Wednesday, March 29, 2017

Hai, Apa Kabar?



by Felisia Devi

Kalau saya amati, kalimat “Hai, apa kabar?” sering sekali ditanyakan saat baru bertemu. Bisa jadi pertanyaan itu serius, bisa juga basa basi.

Seseorang pernah mengajukan pertanyaan tadi kepada saya dan saya jawab , "Kabar saya baik sekali, luar biasa bahkan." Tiba-tiba dia bertanya lebih dalam kenapa saya bisa menjawab begitu semangat sekali. Dia juga menebak-nebak alasan kenapa kabar saya luar biasa.

"Abis dapat bonus?"
"Punya pasangan?"

Tebakannya waktu itu banyak sekali dan saya cuma bilang dalam hati, "Cukup kali nebak-nebaknya."

Tapi, lewat pertanyaan itu Tuhan mengingatkan saya untuk intropeksi diri. Iya ya, kenapa saya bersemangat sekali mengatakan, “ Kabar saya baik sekali, luar biasa bahkan." Tuhan mengingatkan saya untuk bisa menjelaskan apa yang saya rasakan dan kenapa bisa merasa seperti itu.

Setelah saya renungkan, saya bisa berkata seperti itu bukan karena materi yang saya dapatkan atau miliki, bukan karena karir saya naik atau cemerlang, bukan juga karena sudah dapat jodoh, bukan karena banyak teman, bukan karena lagi banyak pergi nongkrong, bukan karena liburan bahkan bukan karena keluarga...

Mungkin dulu sebelum kenal Tuhan, saya menggantungkan kebahagiaan saya pada semua hal yang saya sebut tadi. Tapi setelah bertemu dengan Kebenaran, semua itu bukan dasar yang membuat saya berkata keadaan saya baik dan senang. Saya akhirnya mengerti bahwa hal-hal yang dulu menjadi alasan saya senang, sifatnya hanya sesaat.

Hidup dalam Tuhan-lah yang membuat saya lebih dari bahagia. Tiap kali saat teduh, tiap kali saya tanya Tuhan, Tuhan selalu mengajar dan memberi pengertian tentang hal-hal baru. Dia memberikan cinta-Nya kepada saya setiap hari, setiap kesempatan, setiap waktu. Tuhan selalu ada buat saya. Cinta-Nya membuat saya lebih dari bahagia. Itulah sukacita. Hanya Tuhan yang bisa memberikannya.
Ya, karena Dia hati kita bersukacita, sebab kepada nama-Nya yang kudus kita percaya. – Maz 33:21
Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya TUHAN, dengan pekerjaan-MU, karena perbuatan tangan-MU aku akan bersorak-sorai. – Maz 92:4

Monday, March 27, 2017

Joyful Eating



by Yunie Sutanto

“You are what you eat,” kata para pakar nutrisi. Pilihan makanan yang baik akan menentukan kondisi kesehatan pikiran, emosi dan tubuh.

Tubuh kita adalah bait Allah, seyogyanya kita rawat dan beri nutrisi yang menyehatkan. Jangan cuek dengan pola makan, sampai-sampai jam makan tidak beraturan dan menu pun tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh. Biasanya karena budaya buru-buru, makanan cepat saji menjadi pilihan, padahal makanan yang masuk kategori slow food and home cooked itu jauh lebih sehat.

Pilihan menu yang tepat menentukan juga kondisi tubuh kita lho. Makan secukupnya dan pada waktunya juga lebih menyehatkan daripada gaya makan yang sekenyang-kenyangnya ala buffet all you can eat. Pola makan yang salah juga bisa mempengaruhi mood, karena micro-nutrients yang tidak terpenuhi dapat mengakibatkan emosi labil.

Nah soal urusan perut, kita harus disiplin melatih diri untuk memilih yang dibutuhkan tubuh, bukan yang disukai lidah. Let food be thy medicine. Jangan menunggu sakit dahulu baru mengurangi makanan jenis tertentu. Seringkali kita melakukan diet ini itu setelah divonis dokter. Padahal, merawat tubuh seharusnya dilakukan secara proaktif sejak dini!

Inget bangsa Israel di padang gurun? Tuhan yang menyediakan pilihan menunya dan jam makannya loh.
Jadi Ia merendahkan hatimu, membiarkan engkau lapar dan memberi engkau makan manna, yang tidak kaukenal dan yang juga tidak dikenal oleh nenek moyangmu, untuk membuat engkau mengerti, bahwa manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi manusia hidup dari segala yang diucapkan TUHAN. – Ulangan 8:3
Tuhan tidak memberi yang enak di lidah saja. Ia tidak memberi menu makanan yang popular. Ia justru memberi manna yang asing bagi orang Israel. Sebagai orang Indonesia, kalau sudah terbiasa makan nasi disuruh makan kentang tiap hari aja susah menelannya. “Serasa belum makan nih kalau bukan makan nasi,” begitu yang sering kita dengar. Bagaimana dengan umat Israel waktu itu ya? 40 tahun menu yang sama: manna! Zona nyaman bangsa Israel untuk urusan perut betul-betul dilatih Tuhan di padang gurun.

Nah bagaimana dengan kita? Ayo mulai melatih diri makan makanan yang menyehatkan dan memelihara tubuh! Sebagai wanita, saat PMS perubahan hormon pada tubuh adakalanya membuat mood sering uring-uringan, emosi jadi labil dan sensitive. Kita musti belajar mengubah pilihan menu saat merasa agak tertekan dan sensitif. Ada kalanya tubuh kekurangan “feel good factor” yang disebut serotonin. Orang yang tertekan memiliki level serotonin yang rendah di tubuhnya. Serotonin dikenal sebagai mood stabilizer, yang jika kadarnya rendah bisa ditingkatkan dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar tryptophan yang tinggi. Nah kalau lagi merasa mudah emosi tanpa sebab, sedikit-sedikit marah, sensitif dan moody, ada baiknya memilih makanan yang kaya tryptophan. Contohnya: telur yang kaya protein, juga kacang almond (ganti susu sapi dengan susu almond yang kaya kandungan tryptophan), juga konsumsi buah nanas potong atau bisa juga dijus.

