Monday, December 25, 2017

What Jesus Wants


by Leticia Seviraneta

Hari ulang tahun merupakan hari yang paling spesial bagiku. Memang terdengar kekanak-kanakkan, namun itulah yang aku rasakan hehe... Menjelang hari ulang tahun, sahabatku setiap tahun pasti bertanya, “Lagi mau apa?” Sahabatku selalu ingin memberikan hadiah yang sesuai dengan yang aku mau saat itu. Baginya, tidak penting memberi surprise hadiah yang ia tebak sendiri namun pada akhirnya tidak tepat sasaran. Sejujurnya, aku suka dengan surprise dan sesuatu yang tidak dapat ditebak. Namun hadiah dari sahabatku ini memang selalu akhirnya aku dapat tebak apa isinya karena ia selalu bertanya terlebih dulu kepadaku. Bagaimanapun aku bersyukur karena hadiahnya menjadi selalu sesuai dengan keinginanku dan pada akhirnya menjadi berguna :D 

Suatu hari di saat menjelang Natal, ada acara tukar kado di mana aku dan teman-teman gereja bermain Secret Santa. Di game ini kita menulis wishlist barang yang kita mau dan list itu akan diketahui oleh teman yang menjadi Secret Santa kita. Jadi idealnya siapa pun yang memberikan hadiah tersebut, kita menjadi mendapat apa yang kita mau karena sudah tertulis di dalam wishlist. Namun teman aku yang menjadi Secret Santa ku ternyata membelikan barang lain di luar wishlist aku. Alasannya? Dia berkata kepada temanku yang lain, “Barang yang dia mau ga berguna. Aku belikan yang menurutku berguna.” Zooonkkk.. kebayang perasaanku ga sich di saat itu? Hadiah itu menjadi tidak berarti banyak karena tidak sesuai dengan yang aku mau dan tidak aku butuhkan. 

Nah, Natal merupakan hari ulang tahun bagi Seseorang, yaitu hari ulang tahun Yesus Kristus. Bila kita ingin memberikan hadiah kepada-Nya, bukankah ide yang baik bila kita bertanya, “Yesus mau apa?” “What does Jesus actually want?” Bila kita mencoba mencari tahu apa yang Yesus inginkan, kita tentu dapat memberi sesuatu yang tepat sasaran dan berarti banyak bagi Yesus. Apa sich yang Yesus inginkan?

1. Yesus menginginkan kita memberi kepada yang miskin dan dikucilkan masyarakat
“Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kau memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku…sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seseorang dari saudaraku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku... Lalu merekapun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagian orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.”
(Mat 25:34-36, 40, 44-45)

Di sepanjang Injil, dapat dilihat Yesus sangat memperhatikan dan menjangkau orang-orang yang dipandang rendah secara status sosial. Ia menjangkau orang miskin, para wanita, orang Samaria, orang sakit kusta, anak kecil , para pelacur dan pemungut cukai. Semua golongan ini di zaman itu sangat dikucilkan oleh orang-orang Yahudi dan tidak memiliki hak sama dengan orang Yahudi laki-laki yang ‘normal’. Yesus dengan jelas mengatakan setiap kali kita berbuat sesuatu kepada yang miskin dan tersisih dari masyarakat, kita sama saja seperti melakukannya untuk Tuhan. Hadiah ulang tahun yang berarti bagi-Nya adalah ketika kita memberi bagi orang-orang di golongan ini.

2. Yesus menginginkan kita untuk berdoa bagi orang lain dan para pemimpin, agar mereka dapat mengenal kebenaran sesungguhnya, percaya kepada Yesus, dan diselamatkan.
“Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat, dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja-raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.” 
(2 Timotius 2:1-4)

Berdoa bagi orang lain dan para pemimpin adalah bentuk nyata kepedulian. Kita tidak berdoa bagi orang yang tidak kita pedulikan. Ketika kita berdoa bagi mereka agar mereka mengenal Yesus, kebenaran-Nya, menjadi percaya kepada-Nya, dan diselamatkan kita melakukan hal yang menyenangkan-Nya. Yesus datang dengan misi dari Tuhan untuk menyelamatkan yang terhilang. Setelah Ia naik ke sorga, misi yang sama diberikan kepada kita untuk menjadi saksi, memuridkan, dan mengajarkan apa yang Yesus ajarkan kepada orang lain (Mat 28:18-20, Kis 1:8). Berdoa bagi semua orang menjadi salah satu bentuk mewujudkan misi Yesus di bumi. 

3. Yesus menginginkan kita untuk mengasihi musuh dan berdoa bagi mereka yang menganiaya kita
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga...”
(Mat 5:43-45a)

This is the hardest part. Mengasihi musuh dan berdoa baginya tidak terpikirkan oleh orang yang ‘normal’. Ini sulit secara pikiran manusia, namun Yesus tidak akan memberikan perintah di mana manusia tidak dapat melakukannya. Tuhan akan selalu memperlengkapi kita dengan kekuatan untuk melakukan kehendak-Nya, yang dibutuhkan dari kita adalah kemauan untuk melakukannya.Siapakah musuh kita? Musuh adalah orang-orang yang menyakiti kita. Akan menjadi hadiah natal terindah bagi Yesus ketika kita mau mengampuni yang menyakiti kita. Bagaimana caranya? Berdoa baginya dapat menjadi langkah awal yang membantu hati kita melembut. Hal ini dipraktikkan sendiri oleh Yesus ketika di atas kayu salib di mana ia berdoa “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat...” (Luk 23:34) Kenyataannya adalah kita tidak dapat mendoakan orang yang kita benci. Jadi ketika kita ‘memaksakan’ diri kita untuk berdoa bagi orang-orang yang menyakiti kita, kita sedang bekerja sama dengan Roh Kudus dalam melembutkan hati kita. Melalui proses yang konsisten, sampai pada suatu titik kita dapat dibebaskan dari rasa sakit hati tersebut dan membukakan jalan bagi kita untuk dapat mengasihi musuh kita. 

4. Yesus menginginkan kita untuk menjadi saksi-Nya yang efektif melalui perbuatan baik yang mendatangkan kemuliaan kepada-Nya
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.”
(Mat 5:16)

“Sebab inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang-orang yang bodoh.” 
(1 Pet 2:15)

Banyak orang menolak untuk percaya kepada Yesus bukan karena mereka menganggap Yesus tidak baik. Banyak dari mereka percaya bahwa Yesus sebagai nabi, orang yang bijak, orang yang baik, dst. Namun yang menjadi penghalang mereka untuk percaya adalah karena para pengikut-Nya tidak mencerminkan Yesus dalam hidup mereka. “Kelakuan orang Kristen aja begitu, ga lebih baik dari gue. Mendingan gue ga beragama tapi hidup bener,” alasan mereka. Meski itu memang terdengar sebagai excuse saja, namun ada prinsip yang dapat menjadi teguran bagi kita. Suka atau pun tidak, hidup sebagai seorang “Kristen” atau anak Tuhan menempatkan diri kita ke posisi di bawah sorotan lampu panggung (spotlight). The whole world is looking at us and wants to see if there is a difference. Bila tidak ada perbedaan yang membuat mereka tertarik, mereka tidak akan mengambil langkah lebih jauh untuk mengenal Yesus di dalam kita. Segala perkataan dan perbuatan kita ibarat sebuah trailer movie YESUS. Bila kita menonton trailer filmnya tidak bagus, kita tidak akan memutuskan untuk menonton film tersebut secara keseluruhan. Hidup kita adalah trailer tersebut. Bagian kita adalah menjadikan trailer tersebut semenarik mungkin agar orang ingin mengenal Yesus yang di dalam kita.

5. Yesus menginginkan adanya persatuan antar umat percaya kepada-Nya karena dari persatuan itulah kasih Allah dinyatakan kepada dunia
“...tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-Ku oleh pemberitaan mereka; supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku. Dan Aku telah memberikan kepada mereka kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku.” 
(Yoh 17:20-23)

Yohanes 17 merupakan pasal berisi doa Tuhan Yesus di masa-masa terakhir hidup-Nya. Di saat-saat seseorang mendekati kematian, doa atau permintaan yang ia panjatkan pastilah hal yang terpenting baginya. Menarik sekali Yesus berdoa agar ada kesatuan antar sesama orang percaya. Berkaca dengan kondisi sekarang, begitu banyak sesama orang percaya terpecah belah karena perbedaaan denominasi, paham teologis, tata cara ibadah, dst. Ini tentu berlawanan dengan yang Yesus kehendaki. Akan menjadi hadiah Natal yang indah bagi-Nya ketika kita bersikap toleran dan saling mengasihi satu sama lain terlepas dari segala perbedaan yang ada. Cara untuk membangun jembatan adalah dengan fokus kepada persamaan, bukan perbedaan. Kesamaan kita adalah percaya kepada Yesus dan itu cukup menjadi alasan solid untuk kita bersatu ☺

Teman-teman tentu sadar sejauh ini semua yang diinginkan Yesus sudah dinyatakan di Alkitab melalui perintah dan pengajaran-Nya serta pengajaran para rasul. Di luar poin-poin ini teman-teman masih dapat menemukan banyak hal lain yang Yesus inginkan. Tentu mengerjakan ini semua bukanlah dengan motivasi untuk mendapatkan keselamatan karena keselamatan diberikan secara cuma-cuma melalui pengorbanan Yesus. Namun sebagai orang yang telah diberi hadiah yang begitu luar biasa, sangatlah lumrah bila kita meresponi dengan tindakan-tindakan yang menyenangkan Tuhan kita Yesus Kristus sebagai bentuk ucapan syukur kita. It’s his birthday, give him the best present ever! ☺

