat kita berkata, ‘saya tidak mungkin mengampuni’, maka secara tersirat, kita sebenarnya sedang mengatakan ‘saya tidak mau mengampuni’. 

Saya teringat sebuah ayat yang diambil dari Matius 5: 46-47. Di ayat 46 begini bunyinya, “Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?, selanjutnya di ayat 47, “Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya dari pada perbuatan orang lain? Bukankah orang yang tidak mengenal Allah pun berbuat demikian?”

Dari ayat tersebut, saya melihat bahwa Tuhan menghendaki kita untuk melakukan hal yang berbeda daripada orang pada umumnya. Ia senang menjadikan kita berbeda dari orang pada umumnya. Ia mengharapkan sebuah perilaku yang berbeda dari kita sebagai anakNya. Saya bertanya di dalam hati, apa ya yang berbeda dari umumnya? Saya pun menemukan sebuah contoh sederhana. Kalau orang pada umumnya membalas caci maki dengan caci maki, maka kita sebagai orang yang percaya dan mengenal Allah akan memilih untuk diam dan tersenyum saja. Kalau orang pada umumya menyimpan dendam karena dikhianati, maka respon kita sebagai orang percaya adalah melepaskan pengampunan.

Melepaskan pengampunan bukan artinya melepaskan orang yang menyakiti kita dari tanggung jawabnya. Sebuah logika berpikir yang seringkali menghalangi kita untuk melepaskan pengampunan adalah bahwa saat kita mengampuni seseorang maka mereka akan bebas dari hukuman. Kita seolah ingin menyaksikan betapa mereka diberikan hukuman yang setimpal atas apa yang mereka telah lakukan terhadap kita. Padahal, melepaskan pengampunan tidaklah ada hubungannya dengan melepaskan mereka dari penghukuman. Penghukuman mereka itu adalah urusan Tuhan, bukan urusan kita. Roma 12: 19, Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan.”

Saat melepaskan pengampunan atas seseorang, kita sedang menyatakan bahwa perilaku orang tersebut tidak akan mempengaruhi tindakan kita, tidak akan mempengaruhi emosi kita, tidak akan mempengaruhi hidup kita. Dengan kata lain, i will choose to forgive and be at peace when they hurt me, because i know God is my Defender. Di saat kita memilih untuk memberikan pengampunan, kita sedang membuka pintu untuk iman kita bekerja. Waktu kita mengampuni, kita sedang melakukan apa yang benar. Dan apa yang benar selalu memimpin kita kepada kehidupan. Apa yang benar juga akan mendatangkan kemerdekaan. Dalam NKJV, John 8: 32 dikatakan, “And you shall know the truth, and the truth shall make you free.”

Pengampunan akan mendatangkan kemerdekaan dalam hidup setiap kita. Jangan simpan kekecewaan, sakit hati, dendam, amarah, kepahitan, dan hal-hal sampah lainnya karena sesungguhnya kita diciptakan bukan untuk hal-hal tersebut. Sejak awal kita dilahirkan, bahkan sejak dalam kandungan, kita diciptakan untuk sebuah maksud yang mulia. Tertulis di Roma 8: 29-30, “Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula, untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggil, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya.”

Berjalan bersama Tuhan artinya mempunyai sebuah hubungan dengan Tuhan. Tidak mungkin ada orang yang berjalan bersama tanpa ada sebuah hubungan. Dan saat kita mempunyai hubungan dengan seseorang, kita pun akan mengenali sifat dan karakteristik orang tersebut. Bayangkan misalnya kita mempunyai hubungan dengan seorang teman, maka seiring dengan kita membangun hubungan dengan orang tersebut, maka lama kelamaan kita pun akan mengetahui dan mengenali apa yang menjadi sifat dan karakternya. Kita jadi tahu apa yang ia suka dan apa yang tidak ia suka. Begitu juga dengan hubungan kita dengan Bapa. Sebagai anak-anak perempuanNya, kita sepatutnya mengenal Bapa kita. Kita sepatutnya juga mengenal apa yang menjadi kebiasaanNya. Firman Tuhan mengatakan di dalam 1 Yohanes 1: 9, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.”