Nah, saya punya menu andalan saat saya membutuhkan asupan tryptophan, yaitu Nasi Goreng Nanas.

Bahan:
300 gram nasi dari beras yang pera (lebih baik nasi kemaren)
4 siung bawang putih
1/4 bawang bombay ukuran sedang, iris kecil-kecil
150 gr nanas, iris kotak-kotak kecil
50 gr cabe keriting atau paprika merah, atau sesuai selera
Irisan daun bawang sesuai selera
1 butir telur bebek
Garam dan gula secukupnya
Minyak untuk menumis

Cara Memasak:
  1. Panaskan minyak di wajan lalu masukkan bawang putih dan bawang bombay, tumis hingga wangi. 
  2. Pecahkan telur bebek di wadah, untuk memastikan telurnya tidak busuk, lalu baru tuang ke wajan. 
  3. Tambahkan garam secukupnya.
  4. Masukkan nanas dan cabe atau paprika. 
  5. Masukkan nasi dan aduk rata , bumbui garam dan gula, pastikan merata bumbunya. 
  6. Masukkan daun bawang terakhir dan aduk rata.
Siap disajikan!

Friday, March 24, 2017

Joy: Deeper Than Happiness


by Yunie Sutanto


Apakah joy (sukacita) itu sama dengan happiness (kebahagiaan)? Sekilas saya pikir keduanya sama, namun setelah diamati nampaklah perbedaan keduanya.

“The joy of the Lord is my strength…” lirik lagu sekolah minggu ini populer sekali. Sukacita Tuhanlah sumber kekuatan kita, bukan? Seperti mentari yang bersinar dan membagikan cahayanya kepada sekelilingnya, demikianlah sukacita memancar dari hati dan menerangi sekelilingnya.

Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.
Matius 5:14-16

Wow, dashyat banget ya saat Tuhan Yesus ada di hati kita? Sukacita-Nya memenuhi hidup kita. Sukacita adalah hasil persekutuan intim dengan Bapa. Sukacita tidak tergantung pada faktor-faktor eksternal, tapi justru lahir dari dalam hati yang memiliki persekutuan erat dengan Tuhan Yesus. Ada aliran-aliran air hidup, ada kehidupan yang terpancar dari hati. Perkataan yang disampaikan membawa kehidupan, bukan mematikan semangat. Ada hikmat dan pengajaran di lidah kita sehingga bibir kita menggembalakan banyak orang. Apa yang keluar di mulut itu meluap dari hati, jadi sukacita yang ada di hati itu terpancar dari kata-kata.

Sebagai seorang wanita, sukacita adalah kosmetik yang paling wajib dimiliki. Wanita yang hatinya dipenuhi sukacita akan tampak mempesona.

There is in this world no function more important than that of being charming - to shed joy around, to cast light upon dark days, to be the golden thread of our destiny and the very spirit of grace and harmony. Is not this to render a service? - Victor Hugo [emphasis added]

To shed joy around, kemanapun wanita yang bersukacita melangkah, ia menaburkan sukacita di sekelilingnya. Orang menyukai keberadaannya, ia menjadi terang Kristus dimanapun ia berada.

Lantas , bagaimana dengan happiness (kebahagiaan)?

Definisi bahagia versi tiap orang beda-beda. Bahagia itu terjadi jika tubuh saya betisnya bisa lebih ramping, punya tabungan 1 triliun dan aneka bisnis yang menghasilkan passive income, punya suami yang romantis kayak di film korea, atau seperti di novel-novel, punya rumah sendiri, ga numpang ma mertua terus, bisa jalan-jalan ke luar negeri tiap liburan, bisa punya pasangan dalam tempo sesingkat-singkatnya, bisa punya momongan, bisa kuliah lagi, bisa dapat lowongan pekerjaan…

Wah kalau dibikin daftar bisa ga habis itu ya?

Ada juga yang bilang, “Bahagia itu sederhana”. Misalnya, bisa makan mi instant dan minum kopi tubruk pagi ini tuh udah bahagia. Nikmati aja hidup, bukankah bahagia itu sederhana? Tapi, sesederhana apapun, tetap saja yang namanya bahagia itu ada syarat dan kondisi yang harus dipenuhi. Jika saya ……..maka saya bahagia. Titik-titik diisi dengan versi bahagia masing-masing.

Setelah membahas dua kata ini, ternyata berbeda banget ya sukacita dengan bahagia? Sangat berbeda! Apa yang kita gunakan sebagai dasar hidup kita? Sukacita Tuhan yang lahir dari hati, atau bahagia yang berdasarkan keadaan? Kalau dasar hidup kita keadaan kok rasanya rapuh banget ya hidup kita? Pantesan mood swing terus, uring-uringan terus, karena hidup berdasarkan syarat dan kondisi. Kalau tanggal-tanggal tertentu, banyak wanita yang jadi bad mood dan overacting. Wah, ga enak banget hidup di bawah kendali emosi dan hormon ya?

Kita yang sudah lahir dari Roh, yuk hidup juga mengandalkan buah-buah roh, salah satunya sukacita. Sukacita yang tetap ada, sekalipun kena PHK, sekalipun lagi PMS, sekalipun diputusin cowok, sekalipun berat badan naik terus, sekalipun jerawat seperti ternak mutiara, sekalipun sidang tidak lulus, sekalipun…….

Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang,
namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.Habakuk 3:17-18

Yes! Keputusan ada di tangan kita. Pilih yang mana yang menjadi landasan hidup? Joy vs happiness? I choose joy! What about you?

Wednesday, March 22, 2017

Book Review: Women Living Well by Courtney Joseph


by Yunie Sutanto


Judul Buku: Women Living Well
Finding Your Joy in God, Your Man, Your Kids and Your Home
Pengarang: Courtney Joseph
Penerbit: Thomas Nelson

How well do I live my life? Andaikata para wanita diminta mengisi survei untuk menjawab pertanyaan ini, kira-kira apa hasilnya ya? Not well, well, atau very well?