Friday, December 22, 2017

A Time to Remember



By: Leticia Seviraneta

“When you remember the why, you will eventually do with purpose”

Memasuki bulan Desember, sebagian dari kita mungkin mulai tenggelam di dalam kesibukan untuk mempersiapkan Natal dan liburan akhir tahun. Latihan pelayanan di gereja, terlibat dalam kepanitiaan, terlibat dalam kegiatan charity ke panti-panti, menghadiri berbagai Christmas dinner dengan lingkungan pertemanan yang berbeda-beda, menghadiri kebaktian Natal beruntun, lalu pergi liburan bersama keluarga dan seterusnya. Daftar ini bisa bertambah panjang sekali... menjadikan bulan Desember sebagai bulan paling hectic sepanjang tahun kita. Namun sebagian dari kita ada juga yang merasakan excitement di bulan ini. Kita menyukai dekorasi yang mulai bertebaran di mal-mal, mulai mendekor rumah juga dengan pohon natal dan ornamennya, mulai memikirkan hadiah untuk orang-orang yang kita kasihi dan sebagainya. Satu moment Natal dapat memberikan kesan yang berbeda-beda bagi setiap orang. Namun sebelum kita terbawa arus “hectic” ini mari kita mengingat sejenak makna Natal sehingga Natal kita menjadi berarti dan tidak membuat kita kelelahan. 

Kita tidak terbiasa untuk mengenang sesuatu. Keseharian kita mendorong kita untuk terfokus kepada hal-hal yang harus dikerjakan saat ini dan di masa depan. Hari-hari kita dimulai dengan to-do-list dan bukan diisi dengan things-to-be-remembered. Kita bergerak dengan tempo yang sangat cepat di era sekarang ini. Sayangnya, hal yang serupa juga terjadi di moment Natal. Bahkan pada saat kelahiran Yesus, yang merupakan Natal pertama, orang-orang terlalu sibuk dan tidak memberi ruang bagi-Nya.

“Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.”
(Lukas 2:6-7)

Di kitab Lukas 2, diceritakan latar belakang yang mewarnai kelahiran Yesus. Kaisar Agustus mengeluarkan perintah untuk menghitung jumlah seluruh rakyatnya (sensus penduduk). Semua orang diwajibkan mendaftarkan diri di kota asal mereka. Yusuf, yang tinggal di Nazaret di Galilea, kemudian menempuh perjalanan menuju kota Betlehem di Yudea. Maria yang ikut dengannya untuk mendaftarkan diri sedang mengandung tua dan sudah hampir genap waktunya untuk melahirkan. Jarak Nazaret menuju Betlehem sekitar 11 km, namun bila rute yang diambil tanpa melewati daerah Samaria, maka jaraknya menjadi 150 km. Lalu daerah Yudea merupakan dataran tinggi dibandingkan dengan Galilea. Untuk mencapai kota Betlehem, harus dilakukan pendakian setinggi 760 meter, sebuah pendakian yang berat bagi perjalanan keluarga Yusuf ini. Jadi, dapat dibayangkan betapa lelahnya Yusuf dan Maria saat itu. Mereka menempuh perjalanan tersebut beberapa hari dan ketika sampai di kota Betlehem, Maria sudah akan melahirkan. Betlehem bukanlah kota besar. Pada masa itu kemungkinan hanya ada satu tempat penginapan di kota. Karena orang-orang dari berbagai penjuru negara datang untuk keperluan sensus, tempat penginapan pun penuh. Pemilik tempat penginapan pasti sangat sibuk melayani tamu-tamunya. Ketika melihat Yusuf dan Maria datang, ia menolak mereka karena tidak ada kamar tersisa lagi. Namun ia menawarkan kandang hewan ternak sebagai tempat mereka untuk bermalam. Singkat cerita, demikianlah Yesus lahir dalam kondisi sederhana, dibaringkan di atas palungan yang merupakan tempat makan hewan ternak. Natal pertama diresponi manusia dengan tidak memberi ruang bagi-Nya karena terlalu banyak hal-hal lain yang lebih diprioritaskan dan memenuhi jadwal kita. No room for Jesus. Will you make a room for Him?
Natal sesungguhnya bukanlah tentang barang-barang ataupun kegiatan, melainkan tentang Seseorang, yaitu Yesus Kristus. Natal adalah moment untuk mengingat kelahiran Yesus Kristus dan berdampak secara signifikan sampai saat ini. Natal adalah moment untuk meresponi kasih Allah yang diwujudkan dalam pemberian terbesar-Nya kepada manusia. Natal merupakan bagian dari rencana keselamatan Allah yang mencapai klimaksnya pada pengorbanan Yesus di atas Kayu Salib dan kebangkitan-Nya (Masa Paskah). Natal tidak dapat terpisahkan dari Paskah. 
Yesus merupakan penggenapan ratusan nubuatan di Perjanjian Lama mengenai kedatangan Mesias yang akan mematahkan kutuk dosa yang datang dari zaman Adam dan Hawa. Yesus merupakan kulminasi dari rencana keselamatan Allah yang sudah direncanakan-Nya sejak dahulu kala. 

“And I will put enmity between you and the woman, and between your seed and her Seed; He will bruise your head, and you shall bruise his heel.” 
(Gen 3:15, NKJV)

“After he has suffered, he will see the light of life and be satisfied; by his knowledge my righteous servant will justify many, and he will bear their iniquities. Therefore I will give him a portion among the great, and he will divide the spoils with the strong, because he poured out his life unto death, and was numbered with the transgressors. For he bore the sin of many, and made intercession for the transgressors.”
(Isa 53:11-12, NIV)

Kita yang seharusnya hidup tanpa harapan karena kita mengalami kutuk dosa dan tidak dapat kembali kepada Tuhan dengan kekuatan sendiri menjadi berpengharapan yang pasti karena Yesus telah mendamaikan kita dengan Allah. Ia telah menanggung dosa kita dan membuat kita dibenarkan hidupnya di hadapan Allah. Kita telah dibebaskan dari kuasa dosa dan memperoleh kebebasan untuk melakukan kehendak Allah. Betapa berharganya pemberian Tuhan bagi kita! 

Kristus telah menjadi hadiah yang terbesar dari Allah. Tidak ada hadiah Natal yang mampu melampaui kasih Allah melalui Yesus. Karena Yesus merupakan esensi dari Natal dan hadiah Natal itu sendiri, apakah ini mengubah mindset teman-teman mengenai apa yang harus kita lakukan saat Natal? Hadiah terbesar yang dapat kita berikan bagi orang lain adalah memperkenalkan mereka kepada Yesus. Dan bagaimana kita dapat memperkenalkan Yesus kepada orang lain bila kita sendiri belum terlebih dahulu mengenal-Nya secara pribadi? Bagaimana kita dapat menolong orang lain untuk melihat sosok Yesus yang hidup dalam kita? Jadi untuk dapat merasakan Natal yang sesungguhnya dan mampu memberikan hadiah Natal yang sesungguhnya semua kembali kepada hubungan pribadi kita dengan Yesus. 

Kita tidak menjadi dekat dengan seseorang bila kita hanya menjalin hubungan dengannya setahun sekali. Kita menjadi dekat dengan seseorang bila ada komunikasi regular. Kemudian hubungan menjadi semakin bertumbuh dan berbuah ketika kita saling mengerti, saling ingin menyenangkan satu sama lain, dan sama-sama menikmati kebersamaan satu sama lain. Hubungan yang intim akan menghasilkan keserupaan. Hal ini karena keintiman itu akan mempengaruhi cara kita berpikir, berkata-kata, dan berperilaku. Inilah mengapa ada sebuah quote terkenal, “Show me your friends, I will show you your future.” Kita menjadi semakin serupa dengan siapa kita paling banyak bergaul. Keserupaan dengan karakter Kristus ini yang akan menjadi surat terbuka atau Injil yang hidup bagi orang-orang lain di sekitar kita. Banyak orang tidak mengenal siapa Yesus dan tidak tertarik kepadanya karena ia tidak melihat Yesus hadir dan hidup di dalam diri kita. 

Untuk moment Natal ini, yuk kita melihatnya tidak sebagai to-do-list lagi, melainkan sebagai moment untuk mengingat dan merayakan Seorang pribadi yang begitu luar biasa, Yesus Kristus, Tuhan kita. Natal dapat menjadi moment untuk membangkitkan semangat kita untuk membina hubungan intim dengan Tuhan Yesus lebih lagi dan menjadi serupa dengan-Nya supaya dapat memberikan hadiah Natal terindah bagi orang di sekitar kita. Bila kita terlalu banyak terlibat dalam berbagai kegiatan di masa Natal hingga mengganggu waktu kita untuk dapat berhubungan pribadi dengan Yesus, marilah kita bijak memilih kegiatan dan belajar berkata tidak terhadap tawaran yang tidak sesuai waktunya. Semua pelayanan itu baik, namun yang terbaik tetaplah hubungan pribadi dengan Yesus (ingat kisah Martha dan Maria, Luk 10:38-42). 