Dari ayat tersebut, kita dapat melihat sebuah kebenaran akan kebiasaan yang dimiliki oleh Bapa kita. Apa kebiasaanNya? KebiasaanNya adalah Ia mengampuni! Ya, hatiNya tidaklah penuh dengan amarah. Bahkan, Ia pun tidak menyimpan kesalahan-kesalahan yang kita buat. HatiNya penuh dengan kemurahan. AnugerahNya tersedia untuk menolong kita saat kita terjatuh dan melakukan kesalahan atau kekeliruan. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa saat kita datang dan mengaku dosa kepadaNya maka Ia mengampuni segala dosa kita. Permasalahannya seringkali kita merasa tidak layak untuk menerima pengampunan. Kita terjebak dalam pemikiran, “saya sudah jatuh berkali-kali, saya ngga layak lagi terima pengampunanNya.”

Adalah sebuah hal yang mendukakan hatiNya saat kita menolak anugerah atau kebaikan yang Ia berikan. Pengampunan adalah sebuah bentuk anugerah yang Ia tawarkan. Terimalah apa yang Ia tawarkan karena apa yang Ia tawarkan selalu baik. Pengampunan itu baik untuk kita. Pengampunan itu baik untuk jiwa kita. Pengampunan itu baik bagi tubuh kita. Pengampunan itu baik bagi seluruh hidup kita. Biarkan Tuhan mengampuni dan mengasihi kita. Our Father loves to forgives because He loves us!

Saat kita menerima pengampunan dari Bapa, kita memposisikan diri untuk siap memberikan pengampunan. Kita tidak akan pernah bisa memberikan sesuatu yang tidak kita punya. Jadi sebelum kita berpikir untuk memberikan pengampunan kepada orang lain, pastikan bahwa kita telah mempunyai pengampunan yang kita terima di dalam Yesus.

Terlintas dalam benak saya, sebuah istilah lama like Father like Son. Kalimat ini seperti ingin menggambarkan bahwa seorang anak laki-laki pastilah mempunyai sikap atau sifat yang sama seperti ayahnya. Ingatlah, bahwa kita adalah anak-anak perempuan Bapa di Surga. Sebagaimana Bapa kita yang mudah untuk mengampuni, maka kita yang telah dipilih menjadi anak-anakNya, seharusnya mempunyai sebuah sikap yang sama. Jangan percaya kalau mengampuni itu sulit. Mengampuni itu adalah sifat alami Bapa kita. Ia tidak pernah berusaha keras untuk mengampuni. Itu terjadi secara natural. Jadi, kalau Bapa kita saja bisa mengampuni, kita pun pasti bisa mengampuni. 

     

Monday, May 9, 2016

Bullet in Your Spine, or Revenge in Your Heart?

by Krisan Wijaya

Tanggal 12 Juli 1986, Steven McDonald, seorang polisi muda, berpatroli seperti biasanya dengan salah seorang rekannya di Central Park. Ketika sedang menanya-nanyai tiga orang remaja yang tampak mencurigakan, salah satu remaja itu menembaknya. Tembakan pertama mengenai wajahnya. Tembakan kedua mengenai lehernya.

Ia segera dilarikan ke rumah sakit – selama empat puluh delapan jam, ia berada di antara hidup dan mati. Kepala dokter bedahnya pun sempat putus asa dan memberi kesempatan pada keluarganya untuk mengucapkan selamat tinggal. Namun, pada akhirnya McDonald bertahan hidup – dengan cacat permanen. Peluru yang mengenai lehernya menembus sampai sumsum tulang belakangnya – membuatnya lumpuh dari leher ke bawah. Untuk bernapas pun, ia memerlukan alat bantu. Saat itu, istrinya, Patti Ann, baru berusia dua puluh tiga tahun, dan sedang mengandung anak pertama mereka.

McDonald menghabiskan delapan belas bulan berikutnya di rumah sakit, belajar untuk hidup dengan selalu mengandalkan bantuan orang lain untuk memandikannya, mengganti pakaiannya, menyuapinya makan, dan sebagainya.