Bagaimana dengan anda, jika pertanyaan yang sama saat ini dilontarkan pada anda? Are you living well?

People who are living well are those who enjoy their life to the fullest. Hidup dapat menjadi sukar diprediksi, namun apapun yang terjadi, mereka bisa tetap menikmati setiap proses kehidupan. Instead of complaining, their lives are full with gratitude.

We are living in a fast-pacing world, waktu berputar cepat, rasanya kita selalu kehabisan waktu. Banyak hal yang harus dilakukan, tapi rasanya waktu selalu kurang. Kita merasa perlu lebih dari 24 jam sehari.

Budaya masa kini membiasakan kita hidup serba cepat. Kalau soal makanan ada fast food, soal kirim pesan ada instant messages, soal kurir kirim barang pun ada kurir express. Budaya yang tergesa-gesa menjadi gaya hidup generasi teknologi. Kita pun seolah disetir oleh era ini untuk serba tergesa-gesa. Panic attack jadi sesuatu yang biasa. Tak heran banyak penyakit saraf bermunculan, yang akarnya adalah rasa kuatir dan rasa tidak aman yang terus-menerus memborbardir isi pikiran.

Then, how to hold vintage values in a modern world? Is it possible? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang dijawab oleh buku ini.

Now, back to the question: Are you living well? Living well in this fast pacing era, what’s the secret? I am living well because I have the Living Well within my heart.

Jika kamu merasa memiliki hidup yang terburu-buru dan penuh kekuatiran, cobalah baca buku ini. Buku ini membawa kita kembali kepada Air Hidup yang merupakan sumber ketenteraman batin kita. Sebagai pengikut Kristus, wanita-wanita ditantang untuk memprioritaskan Kristus dan waktu teduh dalam hari mereka. So in this journey to living well,we must go to the source of it: the Living Well !

Barangsiapa percaya kepada-Ku, seperti yang dikatakan oleh Kitab Suci: Dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup. Yohanes 7:38

Dan dasar dari segala sesuatu adalah berjalan bersama Yesus. Penulis buku ini membawa pembacanya untuk memikirkan kembali peran yang mereka jalani: sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga. Tapi untuk menjalankan semua peran itu dengan baik, bagaimana berjalan bersama Sang Raja adalah prioritas yang dia garisbawahi dan menjadi prioritas utama.

Buku ini sangat saya rekomendasikan. Gaya penulisannya santai, ringan dan sangat up to date! Menurut saya, ratingnya empat dari lima bintang.

Monday, March 20, 2017

Sukacita dalam Ketaatan


by Glory Ekasari


Manusia pada umumnya berpikir bahwa mereka akan senang bila dibebaskan melakukan apa saja yang mereka mau. Hukum atau aturan adalah beban yang membuat kita merasa terkungkung. Bila tidak ada larangan, tidak ada aturan, bebas sebebasnya, baru kita akan bahagia! Tapi benarkah demikian? Bila kita bebas melakukan apapun yang kita mau, dan tidak ada seorangpun yang membatasi kita, bukankah itu berarti tidak ada yang peduli dengan kita?

Saya akan memberi contoh sederhana dalam hal ini. Baru kemarin saya ngobrol dengan pacar tentang bentuk kepedulian saya kepada dia. Saya bilang, kalau saya peduli pada seseorang, saya justru jadi banyak ngomel (maklum, wanita). Kalau dia makan makanan yang tidak baik untuk kesehatan, melakukan aktivitas yang membahayakan, atau sekedar naik motor tidak pakai jaket, saya akan ngomel-ngomel. Itu bukan karena saya tidak sayang diasebaliknya, justru karena saya peduli pada keadaannya, makanya saya cerewet.

Di sisi lain, pacar saya jadi sering minta izin kalau mau makan makanan yang kira-kira akan bikin saya ngomel (sudah tentu izin tidak keluar :p), atau melakukan aktivitas yang akan membuat dia dimarahi oleh saya. Saya tahu itu bukan karena dia takut, tapi karena dia tidak mau membuat saya kuatir atau marah atau sedih. Dia memperhatikan perasaan saya, dan karena itu dia merespon dengan menjaga dirinya baik-baik, sebagaimana yang saya inginkan.

Itu contoh dari manusia yang tidak sempurna. Tuhan mah lebih baik dari kita, Dia tidak ngomel seperti saya. Tapi prinsipnya sama: Tuhan memberi kita aturan karena Dia memperhatikan dan mengasihi kita; kita taat kepada Tuhan bukan karena takut, tapi kita merespon kasih-Nya itu, dan menunjukkan kepada Tuhan bahwa Dia penting bagi kita.

Dan ketika kita mengasihi Tuhan, menyenangkan Dia menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi kita. Tuhanlah yang menciptakan kita, dan Dia tahu apa yang paling memuaskan hati kita: diri-Nya sendiri. Karena itu ketika orang Israel datang dan bertanya, apa sebenarnya yang paling Tuhan inginkan dari manusia, apa yang menjadi tujuan keberadaan kita, Dia menjawab:
“Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dan dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu.” Matius 22:37

Ketika kita mengasihi Dia, sukacita meluap dalam hati kita. Ketika kita menaati firman-Nya, kita mendapat kebahagiaan. Kitab Mazmur dibuka dengan kata “berbahagialah”, dan orang yang berbahagia adalah orang yang mencintai firman Tuhan dan melakukannya dalam hidupnya. Dunia bisa berkata lain; mereka menjanjikan sukacita dari harta benda, berbagai kesenangan, dan sebagainya, tetapi sukacita yang sejati hanya ada ketika kita hidup dalam ketaatan kepada Tuhan.

Banyak anak berkata bahwa cita-cita mereka adalah membahagiakan orang tua. Bisa jadi yang dimaksud adalah mewujudkan keinginan orang tua yang belum dapat mereka penuhi sendiri. Saya ingat ketika saya kecil, saya tanya mama, apa yang dia inginkan untuk hadiah ulang tahun. Mama menjawab, “Mama cuma mau kamu nurut.” (Saya waktu itu memang bandel.)