Having a Christmas spirit is having Christ lived out through you.
-Leticia Seviraneta-

Wednesday, December 20, 2017

Membangun Tradisi Natal Keluarga: Ngedapur Bareng


by Yunie Sutanto

Menyambut Natal, tidak ada salahnya kita memiliki tradisi Natal bersama keluarga, apalagi jika tradisi itu sebagai upaya menyatakan dan mengingat kasih Kristus. Tradisi bisa menjadi upaya merajut tali silaturahmi dan menunjukkan wujud kasih Kristus dalam hidup keluarga kita. Contoh-contoh tradisi keluarga Kristen umumnya: Tradisi ibadah Natal keluarga, ngumpul makan malam bersama, tukar kado dan sebagainya.

Kalau keluarga anda merupakan Kristen generasi pertama, mungkin belum memliki tradisi Natal keluarga. Mulailah membangun tradisi yang bisa merefleksikan Kristus. Tradisi yang tak merefleksikan Kristus dan tidak esensi, seperti berciuman di bawah mistletoe, menggantung kaus kaki, dan sebagainya bukan sebuah keharusan. Kalau keluarga saya, kami memilih ngedapur bareng, memasak sajian Natal! 

Menurut saya ngedapur bareng merupakan tradisi yang layak dibangun. Sembari menyiapkan hidangan, dapur bisa menjadi ajang bagi para wanita lebih muda untuk berguru dari wanita yang lebih tua. Berguru berbagai hal, tak semata ilmu memasak, sebab ngedapur itu berpotensi menimbulkan curhat antar generasi: antara nenek dan cucu, antara ibu dan anak, curhatan yang bisa menjadi memori yang berharga untuk dikenang. Kesaksian hidup mengikut Kristus bisa dibagikan sembari tangan-tangan penuh tepung, keringat bercucuran, dan aroma masakan mengepul. 

Bagi generasi yang lebih tua, inilah kesempatan menularkan nilai-nilai lewat berbagi kisah pengalaman hidup, berbagi pengalaman iman, sembari mengolah bumbu. Komplit deh! Nasehat praktis memasak plus petuah kehidupan! Saya termasuk salah satu yang sedang membangun tradisi ini bersama anak-anak. Ngedapur bareng sambil curhat ngalor ngidul tentang masa kecil dan bagaimana berjumpa Yesus. 

The problem is... Tak semua keluarga memasak full course Christmas dinner, ada yang memilih pesan antar saja atau makan di resto. Masih bisakah ngedapur bareng? 

Tetap bisa dong, upaya ngedapur bisa terwujud dengan membuat bersama hidangan penutup khas Natal. Bagi Pearlians, andaikata ada yang mulai tergoda untuk memulai tradisi ngedapur bareng, ayo dipilih menu-menunya! Resepnya bisa dicari di Google atau buku aneka masakan Natal yang banyak dijual.

Hayo, yang lagi bingung memilih menu apa yang mau disajikan untuk makan malam Natal bersama keluarga, bisa mencoba resep hidangan penutup ini: 

Klappertart: Tradisi Kuliner Natal di Manado

Klappertart, hidangan yang banyak disangka khas Manado ini, ternyata merupakan salah satu kuliner warisan dari Belanda. Klappertart yang berarti kue kelapa ini dibawa resepnya oleh orang Belanda. Cara memansaknya pun ragam variasinya, ada versi panggang dan versi tidak dipanggang. Menu hidangan penutup ini merupakan salah satu hidangan Natal dalam tradisi Natal Manado. 


Bahan A:
500 ml air kelapa
150 ml susu kental manis 
1000 ml susu cair
500 ml air
100 gr gula aren bubuk
150 gr terigu
3 sdm maizena

Bahan B:
2 kuning telur
200 gr mentega cair suhu ruangan
1/2 sdt garam
1/2 sdt vanili essence

Bahan C:
2 kelapa muda, kerok isinya, pilih yang dagingnya agak keras agar tidak terlalu hancur saat dipanggang
75 gr kismis
75 gr almond cincang
2 sdm rum

Taburan:
2 sdt bubuk kayu manis


Cara Membuat:
  1. Campur bahan A dalam wadah, ayak dulu tepung terigu, maizena dan gula aren bubuk. Baru bertahap tambahkan yang lain. 
  2. Dalam wadah terpisah,campur bahan B 
  3. Campur Bahan A dan B 
  4. Masak di atas api sedang, sambil diaduk terus hingga adonan agak oekat mengental, matikan api 
  5. Tambahkan Bahan C , aduk merata 
  6. Siapkan adonan ke dua buah loyang brownies* , beri taburan kayu manis bubuk 
  7. Panaskan oven api sedang, Panggang 25 menit 
  8. Sajikan setelah didinginkan di lemari es 

*) Bisa juga ditaruh di wadah aluminium foil atau wadah panggang kecil-kecil, diameter 5 cm 


Kata Yesus kepada mereka:
“Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi.
(Yohanes 6:35)

Monday, December 18, 2017

My 21st Century Christmas: Tradition or Devotion?



by Yunie Sutanto

Perayaan Natal identik dengan umat Kristiani. Tentulah sebagai umat Kristen, kita menghadiri ibadah Natal dan merayakan 25 Desember sebagai hari lahir Tuhan Yesus Kristus. “Christ” dan “mass” yang artinya massa para pengikut Kristus menjadi asal muasal kata Christmas. “Christmas” berarti sekelompok massa pengikut Kristus yang beribadah bersama secara massal. Uniknya, jemaat mula-mula justru tidak merayakan Natal seperti merayakan Paskah! Tanggal tepat kelahiran Kristus pun senantiasa menjadi perdebatan! Lantas sejak kapan Natal dirayakan setiap Desember tanggal 25?

Sekitar akhir abad ke 4, Kekristenan menjadi agama resmi kekaisaran Romawi. Natal mulai dirayakan secara resmi dan dipilihlah tanggal 25 Desember, untuk menggantikan hari raya kaum pagan Romawi: Saturnalia. Pada prakteknya, perayaan Natal ala Romawi menjadi tak beda dengan perayaan Saturnalia kaum pagan! Hanya judul perayaannya semata yang berubah! Aksi liar pagan terus berlanjut!

Tradisi merayakan kelahiran Krisus terus dibawa lintas generasi dan lintas budaya ke pelbagai negara. Akulturasi dengan budaya setempat memunculkan tradisi-tradisi unik dan khas seperti tradisi memasang pohon natal, menyanyi keliling, tukar kado, menggantung kaos kaki di perapian, dan sebagainya. Di Indonesia pun tradisi unik bermunculan seperti rabo-rabo di Jakarta dan pementasan wayang kulit di Yogjakarta.

Setiap keluarga Kristen pun punya tradisi perayaan hari Natal versi mereka! Ingat lagu I’ll be Home for Christmas? Sudah jadi tradisi untuk berkumpul bersama keluarga di malam Natal, menguatkan kembali tali silahturahmi dan juga mengirim pesan selamat Natal lewat kartu ucapan maupun kado Natal. 

Semua tradisi seolah menggeser fokus dari Natal itu sendiri. Apa gerangan esensi Natal? Mungkin tak semua menghayatinya! Kita dibuat sibuk dengan kehebohan tradisi merayakan Natal, hingga lalai pada esensinya: yakni peringatan kelahiran Kristus. Tidaklah salah memiliki tradisi keluarga saat Natal, bahkan itu sesuatu yang baik. Create your own memorable traditions, but never run from the essence of Christmas.

Natal adalah saat kita merenungkan kembali, merefleksikan kembali, kelahiran Sang Juru Selamat dunia. Bayi Kristus di palungan yang terlahir untuk taat sampai mati di kayu salib! Ungkapan syukur untuk kerelaan Allah turun ke dunia, itulah yang menjadi perayaan Natal di hati setiap umat-Nya. Jesus is the perfect gift from heaven this sinful world received! 

Back to the First Christmas: Natal pertama tidaklah heboh, begitu sederhana! Bayi Kristus dilahirkan di kandang domba, terlelap di palungan. Raja segala raja memilih untuk turun ke dunia dan terlahir dalam kesederhanaan. Bagaimana perayaan Natal kita tahun 2017 ini? Biarlah Natal di abad 21 bukanlah semata tradisi yang dicanangkan seperti di abad ke-4, namun menjadi kesempatan merayakan iman kepada Kristus.

Let our Christmas reflects the glory, joy and gratefulness of a Savior born to Earth! Let it not be distracted by all the fancy traditions! Let it be simple yet meaningful devotion as a Christ follower! A time to pause and rethink the faith that we have in Jesus. 

What if...
He was never born? 

What if...
He refused to save us?

What if...
He never go to the cross?


Blessed are we...
Coz He was born

Blessed are we...
Coz He had chosen to save us

Blessed are we...
Coz he paid the penalty of our sins at the cross


Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati.
(Yohanes 11:25)

Friday, December 15, 2017

Book Review: A Christmas Carol by Charles Dickens



by Yunie Sutanto


Book Review Desember
Judul Buku: A Christmas Carol
Penulis: Charles Dickens

Bagaimana jika seorang rekan bisnis yang telah meninggal tujuh tahun yang lalu tiba-tiba menggentayangi anda? Rekan bisnis itu menjadi arwah penasaran yang tidak tenang di alam kubur dan masih berkeliaran di bumi. Seram banget intronya ya?

Bukan, ini bukan novel horor ataupun buku kisah klenik. Bukan! Ini adalah novel sastra Inggris klasik karya Dickens yang diterbitkan di tahun 1843. Kisah yang fiktif tentunya, namun meninggalkan kesan dalam di hati pembacanya. Bahkan 174 tahun telah berlalu sejak terbit perdana, A Christmas Carol tetap menjadi salah satu kisah fiksi favorit saat Natal.

