Friday, June 30, 2017

Loving the Least



by Azaria Amelia Adam

Kita sudah sering belajar tentang Kasih. Masing-masing pengertian kasih di 1 Korintus 13:4-7, sudah banyak dibahas. Kita sudah mengerti seperti apa kasih itu, apa saja ciri kasih, bagaimana caranya kita mengasihi dan seperti apa standar kasih di mata Tuhan. Lalu sekarang pertanyaannya adalah: kepada siapa kita harus menunjukkan kasih itu?

Salah satu hukum yang terutama berkata, Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:39). Itulah hukum yang terutama dan tidak ada hukum lain yang melebihinya (Markus 12:31). Mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan (Markus 12:33). Ibadah kita bisa menjadi sia-sia jika tidak ada kasih di dalam diri kita.

Ahli Taurat pada zaman itu pun mempertanyakan, kira-kira siapa yang pantas untuk kita kasihi? Siapakah sesama kita? Apakah itu keluarga kita? Sahabat, teman di tempat kerja atau semua orang yang baik sama kita? Lalu siapa yang dimaksud Yesus sebagai sesama kita?
Sekarang, coba kita lihat perumpamaan yang diajarkan Yesus tentang siapa sesama yang wajib kita kasihi. Perumpamaan tentang Orang Samaria yang murah hati. Seorang turun dari Yerikho dan menjadi korban penyamun. Setelah dirampok dan dipukuli, dia ditinggal begitu saja di jalan. Dari 3 orang yang lewat di jalan itu, bukan imam atau orang Lewi yang menolongnya, tetapi seorang Samaria. Imam dan orang Lewi sudah jelas adalah orang yang paham betul tentang hukum taurat. Tetapi bukan mereka yang berhasil menjalankan hukum terutama, melainkan seorang Samaria. Orang Samaria mungkin tidak menghapal semua hukum taurat, tetapi dia mengerti kasih melebihi segala hukum. Hatinya tergerak oleh belas kasihan sehingga bukan hanya membalut luka dan pergi, dia bahkan menaikkan orang itu ke atas keledai tumpangannya, diantar ke penginapan dan menanggung biaya perawatannya.
Jika kita bandingkan, tentu kasih yang dimiliki orang Samaria ini melebihi kasih yang dimiliki orang Lewi dan imam. Sehingga ketika Yesus bertanya, siapakah sesama orang yang menjadi korban penyamun, jawabannya adalah orang Samaria. Kasih akan sesama harusnya tidak membeda-bedakan.

Kalau kita hanya mengasihi orang yang baik kepada kita, apa jasa kita? Semua orang pasti sayang dengan orang yang baik pada mereka. Ekstrimnya, pembunuh bayaran pun bisa mengasihi orang yang baik padanya. Orang yang tidak mengenal Kristus pun bisa melakukan itu.

Kristus pun mau mati buat semua orang. Semua orang sekalipun mereka belum menerima-Nya sebagai juru selamat. Kalau kita hanya bisa mengasihi orang yang seiman dengan kita, apa bedanya kita dengan orang lain yang tidak mengenal Kristus?

Memang ada ayat yang berkata kita perlu mengutamakan saudara seiman kita dibanding orang lain. Tetapi Firman Tuhan berulang kali menekankan, tambahkanlah kasih akan semua orang (2 Petrus 1:7). Semua orang tanpa membeda-bedakan.

Yesus juga memberikan perumpamaan tentang standar perbuatan kasih yang dituntut-Nya pada penghakiman terakhir. Dua kali Yesus berkata pada Matius 25 tentang penghakiman terakhir; sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan kepada salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku (ayat 40 dan 45).

Artinya, jika kita melakukan sesuatu hal yang baik untuk seorang yang paling hina ini, artinya kita melakukannya untuk Tuhan. Saat itu saya mencoba mempelajari apa yang Yesus maksud dalam kata “yang paling hina.” Dalam terjemahan New King James Version (NKJV) kata “hina” disebut sebagai “the least.” Bahasa Yunani dari “The Least” adalah elachistos, yang artinya yang terkecil dalam urutan status sosial, prioritas atau penilaian di mata manusia. Artinya, The Least adalah orang-orang yang tidak diperhitungkan, yang dianggap sebelah mata, yang terabaikan.

Coba bayangkan kondisi seorang korban penyamun dalam perumpamaan tadi. Sudah kehabisan uang karena dirampok, dipukuli sampai setengah mati, kemudian ditinggal tergeletak di jalan entah sampai berapa lama. Bayangkan luka-luka memar, robek dan lecet di wajahnya, serta darah yang menetes lambat kemudian mengental. Orang Lewi dan imam pun mengabaikannya, seolah tidak ada untungnya mereka menolong orang itu. Bukankah dia termasuk golongan “the least.”