Tuhan pun berkata, “Jika kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti perintah-perintah-Ku.” Ini yang paling Tuhan inginkan; dan bila kita mengasihi Dia, kita tentu ingin mewujudkan keinginan-Nya. Bila kita berhasil mewujudkan keinginan-Nya,
Bila kita berkata “tidak” pada pencobaan dan bertahan dalam ketaatan,
Bila kita lebih mementingkan melayani Tuhan daripada bersenang-senang,
Bila kita memilih menderita karena iman daripada berbuat dosa,

Kita akan bersukacita, karena kita telah menyenangkan Dia yang kita kasihi.

Friday, March 17, 2017

Sukacita oleh Kasih Karunia



by Glory Ekasari


Saya sedang tidur-tiduran di kasur sambil memikirkan bahan untuk blog post ini. Sukacita, pikir saya. Apa yang akan saya bahas tentang sukacita? Saya browsing folder dalam ingatan saya, mencari sesuatu untuk ditelaah. Sukacita, bahasa Yunaninya chara. Saya kok merasa ada kata lain yang terkenal yang mirip dengan kata itu. Lalu saya ingat! Kata yang bertetangga dengan chara itu adalah charis, yang artinya... Kasih karunia.

Charis bisa juga berarti syukur, namun makna mendasarnya adalah kasih karunia. Pikirkan hal-hal itu: kasih karunia, ucapan syukur, sukacita... Saya tiba-tiba melihat benang merah di antara mereka. Pemakaian awal kata chara dalam Perjanjian Baru adalah dalam kisah kelahiran Yesus. Ketika para gembala sedang menjaga domba di padang, seorang malaikat menjumpai mereka dan berkata:
“Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.

Jauh sebelum peristiwa itu, nabi Yesaya telah bernubuat kepada bangsa Israel:
Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar; mereka yang diam di negeri kekelaman, atasnya terang telah bersinar. Engkau telah menimbulkan banyak sorak-sorak, dan sukacita yang besar; mereka telah bersukacita di hadapan-Mu, seperti sukacita di waktu panen, seperti orang bersorak-sorak di waktu membagi-bagi jarahan. —Yes. 9:2-3

Dari mana kesukaan besar itu berasal? Bukan dari banyak harta, bukan juga dari berbagai kesenangan yang ditawarkan dunia. Kesukaan itu berasal dari Sang Juruselamat yang dijanjikan Allah: Kristus Yesus, Tuhan. Mengapa kehadiran-Nya memberikan sukacita? Karena di dalam Yesus, kasih karunia Allah dinyatakan bagi kita.
Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. —Yohanes 1:14

Saya ini termasuk tidak begitu ekspresif untuk ukuran cewek. Saya jarang sekali tertawa terbahak-bahak dan tidak pernah menangis histeris. Jangankan histeris, nangis aja jarang. Tapi ada satu hal yang, setelah saya perhatikan, tidak bisa saya bicarakan tanpa memunculkan haru dalam hati saya, bahkan kadang sampai harus menahan nangis. Itu adalah ketika saya menceritakan kasih Tuhan yang saya terima dalam Yesus. Saya tidak bisa berkata, Saya orang berdosa, tapi Yesus mengasihi saya dan mati buat saya, tanpa merasakan getaran dalam hati saya. Bicara saya jadi terbata-bata dan air mata siap meluncur. Sukacita terdalam yang saya rasakan mengalir keluar bersama dengan air mata, karena hati saya dipenuhi ucapan syukur, karena saya telah menerima kasih karunia yang begitu besar.

Sebagai orang Kristen sekalipun, saya tidak lantas senang terus. Hidup kita tentu ada senangnya, ada sedihnya, ada manis, dan ada pahitnya. Bersukacita bukan berarti nyengir terus. Sukacita yang sejati adalah keadaan dimana duka tidak dapat menguasai kita, dan kekecewaan tidak mengalahkan kita, karena kasih karunia Allah memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus. Dalam sukacita ini, kita dapat mengucap syukur, karena mata kita tidak tertuju pada masalah, melainkan kepada Dia, the Author and Finisher of our faith.

Di gereja tempat saya beribadah, ada satu lagu yang dikenal baik oleh jemaat. Liriknya berkata:
Bersuka! Bersuka dalam Tuhan
Mari bersuka! Bersukacitalah!

Bersukacita dalam Tuhan. Kesukaan besar datang ketika Juruselamat, yang penuh kasih karunia dan kebenaran, tinggal dalam hati kita. Di luar Yesus, kita bisa mendapatkan kesenangan dan kepuasan yang sifatnya sementara. Di dalam Yesus, sukacita yang kita miliki tidak terbatas, karena seperti Paulus, kita dapat berkata,
..aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, ...tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.

Wednesday, March 15, 2017

Where Joy is at?