Betul juga kata Italo Calvino dalam Why Read the Classics?, “A classic is a book that has never finished saying what it has to say” Karya klasik adalah buku yang tak pernah selesai menyampaikan kisahnya. Pesan buku ini berhasil melintas waktu!

Karya Dickens ini termasuk salah satu karya klasik yang tak lekang oleh masa. Nilai-nilainya tetap kekinian walaupun buku ini ditulis satu abad silam! 

Sebuah bacaan yang membuat kita berefleksi terhadap diri sendiri, menegur secara tak langsung dan mengingatkan betapa pentingnya memiliki hidup yang selalu ingat kepada Tuhan.

Malam itu saat Scrooge hendak tidur, terdengar ketukan di pintu. Saat dilihatnya, sesosok wajah yang mirip Jacob Marley, rekan bisnisnya yang telah meninggal. Sosok itu adalah Marley, rekan bisnis Scrooge yang telah meninggal tujuh tahun lampau. Hantu Marley datang untuk mengingatkan Scrooge agar tidak berakhir seperti dirinya. Semasa hidup hanya memikirkan bisnis semata, begitu kikir dan tidak peduli dengan orang disekitarnya. Marley dan Scrooge memang mirip. Itulah mengapa mereka cocok berbisnis bersama.

Ebenezeer Scrooge, seorang yang begitu kikir dan super cuek dengan orang lain. Inilah permulaan dari kisah ini. Marley memberitahu Scrooge bahwa akan datang tiga roh yang berturut-turut menghampirinya setiap malam. Roh Natal masa lalu, roh natal masa kini dan roh natal masa datang. Setiap roh punya pesan masing-masing untuk Scrooge.

Bagaimana isi pesan para roh tersebut dan mengapa buku ini begitu laris melintas zaman? Kayaknya seru dibaca langsung deh!

Ayo teruntuk yang sedang mencari bacaan untuk mengisi liburan Natal, buku ini boleh jadi pilihan. Karya klasik yang layak dibaca ulang, bahkan bisa jadi bacaan sebelum tidur untuk anak-anak juga! 

Versi e-book yang bisa dibaca onine bisa diakses di link ini.


Monday, December 11, 2017

The Real Christmas Tradition



by Poppy Noviana

Hi Pearlians, bulan Desember ini biasanya identik dengan perayaan Natal dan tahun baru. Bulan ini penuh dengan rencana liburan, kumpul bersama keluarga dan tukar kado dengan orang-orang yang kita kasihi. Ngga salah sih, tapi sayangnya masih ada diantara kita yang salah fokus untuk menghidupi makna Natal itu sendiri, misalnya kita lupa bahwa Natal adalah Kasih yang berkorban, karena Allah memberikan Anak-Nya yang tunggal untuk memperbaiki hubungan Allah dan manusia yang terpisah karena dosa. Banyak diantara kita yang saat ini merayakan Natal dengan fokus pada hal-hal yang tidak esensial, contohnya: mengharapkan baju baru/kado/liburan/makanan spesial. Bagaimana menurut kalian? faktanya mengasihi diri sendiri saat Natal itu nyata loh.

Tahun ini adalah musim yang cukup berbeda bagiku secara pribadi. Masalah keluarga yang tidak kunjung selesai membuat kumpul bersama keluarga besar tidak dilakukan. Tidak ada pula pesta anak-anak sekolah minggu yang meriah dan menarik untuk disaksikan karena pilihanku melepaskan pelayanan sekolah minggu sejak semester dua ini. Juga tidak ada lagi tukar kado dikalangan sesama pekerja dalam pelayanan, tidak ada lagi makanan spesial yang kuharapkan muncul saat Natal karena sekarang aku memilih untuk hidup mandiri dan berpisah dengan orangtua. Sebuah keadaan yang berbeda, namun di sisi lain hal ini membuatku lebih dalam lagi merenungkan bahwa Christ is enough for me. Bagiku Tradisi Natal adalah sebuah kebiasaan yang mungkin menyenangkan tapi tidak bersifat wajib dan kekal. Tradisi hanya alat yang membantuku lebih mudah memaknai arti kehadiran Yesus di dunia. Jadi, ada atau tidak ada tradisi perayaan Natal seharusnya tidak menjadi persoalan.

Lantas Natal macam apa yang saat ini kuinginkan? Harapanku Natal tahun ini, Allah Bapa memenuhi hatiku dengan Roh Kudus yang dapat menghibur, menguatkan dan memberi kemampuan mengasihi, mengampuni, berbagi, dan berkontribusi positif dalam lingkungan dimana aku dibuang Tuhan. 

Meskipun tidak sama seperti apa yang Allah sanggup lakukan bagiku, namun aku menghargai perbuatan-Nya sampai hari ini dalam hidupku secara pribadi. Natal yang sejati adalah ketika hidupku menghidupi arti kehadiran-Nya, bukan menghidupi keinginanku sendiri. So Pearlians yang terkasih, berbahagialah sebab perayaan Natal tidak dibatasi oleh kondisi ekonomi, kondisi keluarga, kondisi keberadaanmu dan statusmu di masyarakat. Jadi ciptakan tradisi Natal dari sudut pandangmu memaknai Natal itu sendiri. Hargai kehadiran-Nya dan keputusan-Nya untuk datang ke dunia, sebagai sebuah Kasih termulia yang menginspirasimu untuk melakukan hal yang sama, kepada barangsiapa yang lupa atau bahkan belum pernah mengenal-Nya. 


Ini tradisi Natalku, mana tradisi Natalmu?

Silahkan bagikan dan lakukan tradisi Natalmu tanpa kehilangan fokus atas esensi natal itu.

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia.
(Yohanes 3:16-17)

Friday, December 8, 2017

Referensi Buku: Understanding The Purpose And Power Of Woman


by Poppy Noviana

Judul Buku: Understanding The Purpose And Power Of Woman
Penulis: Dr. Myles Munroe
Penerbit: Immanuel
Jumlah halaman: 271 halaman


Buku ini karya seorang Doktor dari Bahamas, Myles Egbert Munroe. Ia adalah pendiri dan ketua Bahamas Faith Ministries International (BFMI). Ia memiliki seorang istri bernama Ruth dan dua orang anak bernama Charisa dan Chairo. Munroe dan istrinya tewas dalam kecelakaan pesawat pribadi pada 9 November 2014. Pejabat Bahama mengatakan pesawat mereka menabrak sebuah derek di halaman kapal dekat Bandara Internasional Grand Bahama. Munroe dan penumpang lainnya sedang dalam perjalanan ke Freeport, Grand Bahama, untuk sebuah konferensi. Meskipun ia sudah meninggal, tulisan dan sudut pandangnya tetap hidup sampai hari ini.

Tulisan Munroe yang menginsipirasi saya khususnya tentang nilai-nilai seorang wanita yang diciptakan Allah. Munroe banyak menulis tentang konsep kesetaraan antara wanita dan pria dan pengungkapan keunikan wanita sebagaimana desain yang diciptakan Allah sejak awal untuk mendukung tujuan penciptaan. Semua itu didasarkan pada apa yang Allah katakan dalam Alkitab. 

Buku Understanding The Purpose And Power Of Woman ini menjelaskan bahwa tujuan seorang wanita diciptakan, ternyata menentukan desain seorang wanita. Buku ini juga bicara bahwa wanita adalah objek kasih Allah yang dibangun oleh Allah sendiri dari dalam manusia pria. Buku ini menjawab pergumulan-pergumulan seputar kesadaran setiap wanita tentang siapa diri mereka dan kecakapan untuk menjawab persoalan-persoalan yang terjadi antara pria dan wanita. Yang menarik, ada pula pembahasan mengenai isu penyimpangan seksual yang hari-hari ini cukup meresahkan. 

Buku ini pas untuk wanita yang mau memahami keberadaanya secara alkitabiah dan para pria yang mencintai mereka untuk dapat memperlakukannya dengan tepat.

Buku ini benar-benar memberikan paradigma baru dalam memandang dan memperlakukan seorang perempuan, serta mengenali panggilan khusus seorang wanita dalam dirinya dan peranannya dalam hubungan kepada lawan jenisnya.

Have to read when you don’t know your specific purpose and calling as a woman!

Wednesday, December 6, 2017

Rumput dan Uap Air (Part 3)


by Tabita

Buat yang belum baca bagian 1 dan bagian 2, bisa baca dulu, yaa.

Okee. Setelah nulis tentang Who am I? dan poin 1 kemaren, sekarang aku mau share poin 2-nya :)) Selain bicara tentang kesetiaan Allah, Natal itu juga adalah...

Natal berbicara tentang kembali hidupnya harapan dan semangat yang padam.

Bangsa Israel udah nunggu lama banget buat diselamatkan Sang Juruselamat. Bahkan waktu Yesus lahir, mereka baru dijajah bangsa Romawi. Otomatis, harapan dan semangat bangsa Israel semakin nggak menentu. Mungkin mereka mikir, “Ini beneran Tuhan mau nyelametin kita nggak, sih!? Lama amat datengnya! Keburu mati semua gara-gara dijajah, nihhh!!”. Pemikiran itu pula yang jadi salah satu penyebab para murid bertanya pada Yesus, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kisah Para Rasul 1:6, TB). Mereka pengen Yesus segera mengakhiri penjajahan Romawi dan menjadi The Hero buat bangsa itu.