Sudah sewajarnya jika McDonald marah sekali pada remaja itu, kan? Ia yang tadinya bisa bebas beraktivitas, bahkan tidak bisa mengancingkan bajunya sendiri. Ia tidak akan pernah bisa menjadi seorang ayah yang menggendong, memandikan, menyuapi, bermain dengan anaknya. Ketika istrinya pertama kali mengetahui kondisinya, ia menangis melihat istrinya menangis, namun ia tidak sanggup mengulurkan tangan untuk memeluk dan menenangkannya.

Tidak lama setelah putranya lahir, McDonald mengadakan konferensi pers, di mana istrinya mengatakan bahwa McDonald memaafkan Shavod Jones, remaja yang telah menembaknya.
Mengapa? McDonald menjawab,

“...I believe the only thing worse than receiving a bullet in my spine would have been to nurture revenge in my heart.”

Ia memutuskan untuk berdamai dengan Chavod Jones, bahkan ia saling berkirim surat dengan remaja itu di penjara. Tiga hari setelah keluar dari penjara, Jones tewas dalam kecelakaan lalu lintas. Banyak orang menganggap apa yang dilakukan McDonald sia-sia, namun McDonald tidak berpikir demikian. Setelahnya, ia malah menjadi pembicara di berbagai tempat, menceritakan penembakan di Central Park itu dan bagaimana hal itu telah mengubah hidupnya.

Luar biasa sekali pengampunan yang diberikan McDonald kepada Jones yang bisa dibilang telah menghancurkan hidupnya. Namun, tahukah kamu, bahwa ada sebuah cerita pengampunan paling luar biasa sepanjang sejarah manusia?

Jika kamu terlahir di tengah keluarga Kristen, mungkin cerita ini sudah berkali-kali didengungkan sejak kamu masih sekolah minggu: cerita Yesus Sang Juruselamat mati di atas kayu salib untuk menebus dosa umat manusia. Mungkin, saking seringnya cerita ini diucapkan dalam khotbah dan artikel Kristen, atau saking lamanya kamu sudah mengetahui cerita ini, pengampunan ‘luar biasa’ itu menjadi ‘biasa saja’.

Truth is, there is nothing ordinary about God’s forgiveness!

“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” (Roma 3:23)
Aku dan kamu, kita semua telah berdosa. Kotor. Dosa telah menjauhkan kita dari Tuhan yang Maha Kudus. Dosa membuat kita tidak mungkin masuk surga, dan apa pun upaya yang kita lakukan tidak akan membuat kita masuk surga. Tidak peduli berapa banyak uang yang kita berikan untuk persembahan, seberapa sering pun kita berdoa dan saat teduh, tidak akan bisa menghapus dosa-dosa kita – hanya penebusan dosa oleh Dia yang tak bercela yang membuat kita diampuni dan dilayakkan di hadapan Tuhan.

Dan karena seluruh dosa kita telah diampuni, kita pun harus mengampuni mereka yang bersalah kepada kita. Seperti perumpamaan di Matius 28:21-35, kita adalah hamba yang berutang sepuluh ribu talenta pada raja – jumlah yang sangat besar sampai-sampai jika kita menjual diri pun, tidak akan sanggup melunasi seluruhnya. Namun sang raja, Tuhan yang mengasihi kita telah menghapus ‘utang’ kita!

Sayangnya, hamba dalam perumpamaan tersebut – meski seluruh utangnya telah dihapuskan – malah menjebloskan seorang hamba lain yang tidak sanggup membayar utang kepadanya, padahal utang hamba lain itu hanya sejumlah seratus dinar. 1 talenta = 6000 dinar. Yang berarti, utang hamba pertama yang dihapuskan oleh raja itu 600.000 kali lebih banyak daripada utang hamba kedua padanya! Ketika hal ini diketahui raja, ia pun marah besar dan menyerahkan hamba pertama pada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh hutangnya. Yang berarti, hampir pasti hamba pertama ini disiksa algojo seumur sisa hidupnya, karena 10.000 talenta adalah jumlah yang amat besar.
Yesus menutup perumpamaan itu dengan berkata, “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”

Pengampunan adalah hal yang amat penting bagi Tuhan, sampai-sampai Ia berkata bahwa jika seseorang hendak memberi persembahan pada Tuhan, namun teringat bahwa ia memiliki masalah dengan seseorang, orang itu harus meninggalkan persembahannya dan berdamai terlebih dahulu.