by Glory Ekasari


Di rumah saya ada seorang tukang kebun yang juga membantu jaga malam di gereja. Tiap kali orang tua saya mendapat makanan dari acara yang mereka hadiri, kami sering memberikan sebagian untuk dia. Tapi lama-lama kami sadar bahwa kalau diberi lauk daging atau ayam, dia tidak pernah makan. Usut punya usut, ternyata dia.... sakit gigi! Anehnya, dia tidak mau ke dokter gigi, katanya karena takut. Jadilah sakit gigi itu dipelihara sekian lama.
Menurut saya sih aneh. Ke dokter gigi memang terkesan seram (maaf ya yang dokter gigi), tapi daripada terhalang makan, ya lebih baik menahan ngilu dan sakit sekejap lah. Toh setelah itu gigi jadi sehat lagi, rasa sakit hilang secara permanen, dan kita bebas makan apapun yang kita mau.
Kadang kita juga begitu dalam mencari kebahagiaan. Kita justru menghindari tempat di mana kebahagiaan dan sukacita ada, seperti orang yang tidak mau giginya diobati dan memilih tetap sakit gigi. Aneh, memang. Tapi tentu kita lalu bertanya, “Memangnya di mana ada sukacita?”
Kata dunia, sukacita itu adanya di sekitar teman-teman. Atau, kalau tidak punya teman, sukacita itu ada di berbagai macam kesenangan yang mereka tawarkan. Atau bisa juga seks, seks menawarkan kebahagiaan, katanya. Oh, uang juga bisa membawa sukacita! Being on the top of the world juga pasti dong, membawa sukacita. Apa itu betul? Raja Salomo menulis panjang lebar tentang segala kekayaan dan kenikmatan yang dia nikmati—uang, kemegahan, penundukan dari raja-raja lain, hiburan, seks, bahkan hobi berkebun—dan dia berkata, “Aku tidak menghalangi mataku dari apapun yang ingin dilihatnya”—sounds a lot like hedonism. Kesimpulannya? “Segala sesuatu adalah kesia-siaan.”
At the end of the day, it’s just you―yourself. And what will you do with that empty heart burdened with sorrow? What can other people do for you, when the problem is not with your body, but with your soul? “Find happiness inside you,” they say. Where?
Suatu kali ketika mama saya berkhotbah di gereja tempat kami beribadah, dia membagikan kesaksiannya dan menyimpulkan demikian, “Saudara, kalau Saudara ada masalah, jangan tinggalkan Tuhan, jangan libur ke gereja. Justru cari Tuhan! Datang ke rumah Tuhan, dengarkan firman Tuhan, berdoa dan cari Tuhan lebih sungguh-sungguh lagi.”
“Cari Tuhan lebih sungguh-sungguh lagi.” Banyak orang malas dalam persekutuan mereka dengan Tuhan. Berdoa sebentar dan tidak merasakan apa-apa, berhenti berdoa. Kita perlu belajar dari tokoh-tokoh Alkitab yang bersikeras bertemu dengan Tuhan secara pribadi. Daud menyukai frasa “siang dan malam”, yang menunjukkan kesungguhannya dalam mencari Tuhan. Paulus dan Silas yang dipenjara di Filipi, bukannya nelangsa dengan nasib mereka atau tidur nyenyak, malah memuji Tuhan di tengah malam—sampai terjadi mujizat bagi mereka dan keselamatan bagi kepala penjara. Menjelang pertemuan dengan Esau, Yakub bergumul secara fisik dengan Malaikat Tuhan, karena dia begitu ngotot, sehingga terucap kata-kata yang terkenal, “Aku tidak akan melepaskan Engkau sebelum Engkau memberkati aku.” Kapan terakhir kali kita berkata demikian kepada Tuhan? Sebagaimana lirik sebuah hymne yang terkenal:
Savior, Savior, hear my humble cry
While on others Thou art calling,
Do not pass me by!
Semua orang yang mencari Tuhan dengan sungguh-sungguh menemukan-Nya, karena itu adalah janji-Nya. Kalau ada janji yang diulang-ulang dalam Alkitab, dan yang terlalu sedikit kita manfaatkan, itu adalah janji Tuhan bahwa mereka yang sungguh-sungguh mencari Dia pasti menemukan-nya:
“Apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku;
Apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati.”

—Yeremia 29:13
 “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” —Matius 6:33
“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.” —Lukas 11:9
Apa yang kita temukan ketika kita akhirnya bertemu dengan Dia? Daud memberitahu kita apa yang dia temukan ketika berhadapan dengan Tuhan:
“Di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah.”
“Sukacita berlimpah-limpah.” Bukan hanya “ada sukacita”, tetapi “ada sukacita berlimpah-limpah”!

Dan Tuhan terus-menerus memerintahkan kita untuk mencari Dia dengan sungguh-sungguh karena Dia tahu hanya Dia yang dapat menjawab kebutuhan hati kita yang terdalam. No, happiness is not inside you; it is in God’s presence. He doesn’t let people go from His presence empty handed, He sends joy together with them.

Monday, March 13, 2017

Joy vs. Happiness



by Poppy Noviana


Apa sih, perbedaan dua hal di atas? Secara fisik sih, terlihat sama, bahkan bisa dibilang mirip. Contoh: wajahnya sama-sama sumringah, matanya sama-sama berbinar-binar, hidungnya kembang kempis, kakinya melompat-lompat dan reaksinya menari-nari.

Lantas apa dong, bedanya?

Beberapa fakta dapat menggambarkannya. Salah satunya adalah dari seseorang yang tidak pernah bahagia di dalam hidupnya, sekalipun ia kaya dan cakap secara fisik. Dia merasa happy saat menghabiskan waktu dan uangnya untuk berfoya-foya, namun tetap saja dia akan kembali murung dan hampa.

Sebaliknya, seseorang yang hidup sederhana bisa lebih bahagia dan merasakan kehidupan yang utuh sepenuhnya. Bahkan dia bisa bersyukur saat ditimpa kesukaran, bisa memberi saat dia sendiri membutuhkan sesuatu, dan—yang lebih ekstrem lagi—dia bisa tersenyum kepada musuh yang menganiayanya. Kok, bisa gitu ya? Well, inilah yang disebut dengan sukacita (joy).

Matius 5:3-12 (TB) berkata begini,
"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu."

Anjuran berbahagialah di atas merupakan suatu kondisi yang diajarkan dalam Alkitab—namun tidak dapat dicerna dengan mudah dengan logika. Sangat berkebalikan dan sukar dipahami. Sukacita (joy) yang sebenarnya àdalah berasal dari dalam diri manusia yang diputuskan secara sadar oleh individu tersebut. Sukacita seharusnya bersifat kekal karena kondisi apapun tidak dapat mempengaruhi seberapa besar sukacita yang dapat kita terima dan rasakan dari Allah. Maka bersukacita dan bersyukurlah, sebab Allah menghendakinya.

Berbeda dari sukacita,  kebahagiaan (happiness) berasal dari luar diri manusia dan merupakan sebuah akibat yang dipengaruhi atas sesuatu atau seseorang. Kebahagiaan bersifat sementara karena tergantung pada suatu hal.

Kebenaran lainnya yang dapat kita renungkan adalah, “Hati yang gembira adalah obat (Amsal 17:22). Bagaimana mungkin dalam kesakitan dan kondisi tidak baik, Allah malah menyuruh kita untuk memiliki hati yang gembira?