Nope. Yesus nggak lahir dalam keluarga kerajaan maupun jadi pahlawan bagi bangsa Israel. Sebaliknya, Yesus lahir dalam keluarga tukang kayu yang sederhana dan justru meninggalkan Amanat Agung bagi para murid-Nya (Matius 28:16—20, Kisah Para Rasul 1:8). Tapi apakah itu artinya nggak ada harapan bagi bangsa Israel buat diselamatkan dari penjajahan?

Jawabannya... ada :) Yesus nggak cuma lahir dan memberikan teladan hidup; tapi juga membebaskan dunia dari cengkraman maut! Penjajahan secara fisik nggak ada apa-apanya dibanding penjajahan rohani (baca: maut). Yesus tahu ini; karena itu Dia rela untuk mengorbankan nyawa-Nya bagi kita :) His sacrifice lit up our hope and encourage us to keep living in Him. Ini yang Dia tanamkan pada para murid-Nya, sehingga akhirnya... mereka pun mengabarkan kabar sukacita ini pada dunia—walopun nyawa yang jadi taruhannya. Tapi mereka tetep taat, dan buahnya pun ada pada kita sekarang :D

And now, how about us? Apakah kita tetap percaya bahwa Tuhan adalah Pribadi yang setia? Apakah kita benar-benar telah bergantung secara total pada-Nya?

Hari ini, Tuhan menyatakan bahwa Dialah satu-satunya sumber kekuatan dan alasan kita hidup. Sama seperti yang pernah dikatakan seorang teman dari temanku, “Ketika hidup ini terasa berat, justru di saat itulah kita harus bergantung erat pada Tuhan." Tetap bertekun membaca, merenungkan, dan melakukan firman Tuhan serta berdoa akan menolong kita untuk tetap kuat di dalam Tuhan. Di sanalah kita memperoleh kesegaran jiwa bagi hati yang kering dan rapuh.

Yuk, terus mengandalkan Tuhan; karena kerapuhan hidup bukanlah akhir harapan, namun kehadiran Tuhan di dalamnya memulihkan kita.

Selamat menyongsong Natal dan Tahun Baru dengan penuh harapan di dalam Tuhan, Pearlians! :) Percayalah, sekalipun ini terdengar klise, Tuhan sedang dan akan terus menenun kehidupan kita untuk menjadi semakin serupa dengan-Nya. Cheers! ^^

Monday, December 4, 2017

Rumput dan Uap Air (Part 2)


by Tabita

Baca artikel sebelumnya di sini.

Who am I? menggambarkan bahwa manusia—termasuk kita—rapuh seperti rumput dan uap air. Iya. Bahkan Rasul Petrus juga menuliskan hal yang sama dalam 1 Petrus 1:24. Itu artinya, kita rentan terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan luka dan kepahitan. Sekuat-kuatnya kita, kerapuhan itu bisa menyerang tanpa disadari -.-“

Kenapa sih, kok bisa kaya’ gitu?

Tahukah Pearlians, bahwa kerapuhan itu disebabkan dosa? Sejak manusia (dari Kong Adam dan Mak Hawa) ingin menjadi sama seperti Allah—yang kemudian menyebabkan rentetan dosa berikutnya, saat itulah dosa muncul (Kejadian 3). Syukur pada Allah; Dia nggak tinggal diam :) Allah segera merencanakan karya keselamatan yang digenapi dalam kelahiran Yesus beribu-ribu tahun kemudian (Kejadian 3:15, dan dalam banyak nubuatan para nabi). Tapi yang nunggu karya-Nya nggak cuma Kong Adam, Mak Hawa, dan anak-anak mereka. Nggak. Tapi sampai ke Abraham, Ishak, Yakub, bangsa Israel, dan... semua orang yang pernah, sedang, dan akan hidup di dunia ini! Wah, padahal butuh berapa tahun tuh, buat nungguin janji Allah itu? Bahkan nggak ada jaminan mereka akan tetap hidup di dunia sampe Sang Juruselamat hadir. Yeah, kesetiaan Allah emang nggak ada batasnya :) He is faithful, even there is no one beside us.

Natal berbicara tentang kesetiaan Allah yang dibuktikan melalui kelahiran seorang bayi yang disebut Imanuel itu 

Kalo Allah mikir, “Ya elah. Ngapain ya, Aku repot-repot nyelametin manusia? Ha tinggal auto-delete aja! Trus bikin baru,” aku dan Pearlians nggak akan ada seperti sekarang ini :p Kalopun ada, tentu dengan format yang berbeda (baca: tanpa dosa haha). Tapi ternyata Dia nggak ngelakuin ini. Alasannya apa nggak tahu, sih... Itu juga jadi salah satu pertanyaan terbesarku hehe. Nanti kalo udah ketemu di sorga sono mau tanya ah wahahaha...

Tapiiii, seindah-indahnya sebuah rencana, tetep akan ada kendala kalo pihak yang terlibat di dalamnya nggak paham sama rencana tersebut. Ya, kan? Well, itu pula yang (mungkin) Allah alami saat akan mengeksekusi rencana karya keselamatan ini. Maria sama Yusuf awalnya nggak paham sama maksud Allah saat merekalah yang terpilih untuk menjadi orang tua Yesus selama Dia di dunia.

Yusuf hampir saja menceraikan Maria secara diam-diam (Matius 1:18—19); tapi malaikat Tuhan segera mendatanginya dalam mimpi dan menjelaskan bahwa Yusuf akan menjadi salah satu pihak yang berperan besar dalam karya penyelamatan manusia. Coba bayangin; kalo seandainya Yusuf cuma ngandalin kekuatan dan pemikirannya sendiri, pasti alur karya keselamatan akan berbeda dari yang udah sering kita dengar. But thanks God; Yusuf tetap taat kepada Tuhan. Karya keselamatan itu berlanjut pada kelahiran, pelayanan, kematian, kebangkitan, dan kenaikan Yesus ke sorga.

Maria pun mengalami hal yang sama. Tentu ada tekanan fisik (aku pernah denger, usia Maria waktu mengandung Yesus adalah sekitar 12—13 tahun! Setara sama anak SMP! :O *shock) dan psikis (gimana nggak stres kalo digibahin (digosipin) sama masyarakat waktu itu? Bahkan dia juga terancam hukuman mati karena dianggap hamil dengan orang yang bukan suaminya!!). Apa Maria udah memperkirakan hal itu sebelum berkata, “...aku ini hamba Allah, jadilah padaku menurut apa yang Kau kehendaki”? Hmmm... menurut sih, udah :) Aku yakin, Maria tahu bahwa Allah pasti akan melindunginya. Like what I always say to my friends, “Ketika Tuhan memulainya melalui kita, Dia juga akan menyelesaikannya dengan cara yang sama.” Kenapa aku bisa seyakin ini? Karena Allah yang mempercayakan “tugas besar” pada Maria adalah Allah yang sama dengan Dia yang memanggil Abraham untuk keluar dari Ur Kasdim dan menuju ke tanah Kanaan—Tanah Perjanjian itu. Dialah Allah yang mengutus Musa untuk membawa bangsa Israel kembali dari Mesir ke Tanah Perjanjian yang telah Allah berikan pada nenek moyang mereka beratus-ratus tahun sebelumnya.

Oya. Masih ada satu poin lagi yang akan kita pelajari, nih. Stay tuned on Pearl’s blog, ya! :) See you!

Friday, December 1, 2017

Rumput dan Uap Air (Part 1)



by Tabita

Hi, Pearlians!

Di renungan kali ini, aku mau berbagi tentang salah satu lagu favoritku – Who Am I dari Casting Crowns. Mari sama-sama belajar betapa manusia—termasuk kita—sangat rapuh dan membutuhkan pertolongan Tuhan dalam hidup ini. Natal bukan cuma tentang kelahiran Yesus Kristus, tapi juga tentang Dia yang menjadi pemantik harapan yang padam, kan?

Artikel ini terbagi dalam dua bagian besar; pertama tentang sejarah dan lirik lagu, kedua tentang apa yang dapat kita pelajari dari lagu ini serta hubungannya dengan Natal. Well, selamat membaca! :)


--**--


Mungkin Pearlians udah tau lagu Who am I yang aku maksud yaa :D Ternyata ada behind the scene yang dalem banget lho. Ide dari lagu yang dipublikasikan pada tahun 2004 ini bermula saat Mark Hall, pemimpin band Casting Crowns, sedang berada dalam perjalanan pulang bersama keluarganya. Di malam itu, Hall berpikir, “Siapakah aku, sehingga aku hanya perlu memanggil Tuhan di manapun aku berada, dan berharap agar Dia mendengarkanku?”. Dia melanjutkan perenungannya, “Aku memang lebih dari pemenang... tapi aku juga harus mengingat bahwa aku hanya seperti rumput dan uap air yang segera menghilang; bahkan aku dapat berdoa karena apa yang Dia lakukan untukku.” Kisah ini kuadaptasi dari apa yang tertulis di Wikipedia :p

Berikut lirik dari Who am I?. Hope you’ll be blessed! =)


Who Am I?
(by Casting Crown)



1st verse
Who am I, that The Lord of all the earth
would care to know my name, would care to feel my hurt?
Who am I, that The Bright and Morning Star
would choose to light the way for my ever wandering heart?