Jadi, apakah sekarang kita wajib pergi ke seluruh pelosok kota mencari orang yang sekarat untuk ditolong?

Mungkin “the least” masa kini tidak lagi orang miskin kesakitan yang ngetok-ngetok pintu praktek dokter, mohon belas kasihan untuk diobati. Kadang kita juga bertemu orang “the least” masa kini yang dalam penilaian manusia adalah orang yang tidak layak ditolong. Mereka bukan orang miskin yang hidup sangat susah. mereka bukan orang yang datang dengan penampilan baju lusuh dan kotor. Mereka bukan orang yang meminta-minta. Mereka bisa beli baju bagus, bisa sekolah sampai perguruan tinggi. Tetapi mereka pernah melakukan perbuatan yang tidak baik kepada kita. Pernahkah kita berpikir, kalau tidak ada untungnya menolong mereka?

Orang Samaria juga mendapat perlakuan yang tidak baik dari orang Yahudi. Orang Samaria dianggap sebagai orang yang murtad karena pernikahan campur dengan bangsa yang bukan Yahudi. Tetapi, orang Samaria tidak membalas perbuatan jahat itu, menunjukkan belas kasihannya dan sukses melakukan tindakan penuh kasih kepada golongan “the least.”

Dunia mengajar kita untuk membalas setiap perbuatan jahat yang dilakukan oleh orang lain terhadap kita. Siapa pun yang menyakiti dan melukai kita harus dibalas dengan setimpal. Kalau bisa, pembalasan itu lebih kejam dari pada perbuatan.

Tetapi sebagai orang percaya kita diajar untuk mengasihi musuh kita. Tuhan mengajar kita untuk berbuat baik dan mendoakan orang-orang yang menganiaya dan membenci kita. Dikatakan, "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu." (Matius 5:39-40).

Tapi tetaplah berbuatlah baik untuk mereka. Karena sesungguhnya, mereka adalah orang-orang yang dimaksud Yesus dalam golongan “the least.” Dan karena untuk itulah, kita dipanggil; yaitu, untuk menyatakan kasih Kristus kepada semua orang.

Wednesday, June 28, 2017

Percaya Pemeliharaan Tuhan


by Felisia Devi

Selama enam tahun kamu harus menanami ladang-ladangmu, memangkas kebun-kebun anggurmu dan mengumpulkan hasil tanahmu. Tetapi setiap tahun yang ketujuh dikhususkan untuk TUHAN. Jadi sepanjang tahun itu tanah harus dibiarkan dan tak boleh dikerjakan. Jangan menanami ladang-ladang dan jangan memangkas pohon-pohon anggurmu. (BIS)
(Imamat 25:3-4)

Seandainya Tuhan memberikan instruksi diatas buat saya, saya pasti akan langsung punya banyak pemikiran pertanyaan tentang kelangsungan hidup saya ke depan.

Hellowww!!! Mau makan apa saya nanti, berkebun yang jadi penopang buat makan sehari-hari, trus sekarang selama setahun gak boleh diapa-apain tanahnya. 

Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, Tuhan pasti tahu akan ada orang yang bingung sama perintah kaya gini, makanya Tuhan kasih tau lanjutannya... 

Tetapi barangkali ada yang bertanya apa yang akan dimakan selama tahun ketujuh pada waktu tanah tidak ditanami dan hasilnya tidak dipungut. Dalam tahun keenam TUHAN akan memberkati tanah sehingga hasilnya cukup untuk tiga tahun. (BIS)
(Imamat 25:20-21)

Cukup 3 tahun?!!! Wow, Tuhan mikirin ternyata. Tuhan yang minta untuk melakukan itu, Tuhan yang pikirin juga jalan keluarnya. 

Buat saya sih ini mujizat, lebih dari manna di padang gurun. Lewat manna Tuhan minta umat-Nya ngga melakukan apa-apa buat hari Sabat. Tuhan cukupin manna yang turun pada hari ke-6 cukup buat dua hari. Sekarang Tuhan minta bangsa Israel lakukan hal 'lebih besar'! Karena Tuhan mau lakukan mujizat yang lebih besar, hasilnya lading yang biasanya menghasilkan panen untuk setahun, kini cukup untuk tiga tahun... 

Saya bayangin kalo saya jadi orang Israel, biarpun bener, tetapi hal 'luar biasa' ini diluar logika. Pasti akan terbesit dalam pikiran saya “bener ga ya?”. Biasa hasil setiap setahun sekali cukup untuk setahun, ini 3 tahun. Yakin cukup tuh Tuhan? 