Itu artinya Allah tahu persis bahwa kegembiraan dan sukacita itu bukan berasal dari luar tapi dari keputusanmu untuk bergembira dalam hati. Memang terlalu banyak alasan untuk merampas sukacita itu dari dalam hati dan ini merupakan kesukaan ilah-ilah zaman ini melalui roh-roh pemecah belah dan perpecahan yang mengintimidasi hati dan pikiran kita. Namun ingatlah, terlalu banyak kebenaran dan juga bukti yang dapat disadari untuk membantu kita bersukacita dalam hidup ini yang telah dianugerahkan oleh-Nya.

Filipi 4:8 (TB) pun berkata, “Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.

Dan ini doaku untukmu, dear readers, “Bersukacitalah  sekali lagi kukatakan bersukacitalah”. Amin.

Friday, March 10, 2017

Adalah SUKACITA di Hatiku



by Poppy Noviana


Ada sebuah lagu sekolah minggu yang liriknya cukup mudah diingat, namun tidak mudah untuk diterapkan.
Adalah sukacita di hatiku, di hatiku, di hatiku
Adalah sukacita di hatiku, dib’rikan Tuhanku
I’ve got the joy, joy, joy, joy down in my heart
Down in my heart, down in my heart
I’ve got the joy, joy, joy, joy down in my heart
Down in my heart to stay
* And I’m so happy, so very happy
I’ve got the love of Jesus in my heart
.

Tema kita bulan ini adalah sukacita. Disadari atau tidak, rasa-rasanya sukacita sulit sekali ditemukan hari-hari ini. Mengapa demikian? Lihat saja, banyak intimidasi perihal ras dan ujaran kebencian yang saat ini terjadi. Mudah sekali ditemukan cibiran dan keluh kesah yang diucapkan dalam hati dan pikiran setiap orang. Bisa diperkirakan, iblis lah yang bersenang-senang dengan apa yang sedang terjadi di masyarakat kita.

Namun, sebagai pengikut Kristus, kita sering diajar demikian, Sukacitaku tidak datang dari apa yang di luar. Sukacita adalah keputusan hati yang aku pilih. Ketika aku meresponi sebuah penghinaan, sebuah penganiayaan, bahkan intimidasi yang merenggut sukacitaku. Allah telah memberikan sukacita itu kepadaku, melalui Kasih-Nya yang sempurna, nafas hidupku, melalui pemeliharaan jasmani dan rohani, dan melalui semua yang ada padaku saat ini. Ampuni aku, ya Tuhan, jika selama ini aku melihat rumput tetangga lebih hijau, seolah tidak ada hal yang baik dan aku lupa bersyukur. Bolehlah hari yang lalu dukacita dan merana itu memenuhiku, tapi mulai hari ini dan besok... tidak ada lagi alasan bagiku untuk merasakannya. Bukan karena kondisiku atau keterbatasanku, tapi karena aku ingin lebih dewasa dengan meresponi seluruh kejadian dalam hidupku dengan bersukacita dan bersyukur senantiasa.

Pikirkanlah bahwa kamu adalah pribadi yang dicintai, akankah kamu merasa punya alasan untuk tidak bersukacita?

Pikirkanlah bahwa kamu adalah satu-satunya yang diciptakan unik seperti saat ini. Tidak ada yang mirip denganmu selain daripada Allah sendiri yang menciptakanmu serupa dan segambar dengan-Nya. Akankah kamu bersukacita mendengar hal ini?

Pikirkanlah pula ini: seberapa banyak berkat Tuhan dan anugerah-Nya yang terjadi dalam hidupmu selama ini?

Mungkin beberapa petanyaan-pertanyaan ini dapat membantumu merenung kembali. Mungkin selama ini kamu terlalu sibuk dengan urusanmu sendiri dan lelah untuk menjalani hidup. Segala sesuatu seolah berjalan seperti sebuah rutinitas yang terus begitu saja, tanpa makna dan membosankan. Sekali lagi, kembali ke pertanyaan utamanya: adakah sukacita itu hilang daripadamu?

Nah, berikut beberapa tips sederhana yang dapat membantumu merasakan sukacita itu lagi:
a. Pikirkanlah bahwa apapun yang yang akan kamu temui hari ini adalah sebuah perkara yang sanggup kita lalui. Bukan berarti kita bisa melaluinya tanpa persiapan. Justru sebaliknya, kita harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, dengan setia melakukan perkara kecil dengan baik untuk menghasilkan sesuatu.
b. Jangan andalkan kekuatanmu sendiri. Mulailah mengandalkan Tuhan dalam dirimu.
c. Latih dirimu untuk mengucap syukur dalam segala hal dan berani bersikap untuk bersukacita meskipun apa yang kita alami terasa buruk.

Lakukan tips ini dengan doa dan tuntunan hikmat dari Allah, hal ini nampak sederhana namun tidak mudah. Semoga api sukacita itu tersulut kembali dalam hatimu dan berdampak bagi lingkungan di sekitarmu.

Wednesday, March 8, 2017

Peaceful Dessert Recipe


by Poppy Noviana

Why peaceful? For ladies, especially? Karena resep ini ngga akan bikin tambah gendut atau sampai merusak program diet kamu hehe. Damai di hati dan damai di kantong pastinya; soalnya selain harganya murah meriah, bahan-bahannya juga cukup mudah untuk diperoleh.

Yuk kita buat bareng-bareng:

Bahan utama:
Asinan dibuat dari buah pepaya mengkal dengan tekstur buah masih keras namun sudah berwarna kemerahan. Asinan pepaya ini dapat dicampur dengan buah-buahan lain; seperti kedondong, bengkoang/besusu, mangga muda dan nanas.

Bahan tambahan:
Gula, cuka, cabe, garam.