Pre-Chorus
Not because of who I am
but because of what You’ve done
Not because of what I’ve done
but because of Who You are


Chorus
I am a flower quickly fading here today and gone tomorrow
A wave toased to the ocean, a vapor in the wind
Still You hear me when I’m calling
Lord, You catch me when I’m falling
and You told me who I am
I am Yours


2nd verse
Who am I, that the eyes that see my sin
would look on me with love, and watch me rise again?
Who am I, that the voice that calmed the sea,
would call out through the rain and calm the storm in me?


Back to pre-chorus and chorus


Wow! Menarik ya melihat sebuah pertanyaan yang seperti muncul begitu saja, ternyata kemudian menjadi lagu yang memberkati banyak orang? Coba bayangkan, bagaimana kalau saat itu Hall hanya menganggap pertanyaan yang muncul itu dengan sambil lalu, tanpa pernah merenunginya lebih dalam? Penting memang menjadi peka dengan suara Tuhan dan meresponnya dengan serius.

Nah, kali ini kita mau belajar untuk merespon sebuah lagu, tidak hanya dengan menyanyikannya, tapi juga mempelajari maknanya. Sampai jumpa di artikel selanjutnya!

Wednesday, November 29, 2017

Not as Harmless as It Seems (Part 3 - end)


by Yarra

(Baca artikel sebelumnya: part 1 dan part 2)

3. Nafsu makan
Banyak orang Kristen percaya bahwa nge-drugs, minum alkohol (dalam jumlah berlebihan), dan merokok adalah dosa. Kenapa? Salah satu alasan yang paling sering dikutip adalah karena hal tersebut “merusak bait Allah”.

Tapi yang ini mungkin terdengar konyol: makan berlebihan (glutonny—bahasa Inggris) pun termasuk dosa. 

Hah? Kok, bisa, sih!? :O

Nah, ada beberapa ayat yang dapat kita simak di bawah ini:

“Taruhlah sebuah pisau pada lehermu, bila besar nafsumu!” 
– Amsal 23:2

“Janganlah engkau ada di antara peminum anggur dan pelahap daging. Karena si peminum dan si pelahap menjadi miskin, dan kantuk membuat orang berpakaian compang-camping.” 
– Amsal 23:20-21

“Orang yang memelihara hukum adalah anak yang berpengertian, tetapi orang yang bergaul dengan pelahap mempermalukan ayahnya.” 
– Amsal 28:7


Seperti uang, makanan juga adalah bagian penting dari kehidupan kita. Tetapi banyak orang tidak menyadari ini: Kadang-kadang, mereka terlalu sibuk/asyik mengerjakan sesuatu hingga lupa untuk berhenti sejenak dan makan. Asupan makan memang memegang peranan penting dalam kesehatan dan pertumbuhan kita.

Di sisi lain, ada juga orang yang hobinya makan. Mungkin kita termasuk dalam kategori ini: sekalinya udah mulai ngemil, bakalan susah deh, buat berhenti (termasuk aku!). Atau ketika ada buffet, kita makan saking banyaknya sampai rasanya ingin muntah.

Yuk, kita mau sama-sama liat apa yang Firman Tuhan katakan tentang hobi satu ini.

Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Paulus berkata, “’Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. ‘Segala sesuatu diperbolehkan.’ Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.” (1 Korintus 10:23) Salah satu kebaikan Tuhan yang bisa kita rasakan adalah betapa banyaknya makanan enak yang bisa kita nikmati. Akan tetapi, ketika kita makan lebih dari seharusnya, apakah itu masih “berguna” dan “membangun”?

Paulus kemudian melanjutkan, “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.” (1 Korintus 10:31). Semua aktivitas yang kita lakukan, bahkan aktivitas “kecil” seperti makan, sudah seharusnya dilakukan untuk memuliakan Tuhan.

Salah satu yang bisa kita gunakan untuk memuliakan Tuhan adalah tubuh kita. Dalam 1 Korintus 6:19-20 tertulis, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa kamu bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” Karena jumlah dan jenis makanan yang masuk ke dalam tubuh menentukan kesehatan tubuh juga, sudah selayaknya kita lebih bertanggung jawab dalam merawat bait Roh Kudus ini.

Nafsu makan pun adalah bentuk nyata dari kemampuan kita untuk mengendalikan diri. Jika kita tidak mampu mengendalikan kebiasaan kita dalam hal makanan, apakah kita yakin bahwa mengendalikan diri dalam hal-hal lain yang tidak terlihat secara kasat mata—emosi, bergosip, keuangan, dll.—akan menjadi lebih mudah? Kita tidak boleh membiarkan nafsu makan kita mengendalikan kita, sebaliknya kita harus mengendalikan nafsu makan kita. Ketika kita kesulitan untuk mengendalikan nafsu makan kita, teladanilah Tuhan Yesus. Setelah 40 hari berpuasa dan sedang dirudung kelaparan (Dia mengambil tubuh manusia, afterall), Tuhan Yesus sanggup mengendalikan dirinya untuk tidak jatuh ke dalam pencobaan si jahat (Matius 4:2-4).

Makanan adalah anugerah dari Tuhan yang tidak seharusnya disalahgunakan. Mengingat dampak pola makan yang benar dan sehat dalam memuliakan Tuhan lewat tubuh kita, sudah saatnya kita memastikan bahwa suap makanan selanjutnya akan memuliakan-Nya, dan bukan merusak bait Roh Kudus. 

Mempraktekkan gaya hidup yang sehat bukan hanya agar badan kita menjadi bagus untuk kepuasan kita. Gaya hidup tersebut adalah salah satu bentuk ibadah dan appreciation terhadap bait Allah yang Tuhan berikan kepada kita!

Monday, November 27, 2017

Not as Harmless as It Seems (Part 2)


by Yarra

(Baca artikel sebelumnya di sini)

2. Keuangan
Hal selanjutnya yang sering menjadi tantangan untuk banyak wanita adalah keuangan. Kesulitan untuk mengendalikan diri dalam aspek finansial pun bermacam-macam bentuknya. Mungkin itu dalam hal belanja pakaian, sepatu, makanan, pernak-pernik, de el el. Banyak dari kita, terutama yang sudah berpenghasilan sendiri, seringkali berpikir, “Yaaa~ toh, ini kan, juga uangku yang aku dapatkan dari hasil kerja kerasku sendiri”—tetapi itu tidak sepenuhnya benar. Pada akhirnya kita harus mengingat bahwa segala apa yang kita punya berasal dari Tuhan, dan itu semua hanyalah titipan, bukan kepemilikan. Karenanya, baik itu uang diri sendiri, uang suami, uang orang tua, atau uang siapapun juga, semua itu milik-Nya.

Ketika kita melihat uang dari perspektif demikian, maka kita pun seharusnya menjadi lebih bijak dalam mengelola keuangan dan mengendalikan diri dalam aspek finansial. Ini tidak berarti bahwa saat ini juga kita harus menjual segala kepunyaan kita dan meminta-minta di jalanan. Namun kita harus bisa mengendalikan diri dalam pengeluaran finansial dan sadar terhadap panggilan Tuhan untuk mengelola titipan-Nya dengan bijak.

Mengendalikan diri dalam hal keuangan dimulai dari hal yang cukup sederhana: persembahan dan perpuluhan. Apakah masih sulit bagi kita untuk mengembalikan apa yang memang seharusnya kepunyaan Tuhan? Apakah kita sadar bahwa kita tidak memberi, melainkan hanya mengembalikan? Ya, aku sadar bahwa banyak orang yang masih berargumentasi bahwa perpuluhan adalah suatu keharusan di Perjanjian Lama, namun bukan sesuatu yang diharuskan di Perjanjian Baru. Namun, yang menjadi pertanyaannya adalah… mengapa begitu sulit bagi kita untuk berpisah dengan 10% dari penghasilan kita? Aku pun tidak dapat menghakimi bahwa semua orang yang tidak memberikan perpuluhan itu salah, kurang rohani, atau lebih mencintai uangnya daripada Tuhan. Tapi justru sebagai seseorang yang juga terkadang kurang disiplin dalam mengembalikan apa yang menjadi milik Tuhan, aku menyadari bahwa terkadang mudah sekali bagi kita untuk kehilangan kendali atas keuangan. Menggunakan uang untuk hal-hal lain jauh lebih menggiurkan daripada untuk dikembalikan kepada Tuhan. Maybe it’s that pretty little bag, atau hangout bersama teman-teman, dst. Namun Firman Tuhan ini sungguh benar: ”Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:21). Ketika kita memprioritaskan keinginan kita terlebih dahulu dalam hal keuangan dan hanya memberikan sisanya pada Tuhan, what does it say about our heart?

Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.
(Matius 6:24)

Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.
(1 Timotius 6:9-10)


Masih ada satu bagian lagi nih, Ladies. Stay tuned on Pearl’s blog, ya! :)

Friday, November 24, 2017

Not as Harmless as It Seems (Part 1)


by Yarra

Hello, Ladies!

Seperti yang bisa kita lihat, tema tahun ini membahas tentang buah roh. Nah, buah roh yang akan kita bahas pada bulan ini adalah pengendalian diri, alias self control. Seringkali ketika kita berpikir tentang pengendalian diri, mungkin kita berpikir tentang momen-momen “besar”, misalnya ketika Yusuf menolak ajakan Tante Poti untuk bobo bareng, kegagalan Daud dalam mengendalikan dirinya yang berakhir dengan membunuh Uria untuk mendapatkan Batsyeba, dst. Namun sebenarnya, pengendalian diri itu dimulai dari hal-hal “kecil” yang kelihatannya tidak merugikan orang lain—hal-hal kecil yang terlihat “harmless”. Nah, apa saja sih, hal-hal ini?