Tahun ke-6, terakhir panen.
Tahun ke-7, gak boleh ngapa-ngapain, gak ada kegiatan menanam.
tahun ke-8, gak ada hasil karena taun ke-7 gak boleh ditanam apa-apa. Baru boleh mulai tanam hasil nya taun ke 9.
Tapi, persediaan cukup sampe taun ke-9. 

Dalam tahun yang kedelapan kamu akan menabur, tetapi kamu akan makan dari hasil yang lama sampai kepada tahun yang kesembilan, sampai masuk hasilnya, kamu akan memakan yang lama. 
(Imamat 25:22)

Mungkin sangking suburnya Kanaan, tanah yang bisa menghasilkan panen buat setaun ini bisa buat tiga tahun. Tapi, tetep aja kalo bukan tangan Tuhan, hal itu ngga mungkin. 

Dari kisah ini, kita bisa belajar klo Tuhan minta lakuin apa, udahlah, tunduk dan taat aja, belajar semakin percaya, gak usah pusing hal lain. 

Tapi, kita memang sering mempertanyakan Tuhan atau malah meragukan Tuhan, karena kita memperhitungkan sendiri bahwa secara logika kita, di depan itu berasa ada yang kurang/tidak sesuai perencanaan kita 

"Yang bener aja Tuhan mau saya pilih kerjaan disini, yang klo di lihat dari kacamata saya nih, tidak ada jenjang karir, gajinya kecil, lingkupannya kecil, kapan saya banyak duitnya, dapet jodohnya, kapan saya berkembang nya?" 

"Serius Tuhan aku diutus ke sini, lakuin ini itu, ntar gimana masa depan saya. Salah kali Tuhan." 

"Tuhan yakin klo memutuskan hub dengan dia yang jelas udah mau ngawinin saya, menjamin saya akan dapat yang lebih baik dari dia dan menikah?"

Sebenarnya sebelum Tuhan meminta, gak usah ditanyakan, Tuhan udah pikirin kelangsungan/kecukupan hidup kita.

Adam saja sebelum Tuhan ciptakan, Tuhan udah siapkan rencana dan fasilitas untuk Adam menjalankan rencana Nya di bumi.

Tuhan gak ciptain Adam dulu, terus baru Tuhan bilang, "Dam, Aku sudah menciptakanmu. Sekarang Adam mau jadi apa? Mau ngapain di dunia? Adam mau makan apa?"

Lalu Adam bilang, "Apa ya Tuhan, mau jadi ini aja deh... Terus nanti aku juga mau makan ini itu Tuhan."

"Ow gitu kamu mau nya...” jawab Tuhan. “Bentar-bentar ya, Adam. Aku rancangkan dulu hidupmu klo gitu, terus Aku ciptakan dulu yang kamu mau." 

Loh? Tuhan nya siapa, yang ngatur siapa... Tuhan ciptain Adam dengan tujuan yang sudah di persiapkan dan untuk kelangsungan hidup Adam Tuhan udah siapin juga. Dia sudah siapkan bijian-bijian dan tumbuhan buat jadi makanannya. Dia tahu apa yang harus kita lakukan, cocok, pas, terbaik buat kita. 

Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. 
(Ef 2:10)

Tuhan suruh umat Israel keluar dari Mesir bukan tanpa tujuan. Tuhan udah siapin tanah Kanaan yang berlimpah susu dan madu. Dipadang gurun aja Tuhan setia memelihara, bahkan sampe kasut mereka aja kaga rusak sedikit pun.

Jadi, hiduplah dalam rencana-Nya. Percayalah pada yang Tuhan minta untuk kita lakukan dan percayalah pada pemeliharaan-Nya selama kita taat kepada-Nya.

Monday, June 26, 2017

Beauty of Waiting


by Felisia Devi

Menunggu adalah sesuatu hal yang tidak mengenakan, betul apa betul? Makanya saya selalu berusaha tepat waktu ketika berjanji dengan siapa pun. Saat saya merenungkan lagi tentang hal menunggu ini, saya pikir saya sekarang juga sedang menunggu loh...

Menunggu waktunya Tuhan yang telah mengatur semua hal yang harus saya lewati. 

Menunggu pembelajaran dari setiap hal yang terjadi, karena setiap masa yang saya lalui pasti memiliki keindahannya sendiri. (Peng 3:11) 

Menunggu hikmat dan jawaban dari Tuhan untuk setiap pertanyaan/pergumulan saya.

Tuhan mengajar saya untuk ‘suka’ menunggu. Dia mengajar saya bahwa masa menunggu bukan berarti masa untuk tidak melakukan apapun. Kita bisa menunggu tapi tetap melakukan hal-hal yang bermanfaat. Seringkali, hal-hal lain yang kita lakukan justru membuat waktu menunggu ga berasa lama. 