Cara pembuatan:
  1. Sortir buah-buahan favoritmu. Pilih buah-buahan yang memiliki tekstur cukup keras untuk melewati proses-proses berikutnya. Oh ya, buah-buahan tersebut harus segar ya, bukan buah yang rusak secara mekanis maupun mikrobiologis.
  2. Pastikan buah-buahan yang kamu pilih sudah bebas dari kuman dan kotoran. Kalau perlu, tambahkan klorin dalam air pencucian.
  3. Kupas kulitnya untuk kelancaran proses makan yang penuh dengan kedamaian *ciee.
  4. Potong buah-buahan sesuai selera dan jenis buahnya. Jika ingin terlihat lebih banyak, maka potonglah buah-buahan tersebut menjadi lebih kecil.
  5. Rendam buah-buahan dalam larutan garam 30 gram/liter selama dua jam.
  6. Cuci buah-buahan untuk menghilangkan rasa asin.
  7. Rendam buah-buahan dalam larutan kapur 10gram/liter untuk membuat daging buah keras. Tujuannya untuk mempertahankan bentuk buah agar tetap bagus dan enak dilihat.
  8. Cuci lagi untuk menghilangkan larutan kapur. Pastikan dicuci dengan bersih ya.

Pembuatan larutan gula (Kuah Asinan)
  1. Timbang cabe merah seberat 100 gram.
  2. Blender dengan air secukupnya, lalu saring
  3. Timbang gula seberat 400 gram
  4. Timbang garam seberat 20 gram
  5. Tambahkan gula dan garam ke dalam cabe, lalu masak sampai mendidih
  6. Tambahkan asam sitrat 3 gram/liter atau cuka sebanyak 15 mililiter/liter
  7. Jika ingin lebih tahan lama, tambahkan pengawet potasium sorbat 0,4 gram/liter, lalu dinginkan
  8. Masukkan buah ke dalam larutan gula.

Sukacita itu sederhana kok, saat kamu memilih untuk bersukacita ditemani asinan buah yang juga bisa make your day! Good luck ladies, happy tummy!

Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ragam Inovasi Olahan Menambah Pendapatan Petani ,2011, Jakarta dan http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/4987

Monday, March 6, 2017

Sukacita Datang di Pagi Hari


by Viryani Kho

"... sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak sorai." (Mazmur 30 : 5b).

Menjelang pagi terdengar sorak sorai, begitu kata Firman Tuhan. Dikatakan dalam Mazmur, sorak sorai/sukacita datang di pagi hari. Setiap hari adalah lembaran baru untuk kita. Ketika kita membuka mata kita setiap pagi, Tuhan sudah mengkirimkan paket istimewa yaitu sukacita dan kasih setia-Nya.

For Your grace is renewed every morning (Lamentations 3:23).

Satu hari yang akan kita lalui bergantung pada respon pertama kita di pagi hari. Akankah kita memilih untuk bersukacita penuh? Atau kita akan memilih hal lain seperti takut, khawatir, sedih, kecewa, marah, dan jengkel?

Ketika kita bangun di pagi hari dan dengan iman membuat pernyataan “ today will be a good day and I will be rejoiced in it”, the good day will eventually happen. Dengan pernyataan iman inilah sesungguhnya kita telah membuka pintu bagi sukacita untuk senantiasa hadir dalam hari-hari kita. Kita baru saja menerima paket istimewa, yaitu karunia sukacita yang Tuhan sudah kirimkan untuk kita. 

Sukacita itu adalah buah roh dari setiap anak-anak Tuhan yang hidup di dalam Dia. Jadi, sangat tidak mungkin bila kita hidup di dalam Dia, kita tidak merasakan sukacita sama sekali. Yang menjadi masalah adalah, tidak setiap orang mau menerima kasih karunia yang Tuhan telah berikan itu. Tidak semua orang mau membuka pintu hatinya dan menerima kado cuma-cuma yang Tuhan berikan setiap pagi.

Sukacita telah mengetuk selama berbulan-bulan, bertahun-tahun di setiap pagi dan berkata, "Ayo, biarkan aku masuk! Terimalah aku! Kamu bisa bahagia! Kamu bisa ceria! Kamu bisa menikmati hidup!" Tapi pada kenyataannya ada beberapa orang tetap mengeraskan hatinya dan tidak mau membukakan pintu.

Setiap pagi adalah lembaran baru yang Tuhan telah percayakan pada kita. Jangan kita sia-siakan paket istimewa yang Tuhan sudah berikan. Setiap pagi, tidak lagi perlu diingat-ingat kesusahan semalam, mari kita memilih untuk bersukacita. Biar sukacita itu penuh dan memampukan kita melewati sehari lagi yang Tuhan telah sediakan. Putuskan bahwa hari ini aku akan membuka pintu untuk kegembiraan dan sukacita boleh hadir di hati dan hidupku.

Mari buat komitmen, saya akan bangun setiap paginya dan berkata. “Terima kasih Tuhan untuk hari yang baru, aku mau full of joy, and I will be! I will enjoy this day, and I will try my best to cheer up someone else’s life. Aku mau memilih untuk menerima hadiah sukacita yang telah Kau berikan hari ini! Amin.”

Friday, March 3, 2017

Belajar dari Abigail


by Viryani Kho
Yuk, belajar penuh sukacita dari tokoh Alkitab satu ini, Abigail. Siapa sih sebenarnya Abigail? Dan apa yang bisa kita pelajari dari teladan iman serta karakternya yang cakap?
Nama orang itu adalah Nabal, dan nama istrinya adalah Abigail. Istrinya itu baik akal budinya dan cantik rupanya, tetapi laki-laki itu kasar dan jahat kelakuannya. Ia seorang yang degil. 1 Samuel 25:3

Abigail dan Nabal tentunya bukanlah pasangan yang serasi. Abigail terlalu baik untuk Nabal, sedangkan Nabal terlalu buruk untuk Abigail. Memang, Nabal kaya raya, punya banyak uang. Akibatnya, ia memandang dirinya sebagai orang yang sangat penting. Tetapi bagaimana pandangan orang lain? Di dalam Alkitab, hampir tidak ada tokoh lain yang dibicarakan dengan sebutan sehina Nabal. Namanya saja berarti  “degil”, atau  “bodoh”. Nabal ”kasar dan jahat perbuatan-perbuatannya”. Ia suka menindas dan mabuk-mabukan sehingga ditakuti dan tidak disukai oleh banyak orang.