Selama kita hidup di dunia, pasti akan selalu ada orang yang menyakiti kita. Beberapa kesalahan mungkin dapat dimaafkan dengan mudah, namun pasti ada peristiwa yang membuat kita sulit mengampuni – meskipun tidak seekstrem apa yang terjadi dengan Steven McDonald.

Beberapa orang mungkin menurut kita tidak layak mendapatkan pengampunan. Mungkin orang tua kita mengecewakan kita, bahkan meng-abuse kita. Mungkin pasangan hidup kita tidak setia. Mungkin atasan kita memperlakukan kita dengan semena-mena. Mungkin saudara kandung kita sendiri tega menusuk kita dari belakang. Mungkin rekan sepelayanan kita di gereja membuat kita sakit hati. Tapi ingatkah kita, bahwa kita pun sebenarnya tidak layak diampuni? Namun Tuhan telah mengampuni kita terlebih dahulu, karena itulah kita harus mengampuni orang lain.

Ditambah lagi, tidak mengampuni berarti menyimpan dendam dan membuka celah bagi Iblis untuk masuk ke dalam hati kita. It destroys your life from the inside out.

Mengampuni itu sulit? Pasti. Martin Luther King, Jr. mengatakan, “Forgiveness is not an occasional act, it’s a permanent attitude.” Sama seperti kita harus berolahraga untuk menjaga kebugaran tubuh kita, kita pun harus berusaha memaafkan terus-menerus untuk menjaga ‘kebugaran’ hati kita.
Dan yang tidak kalah pentingnya, mustahil mengampuni mereka yang telah begitu dalam menyakiti hati kita jika kita hanya mengandalkan kekuatan kita sendiri. Again, as always, we need God’s help.

So, let’s pray and ask God to give us strength to forgive, shall we?

Tuesday, May 3, 2016

Taat (untuk Mengampuni) tu Berraaattt :'(

by Alphaomega Pulcherima Rambang

Suatu pagi bangun dengan perasaan bersalah yang luar biasa karena malam sebelumnya saat aku mulai kirim SMS renungan ke teman-temanku lagi, aku gak mengirimkannya ke seseorang yang sedang bermasalah denganku. Asli, hari ni bangun GOD ingatin aku tentang dia, duh......!!!

Ditampar-tampar lagi lewat apa yang aku baca, “AKU sudah mengampuni kamu Meg, perbuatlah yang sama baginya.”

Dan aku berdalih,”Tapi TUHAN, aku gak mau dia ngerasa menang setelah apa yang diperbuatnya denganku, besar kepala tar tu orang.”

Disentil lagi ma Roh Kudus,” Meg, ini bukan masalah menang ato kalah. Kamu mau taat ato gak sih? Katanya mau taat.....”

Lamgsung teringat janjiku beberapa hari lalu, saat aku memutuskan untuk tetap berbuat baik padanya. Aku diingatin lewat baca lagi bukunya Grace Suryani yang judulnya Tuhan Masih Menulis Cerita Cinta. Emang temanya beda dengan pergumulanku untuk mengampuni orang ini, tapi Tuhan pake kalimat di buku itu, dan serasa bilang ke aku, “Meg, perlakukan dia dengan baik, karena dia berharga di mataku.”

Please deh God, pikirku awalnya, dia ga seberharga itu di mataku kok, so, ngapain aku harus berbaik-baik ma dia. Setelah apa yang dia perbuat padaku, haduh..... gak masuk akal nih Tuhan ^^V Tapi, akhirnya setelah nangis-nangis darah dan mencoba tawar-menawar sama Tuhan, kuputuskan. Oke God, baiklah.... I promise, sedalam apapun rasa sakitku, sekecewa apapun aku, aku akan mencoba memperlakukan dia dengan baik, tapi ini hanya karena Kau anggap dia berharga dan aku akan belajar menghargainya juga. Aku mau belajar taat aja, biarpun sulit.

Then He remind me my promise again.