Sebenarnya banyak sekali~ tapi aku ingin membahas dan membagikan tiga poin yang menurutku cukup menantang untuk kita, kaum hawa ini :p Aku ingin membagikan poin-poin ini bukan karena terasa mudah untukku, namun justru karena aku secara pribadi merasakan betapa sulitnya untuk mengendalikan diri dan betapa pentingnya kita mulai mengakui bahwa Tuhan pun ingin agar kita setia dalam hal-hal yang terlihat harmless ini.

1. Waktu 
Ladies, coba kita pikirkan kembali bagaimana kita menghabiskan kemarin, seminggu terakhir, sebulan terakhir, dst… As far as you can remember, bagaimanakah waktu itu dihabiskan? Apakah waktumu lebih banyak dipakai dengan sia-sia? Karena aku pun begitu. Terkadang, bersaat teduh 30 menit sampai satu jam terasa luamaaaa sekali. Tapi kalau waktu itu dipakai untuk Facebook-an, nonton drama korea, atau TV series… cepatnya minta ampun. Lalu, tanpa disadari, tiba-tiba aku sudah menghabiskan beberapa episode Suits dalam satu hari dan lupa mengerjakan sesuatu yang seharusnya selesai malam itu. Mungkin cara kita memakai waktu dengan sia-sia pun berbeda-beda bentuk dan rupanya; namun deep inside, kita seharusnya tahu apa itu untuk setiap kita. Mungkin itu medsos, drama, browsing, bermalas-malasan, menunda-nunda pekerjaan yang harus kita kerjakan, dll. Dan itu adalah sesuatu yang harus kita perbaiki.

Loh, kalau gitu, berarti kita harus kerja non-stop dan produktif 24/7 dong? Masa kita ngga boleh santai?

Tentu saja boleh. Tuhan pun bukan tuhan yang kejam yang ingin melihat kita bekerja tanpa henti seperti budak. Bahkan Tuhan sendiri memberikan kita teladan dengan beristirahat. Kejadian 2:2-3 berbunyi, “Ketika Allah pada hari ketujuh telah menyelesaikan pekerjaan yang dibuat-Nya itu, berhentilah Ia pada hari ketujuh dari segala pekerjaan yang telah dibuat-Nya itu. Lalu Allah memberkati hari ketujuh itu dan menguduskannya, karena pada hari itulah Ia berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya itu”. 

Namun, perlu diingat bahwa pengelolaan waktu juga menjadi salah satu bentuk ibadah kita kepada Tuhan. Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, Paulus menuliskan bahwa “apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.” (Kolose 3:23-24). Jika kita menggunakan mindset bahwa semua yang kita lakukan adalah untuk Tuhan, apakah benar kita akan menggunakan waktu kita dengan sia-sia dan tanpa pengendalian diri seperti yang (mungkin) masih kita lakukan saat ini? Ketika muncul kesadaran bahwa kita hanyalah hamba-Nya dan bahwa segala sesuatu yang ada pada kita—termasuk waktu—adalah milik-Nya, maka kita juga akan lebih bijak dalam menggunakan waktu.

Lastly, kita juga harus ingat bahwa hidup kita singkat dan unpredictable. Kalau kita dipanggil menghadap Tuhan sekarang, dapatkah kita mempertanggungjawabkan hidup kita dengan baik di hadapan-Nya? Jika Tuhan memutarkan rekaman hidup setiap ciptaan-Nya, apakah yang akan kita lihat dari rekaman itu? Apakah kita akan melihat hidup tanpa pengendalian diri dalam memakai waktu, atau hidup yang dipakai untuk memuliakan Tuhan?

“Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan.”
(Efesus 5:15—17)

Wednesday, November 22, 2017

Dewasa dan Menguasai Diri



by Eunike Santosa

Apa yang membedakan anak kecil umur 3 tahun dengan orang dewasa? Jawabannya adalah penguasaan diri. Yang satu, yaitu orang dewasa, bisa mengontrol dirinya, sementara anak kecil belum. Menurut Psychology Today, penguasaan diri adalah hal yang membuat kita berbeda dari kingdom Animalia dikarenakan oleh perbedaan dalam prefontal cortex (bagian dari otak) kita. Bagian otak ini adalah yang mengontrol kemampuan untuk menunda dorongan, impuls atau hasrat demi tujuan jangka panjang. Daripada merespon dengan dorongan sekejap, kita bisa membuat rencana, mengevaluasi opsi alternatif, dan tentunya, menghindari hal-hal yang bisa kita sesali. (1)

Dalam konteks kekristenan, John Piper menuliskan bahwa istilah ‘penguasaan diri’ mempunyai implikasi ‘diri’ sendiri yang perlu ‘dikuasai’. Hal ini berarti bahwa kita mempunyai kencenderungan, hasrat diri yang tidak seharusnya dipuaskan tapi justru harus diperangi, ditundukkan. Yesus sendiri pun mengatakan bahwa untuk mengikuti Dia, kita harus menyangkali diri; dengan kata lain, kita menyatakan bahwa bukan lagi hasratku, namun hasrat-Mu yang harus dipenuhi. 

Kabar gembiranya adalah, sebagai orang Kristen yang sudah dimenangkan, Paulus dalam suratnya ke jemaat Galatia mengatakan bahwa:

Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya (5:24). 

Sebab oleh Roh, dan karena iman, kita menantikan kebenaran yang kita harapkan. (5:5). 

...hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging. (5:16). 


Dengan kata lain, sebagai orang merdeka yang hidup oleh Roh, kita dimampukan oleh Roh Allah lewat iman, sehingga kita BISA menguasai diri dan menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging. Jadi... logikanya, ga bisa tuh ada alasan untuk mengatakan bahwa kita gak bisa kontrol diri sendiri; secara, kalau seseorang benar-benar sudah hidup dalam Kristus, maka Roh yang ada dalam dirinya akan memampukan dia untuk menolak hasrat diri, termasuk emosi-emosi ga jelas. :)

Hal lain yang bisa kita simpulkan juga adalah, fakta bahwa semua itu adalah karya Roh Kudus harus membuat kita rendah hati. Secara, kemampuan untuk mengendalikan diri datang bukan dari kekuatan kita, tapi karena Roh. Jadi kita tidak boleh sombong oleh karenanya. Allah lah yang perlu dimuliakan, bukan diri sendiri seperti yang ditulis oleh Paulus kepada jemaat Korintus (1:29-31). (2)

Supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah. Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita. Karena itu seperti ada tertulis: "Barangsiapa yang bermegah, hendaklah ia bermegah di dalam Tuhan."

Nah, kemudian, kira-kira dalam hal apa saja kah kita bisa melatih penguasaan diri? Bapak Rick Warren menuliskan bahwa, orang-orang yang bisa menguasai diri, bisa menguasai emosi mereka (baca: ga moody). Sebagai perempuan, sering kita mendengar para pria mengomel kalau kita ini moody, ga jelas, emosian, dsb. Jengkel? Yah, ada benarnya di satu sisi. Namun, jangan jadikan alasan bahwa karena kamu adalah wanita yang adalah makhluk emosional, sebagai pembenaran untuk mengikuti mood atau emosi spontan saja. Ikuti hikmat surgawi: follow your head, control your heart. Kitab Amsal bilang, orang yang tidak bisa menguasai diri adalah seperti kota tanpa tembok, yang artinya tanpa pertahanan. Kalo diserang yah ambruk, kalah, mati. Dan ini bodoh. (3)

A person without self-control is like a city with broken-down walls.

He will die for lack of self-control; he will be lost because of his great foolishness.


Setelah menguasai emosi, penguasaan diri dapat dilanjutkan dengan menguasai kata-kata. Kontrol lidahmu, kemudian kontrol juga tindakanmu. Jangan kehilangan keanggunanmu! Seorang wanita yang bisa mengontrol diri dan kata-kata pastinya bisa memenangkan hati banyak pria bukan? *kedip mata* Kemudian, untuk langkah lebih lanjut, aplikasikanlah penguasaan diri dalam hal menggunakan waktu, uang, dan kesehatan—jangan buang-buang waktu, uang, dan tubuh sehatmu! Sebab hari-hari ini adalah jahat bukan? :)

So prepare your minds for action and exercise self-control. Put all your hope in the gracious salvation that will come to you when Jesus Christ is revealed to the world.





Monday, November 20, 2017

How to Manage Your Busy Day (2)


by Tabita

Post ini merupakan kelanjutan dari post sebelumnya yang bisa kamu baca di sini. Mari kita lanjutkan, setelah poin pertama kemarin: start your day with devotional time.

2. Atur jadwal dan prioritas 
Salah satu kebingungan yang dihadapi semua orang adalah gimana caranya buat bikin jadwal dan set a priority list. Ya apa ya, hayoo? :p

Nah, aku menyarankan temen-temen buat beli buku agenda dan catet setiap jadwal maupun deadline yang harus dikerjain. Buat yang nggak biasa nyatet jadwal, bisa set alarm di gadget. Kalo nggak bisa ngelakuin dua-duanya, hmm... berdoalah biar inget sama jadwal dan tugas yang ada :”) hehe.