Sedangkan nama Abigail sendiri berarti “bapaku sumber kesukaan” atau “bapaku membuat dirinya bersukacita.” Pernah gak sih bertanya-tanya, kok bisa yah mereka married? Kok Abigail mau sih sama Nabal? Yah, jawaban paling mungkin adalah pada zaman dulu di Alkitab pernikahan itu gak jauh-jauh dengan perjodohan. Jadi kemungkinan pernikahan Abigail dan Nabal terjadi karena perjodohan.

Bolehkah Abigail marah? Kesal? Atau bahkan berbuat jahat terhadap suaminya? Benernya berhak aja sih dia marah dan kesel. Siapa yang nggak coba? Di alkitab pun dijelaskan kisah Nabal melawan Daud. Sungguh tindakan yang tidak bijak dan mengancam keluarga mereka. Namun, Abigail tetap berbuat baik terhadap suaminya!

Setelah married, saya merasakan banget yang namanya gak gampang tunduk kepada suami. It’s always easier said than done. Tapi Abigail benar-benar seperti perempuan di Amsal 31! Dia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat!

Selain tidak berbuat jahat, saya juga percaya bahwa Abigail menjalani hari-harinya penuh dengan sukacita. Sesedih apapun pernikahan yang dia alami, Abigail berusaha untuk tetap tegar dan bersukacita.

Kenapa saya bisa yakin bahwa meskipun kehidupan Abigail tidak seperti cerita dongeng, dia tetap bersukacita? Tentu saja kita bisa lihat dari respon yang ditunjukkan Abigail. Ia tidak membiarkan hatinya dikuasai kebencian kepada suaminya, atau kehilangan kelemahlembutan kepada Daud, orang yang mengancam keluarga mereka.

Abigail adalah bukti bahwa sukacita adalah salah satu sumber kehidupan. Bila tidak ada sukacita di hati kita, kita tidak akan bisa hidup. Hidup ini akan serasa hampa, kosong dan kita akan terjebak dalam mental korban. Seperti di katakan dalam Amsal 17:22, Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.” Sukacita yang berasal dari hati bukan kegembiraan yang pura-pura, sangatlah bermanfaat bahkan mampu berfungsi sebagai obat yang manjur. Sebaliknya, kepedihan dan kepahitan bisa menjadi racun bagi hidup kita.

Kita tahu kalau pada akhirnya Nabal mati, dan Daud memperisteri Abigail. Tuhan sungguh tidak tinggal diam dalam membela umat-Nya. Jadi bila kamu merasa hidup ini tidak adil, atau sedang terpuruk, yuk, belajar dari Abigail. Kisah hidupnya ini sungguh memberi kita pelajaran untuk selalu menguatkan dan meneguhkan hati di dalam Tuhan! Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan menyertai kita. Dan, jangan lupa untuk senantiasa hidup penuh dengan sukacita!

Wednesday, March 1, 2017

Apa yang Alkitab Katakan Tentang Sukacita?

by Viryani Kho

Sukacita adalah salah satu dari sembilan buah roh.
Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Galatia 5:22-23

Buah roh ini hanya bisa kita dapatkan bila kita berdiam diri di dalam Dia dan hidup di dalam Dia. Dunia gak bisa kasih, hanya Tuhan yang mampu memberikan buah roh itu. Kita bisa bahagia? Bisa donk. Makan enak, tas baru, mobil sport, dan rumah mewah bisa memberikan kita kebahagiaan kan. Siapa yang gak suka sama hal-hal kaya gitu? Apalagi cewek-cewek, kalo dapet cowo yang mandiri. Mobil pribadi, rumah pribadi juga :P pasti hepi donk, gak perlu mikirin susah-susah ke depannya. Everything seems like a fairy tale.

Tapi bahagia itu bersifat semu. Kalau semua hal tadi hilang atau diambil dari kita, akankah kita tetap bahagia? Berbeda halnya dengan sukacita. Sukacita adalah suatu karunia dari Roh Kudus. Ada jaminan dan keyakinan bahwa apapun yang terjadi, kita tetap bisa senantiasa penuh sukacita.,karena ada penyertaan Tuhan yang nyata dalam hidup kita. Penyertaan Tuhan yang kekal dan abadi, bukan hal dunia yang bersifat semu.

Dalam Galatia pun dikatakan bahwa sukacita adalah buah roh kedua setelah yang pertama dan terutama, yaitu kasih. Ini menandakan bahwa sukacita sangat penting untuk kehidupan kita, apalagi hari-hari ini, ketika akhir zaman makin dekat, dimana banyak tuntutan perkerjaan, ekonomi, dan hal-hal lainnya yang gampang membuat kita terlena dan dengan gampangnya take our joy away.

Sukacita ini begitu penting dalam kehidupan iman Kristen, sampai Firman Tuhan sendiri memberikan perintah khusus bagi kita untuk senantiasa bersukacita.

Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! (Filipi 4:4).


Sukacita muncul ketika kita sungguh-sungguh memelihara perintah-perintah Allah. Seperti Yohanes 5:10-11 mengatakan, “Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya. Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.Tujuan Yesus dalam semua yang Ia ajarkan adalah sukacita bagi umat-Nya.
Juga dalam Yohanes 15:11, “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.”

What makes Christian joy special? And why is it so important?
1.     Kerajaan Allah adalah sukacita.
Roma 14:17 Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.

2.     Sukacita adalah buah dari Roh Allah di dalam kita
Galatia 5:22 Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera.

3.     Sukacita dari Allah adalah kekal
Yohanes 16:22 Demikian juga kamu sekarang diliputi dukacita, tetapi Aku akan melihat kamu lagi dan hatimu akan bergembira dan tidak ada seorang pun yang dapat merampas kegembiraanmu itu dari padamu.

4.     Allah sumber dari sukacita kita
Mazmur 43:4 Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang adalah sukacitaku dan kegembiraanku.

Mazmur 16:11 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.