Ya ampun, menundukkan pikiranku di bawah kehendak Kristus tu susah buanget.....aku berulang kali tawar-menawar, say ‘no’ terus dah maunya, keinginan daging yang nomor satu. Dah tau apa yang benar, dah tau maunya Tuhan apa, ehhhh...masi aja berulang kali bilang, “Tapi Tuhan.....” Duh, kamu ni ya Meg!!! ^^’

Tapi aku mengalami sendiri Tuhanku luar biasa sabarnya, Dia gak langsung marah-marah dan ninggalin aku. Tuhanku benar-benar BAPA yang baik, aku dibujuk-bujukNya, dan diyakinkan kalo aku mampu. Waktu aku bilang aku gak sanggup, Dia berkata,”Kamu bisa melakukan lebih baik dari itu Meg, kamu bisa!”

Even so hard, aku harus taat, dikuatin lagi sama salah satu temenku yang bilang kalo aku taat, bukan berarti aku kalah, justru aku malahan dah dimampukanNya mengampuni. Buah roh gak akan keluar dengan otomatis. Kita harus rela belajar, diuji, dididik Tuhan, bener-bener bayar harga waktu, biaya, keringat atau perasaan. Ini medan perangku, aku milih menang ato kalah sekarang? Fiuuuhhhh......

Kurang ajarnya aku, hehehehehe, aku sempat protes gini loh sama Tuhan: Udah dong God, cukup dong pelajarannya, kok aku mlulu yang dihajar. Urus ‘orang itu’ lagi dunk. Udah cukup aku sakit gini, kurang apa coba luka-lukaku. Aku dah ngelakuin lebih dari cukup ni. Kok Tuhan susah banget sih dipuaskan? Dia-nya senang-senang aja, kok aku doang yang diproses? Kapan giliran dia? Kok dia tenang-tenang aja, sedang aku kok sakit pikiran gini? Aaarrrggghhhh...... ^^ It’s not fair :’(

1 Korintus 13:5 berkata "kasih tidak menyimpan kesalahan orang lain".
Berarti TIDAK MENGAMPUNI berarti MENYIMPAN KESALAHAN ORANG LAIN.
Hadeeeeehhhh…
Tapi Tuhan…Aku tidak mengasihi orang ini lagi setelah apa yang diperbuatnya kepadaku. Buat apa mengasihi orang seperti dia? Aku tidak bisa mengampuni dia.
Dan aku membayangkan TUHAN berkata,”Buat apa aku mengasihi kamu?”
Hiks. Haduhhh…. Gimana nih kalo TUHAN ngomong gitu beneran.

Lalu, ayat-ayat yang berbunyi tentang pengampunan melintas di kepalaku.
"Karena jika kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di sorga akan mengampuni kamu juga. Tapi jika kamu tidak mengampuni orang, Bapamu juga tidak akan mengampuni kesalahanmu." Matius 6:14,15
(Duh, kenapa sih Tuhan ngomong mesti gini?)

"Hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah dalam Kristus telah mengampuni kamu." Efesus 4:32
(Gimana perasaan KRISTUS ya waktu harus mengampuni dan mati buat orang sepertiku, aku hanya disuruh mengampuni, belum disuruh mati buat orang itu aja terasa berat. Kok Kristus mau ya? Kenapa sih Tuhan waktu meminta melakukan sesuatu selalu memberikan contoh terlebih dulu, kan jadi berat nih buat nolak. Coba kalo Tuhan gak mengampuni manusia, kan aku bisa enak aja nolak, tapi iniiii…L )

Then, lagi-lagi, dengan sabarNya Dia berkata-kata lewat sahabatku, “Meg, ini bukan tentang dia, ini tentang AKU berurusan denganmu sekarang. Meg, segala sesuatu bukan tentang kamu atau dia, segala sesuatu adalah tentang AKU.”

SPEECHLESS....(dan tertunduk)
Yeah, I give up, I will do what You want God (walaupun nangis-nangis dan berdarah-darah) ...... :'( Aku mau taat dan mengampuni orang itu. Tolong aku Tuhan, kalo dengan kekuatanku sendiri, aku gak sanggup.