FYI, aku juga bukan tipe orang yang suka nyatet jadwal dan deadline, sih. Tapi karena belakangan ini ada banyak hal yang harus kukerjain, jadi mau nggak mau harus nyatet deh (tetep aja sih... buku agendaku nggak kubuka—kecuali kalo baru iseng *lah). Terus waktu aku buka Instagram, ada banyaaaakkkk banget akun-akun yang upload catetan maupun agenda mereka di buku. Unyu-unyu dan rapi pula! Suka lihatnya huahahaha!! Jadilah aku semangat buat nyatet :p Hehe

Gimana dengan prioritas? Hm, kita tahu kan ya, kalo Tuhan harus jadi prioritas terutama kita. Sesibuk dan secapek apapun, hubungan kita dengan-Nya nggak bisa digantiin sama apapun juga. Dengerin lagu rohani sih, boleh (banget); tapi itu nggak cukup buat gantiin SaTe dan BR kita. Persekutuan maupun kebaktian itu harus (sebagai bentuk disiplin rohani kita bareng sodara seiman); tapi itu nggak bisa gantiin esensi (ciehh hahaha) persekutuan pribadi kita setiap hari sama Tuhan.

Buat yang udah berkeluarga (maupun yang masih stay di rumah bareng ortu), keluarga jadi prioritas kedua. Inget: rumah bukanlah kos di mana kita bisa makan, mandi, dan tidur tanpa harus berinteraksi rutin dengan pemilik rumah (ato minimal yang jadi kepala keluarga di situ). Sesibuk dan secapek apapun, jangan lupa buat sapa keluarga kita. Kalo ada waktu luang, sesekali adain kegiatan bareng mereka :)

By the way, aku masih jatuh bangun soal ini. Mana sering dimarahin sama Mama pula haha. Tapi aku mau terus berjuang buat bisa sisihin waktu buat keluarga -- walopun itu artinya deadline dan berbagai tugas di dunia ini numpuk lol!

Studi, pelayanan, dan pekerjaan ini relatif. Tergantung mana yang urgent dan harus masuk list ketiga prioritas. Tetep doain dan minta Tuhan buat tunjukkin ke mana Dia pengen kita pergi. Percuma kita pelayanan mantep jiwa, tapi dalam studi ato pekerjaan kita jadi batu sandungan. Sebaliknya, percuma kita bisa dapet nilai bagus ato dipuji atasan tapi hubungan pribadi kita sama Tuhan nol.

“Kalo pacar masuk mana?”

Pacar masuk ke... nggak tahu, sih :p Yang penting tetep prioritaskan hubungan kita sama Tuhan, tugas dan tanggungjawab lainnya bisa kita kerjain dengan baik, dan hubungan kita sama pacar memuliakan Tuhan (serta jadi berkat buat orang lain, tentunya).

3. Cope With Your Stress! 
Ga salah lho, buat sesekali refreshing and taking a break for a while from our business and routine. Kalo cuma terkurung dalam kesibukan mulu, pasti capek. Ujung-ujungnya jadi stres dan malah ngomel. Waduh, nanti hari-hari kita isinya cuma ngedumel doang kan, repot -.-“ Sebelum ubun-ubun kita meledak saking keselnya, yuk, refreshing sejenak! :)

Setiap orang punya cara coping with stress-nya masing-masing. Ada yang nyuci piring sambil dengerin musik, makan ato minum coklat (katanya sih, bisa ningkatin mood. Dan emang bener :p), istirahat buat “bayar utang” (ini perlu), dan jalan-jalan. Selama itu nggak bikin kita tambah stres ke depannya, coba aja dilakuin! :) Oiya, mungkin kita bisa juga ubah susunan perabot rumah biar jadi semangat lagi (aku udah pernah, dan lumayan ngefek hehe. Tapi jangan lupa: beres-beres rumah kalo ada niat buat memulai dan mengakhiri lol).

So, semangat buat mengatur rutinitas dan kesibukan kita, ya. Jangan sampe apa yang udah Tuhan percayain ke kita malah disia-siakan karena omelan dan stres yang nggak diperlukan :) Have a blessed day! Cheers! 

Friday, November 17, 2017

How to Manage Your Busy Day (1)


by Tabita

Siapapun kita pasti punya kesibukan masing-masing. Baik sebagai mahasiswa, karyawan kantoran, freelancer, guru, maupun pekerjaan lainnya (apalagi ibu rumah tangga (alias IRT) yang kerjanya 24 jam tiap hari). Dan dalam setiap pekerjaan kita tentu dipenuhi dengan tugas maupun tuntutan. Ya, nggak? :p

Yang mahasiswa harus rela begadang (bahkan berhari-hari) buat nyelesaiin tugas di sela-sela ujiannya. Yang kerja juga harus rela lembur biar pekerjaannya nggak tambah numpuk. Yang IRT sibuk terus dari sebelum subuh sampai larut malam buat mastiin suami dan anak-anaknya baik-baik aja. Haduduu~ terus kapan dong, waktu refreshing-nya!? Serasa hidup isinya cuma buat tugas dan nuntasin kewajiban aja. #sigh

Tenang, di sini ada beberapa tips buat mengatasi masalah di atas. But remember: nggak semua cara di sini bisa diterapkan, karena ini adalah cara yang biasa aku lakuin. Caraku belum tentu sama dengan caramu, tapi semoga artikel ini dapat menolong kalian, ya ☺

1. Start a day with a devotional time 
Boleh percaya boleh nggak, tapi aku merasa hari-hariku akan terasa lebih baik setelah aku saat teduh (SaTe) dan Bible reading (BR). :) Well, nggak tahu kok bisa kaya’ gitu, sih... Tapi nggak cuma aku yang ngerasa gitu. Banyak temenku juga ngerasain hal yang sama. Rasanya kalo nggak SaTe gitu, bad mood mulu sepanjang hari.

“Aku nggak pernah SaTe, tuh. Apalagi BR. Buat buka Alkitab aja mager berat. Tapi hidupku baik-baik aja. Aku tetep hepi sepanjang hari hehe.”

Pearlians, SaTe dan BR bukanlah sarana agar hari-hari kita jadi lebih baik. Nggak ada jaminan gitu. Tapi dua hal tersebut adalah disiplin rohani yang kita butuhin buat tahu apa kehendak Tuhan dalam hidup kita. Gimana kita mau tahu kehendak-Nya kalo kitanya aja nggak mau baca Alkitab?

Dulu aku pernah hampir dua minggu nggak SaTe gara-gara banyak tugas yang harus kukerjain. Apalagi BR—ha baca Imamat aja udah ngantuk duluan lol. Awalnya sih, ngerasa bersalah. Lha biasanya SaTe terus tiap hari, kok abis itu nggak? Lama kelamaan jadi keterusan buat nggak SaTe, deh :p Nggak ada perubahan signifikan (wahahaha maaf bahasanya terlalu tinggi karena banyak makalah :p) yang terjadi saat itu.

TAPI, di satu titik aku ngerasa ada something wrong. Hidupku rasanya kosong. Aku mikir, “O, paling gara-gara sibuk nugas sama pelayanan.” (Lah, malah nyalahin pelayanan #huft). Ternyata nggak. Walopun aku jajan coklat dan tidur buat “bayar utang”, tetep aja rasanya ada yang kosong. Sampe akhirnya Tuhan ingatkan lewat kotbah dan teman-teman yang juga punya pergumulan yang sama. And I find the answer: I felt empty because I didn’t let God fill my life totally. Mulai sejak itu, aku jadi semakin taat buat SaTe dan nyatetin rhema apa yang Tuhan kasih :) Dan puji Tuhan, aku juga udah mulai BR Maret lalu (thanks to Ci Lia and Ci Fiona! :D). Iya sih, sampe detik ini aku masih bergumul tentang waktu buat menjaga hubungan pribadi sama Tuhan. Tapi bersyukur banget karena Tuhan kasih sodara-sodara seiman yang menguatkan dan terus ingetin pentingnya having a devotional time with Him :)

Oh iya. Yohanes pun mencatat sebuah peristiwa di mana Yesus meminta air kepada perempuan Samaria—yang dicap buruk oleh banyak orang (silakan baca artikel Ci Sarah tentang peristiwa itu di sini). Di sini Yesus, secara nggak langsung, mau bilang ke kita bahwa Dialah Air Hidup yang selama ini dicari banyak orang yang merasa kosong dan haus secara rohani:

”Maka datanglah seorang perempuan Samaria hendak menimba air. Kata Yesus kepadanya: “Berilah Aku minum.” Sebab murid-murid-Nya telah pergi ke kota membeli makanan. Maka kata perempuan Samaria itu kepada-Nya: “Masakan Engkau, seorang Yahudi, minta minum kepadaku, seorang Samaria?” (Sebab orang Yahudi tidak bergaul dengan orang Samaria.)

Jawab Yesus kepadanya: “Jikalau engkau tahu tentang karunia Allah dan siapakah Dia yang berkata kepadamu: “Berilah Aku minum! niscaya engkau telah meminta kepada-Nya dan Ia telah memberikan kepadamu air hidup.”

(Yohanes 4:7-10, TB)

So, ketika kita ngerasa kosong dan berusaha cari minuman buat hati kita yang haus, inget kata-kata Blaise Pascal ini, “Satu-satunya yang dapat mengisi kekosongan hati kita adalah Tuhan Yesus Kristus.”

Okee, itu bagian rohaninya yaaa :p Bagian keseharian akan aku bahas di post berikutnya :) See ya!