Pada praktek keseharian untuk soal "menunggu", saya belajar untuk melakukan hal-hal yang berguna (bukan sekedar menghabiskan waktu): saya dialog sama Tuhan, renungin firman Tuhan, (apalagi sudah ada aplikasi Alkitab di HP), saya selalu bawa buku di tas supaya kapanpun bisa membaca. Kadang, saya melihat keadaan sekitar, untuk melihat apa yang bisa saya pelajari, lakukan, mengamati hal-hal yang suatu hari nanti bisa memperkaya tulisan saya. Pokoknya jangan sampe saya tidak melakukan apapun apalagi sampe damai sejahtera hilang/direbut.

Banyak orang fokus pada masa menunggu, tapi melupakan hal-hal yang bisa dia lakukan ketika menunggu. 


I'm a lady in waiting. Every one of us is a lady/man in waiting. 


Yang paling utama, kita menanti untuk dijemput sang pengantin Tuhan Yesus sendiri, di pesta pernikahan. Kita sedang menantikan Anak Domba Allah datang untuk yang kedua kali.

"Aku akan menjadikan engkau isteri-Ku untuk selama-lamanya dan Aku akan menjadikan engkau isteriKu dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan kasih sayang"
(Hos 2:18)

"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia"
(Wahyu 19: 7)

Dalam masa penantian itu, mari melatih diri kita untuk terus mengejar keserupaan dengan Kristus.



Happy waiting

Friday, June 23, 2017

Kenapa Harus Menunggu?


by Azaria Amelia Adam

Banyak dari kita pasti sudah punya rencana hidup. Misalnya, kalau sudah selesai pendidikan sarjana, kita punya target kapan harus sudah mulai bekerja, kapan melanjutkan studi lagi, kapan menikah, kapan punya anak dan seterusnya.

Semuanya seperti sudah tertata dengan baik dalam pikiran dan kita berjuang untuk mewujudkannya. 

Saat kita masih jadi mahasiswa tingkat akhir, harapan kita adalah lulus tepat waktu dan cepat mendapat pekerjaan. Kalau bisa dapat pekerjaan yang kita suka, sesuai bidang ilmu dan keahlian, dan gaji besar. Atau buat yang sudah menikah, maunya cepat punya anak. Ah, indahnya hidup jika seperti itu.

Tetapi, kadang semua terjadi tidak seperti rencana kita. 

Bukannya lulus tepat waktu, penelitian kita untuk tugas akhir bermasalah dan akhirnya harus mengulang. Segera setelah lulus, kita langsung mengirim lamaran ke banyak tempat, tetapi masih belum dipanggil untuk bekerja. Atau, sudah menikah lebih dari 5 (lima) tahun, tetapi belum memiliki anak.

Dalam menghadapi masa penantian itu, kita seperti disuruh Tuhan untuk bersabar. Tetapi saat kita menunggu, lama-kelamaan kita menjadi bosan, kecewa dan putus asa.

Sangat penting buat kita untuk tidak menunggu hanya untuk berkat seperti wisuda atau pekerjaan yang bagus. Kita perlu berharap pada Tuhan. Akan ada sukacita bagi orang-orang yang bersabar dalam Tuhan dan tetap percaya pada Tuhan. 

Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, Nantikanlah TUHAN.
(Mazmur 27:14)

Ya, semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu. 
(Mazmur 25:3a)

Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku.
(Mazmur 62:5)

TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia.
(Ratapan 3:25)

Pernahkah kita berpikir, masa penantian justru membuat berkat Tuhan terasa lebih indah. Apa bedanya, semangat kerja seorang yang sudah pernah menganggur setahun dan fresh-graduate? Atau, apa bedanya, perasaan bahagia suami istri yang memiliki anak pertama di usia pernikahan 10 tahun dengan yang baru 10 bulan menikah?

Jika kita benar-benar bersabar dalam penantian, kita bisa lebih menikmati berkat itu, bukan menyia-nyiakannya. 

Kita perlu percaya bahwa jika kita meletakkan harapan kita pada Tuhan, jiwa kita tidak akan kecewa malah menjadi semakin kuat. Kita mampu untuk bersukacita dalam penantian kita bersama Tuhan. 

Memang tidak salah jika kita punya target waktu dalam kehidupan ini. Tetapi perlu kita sadari bahwa menunggu dan berserah adalah hal yang harus kita lakukan untuk memiliki hati yang kuat dan jiwa yang tenang. Tuhan tidak memanggil kita hanya berdiam dalam penantian. Tuhan mengijinkan kita mengunggu agar kita bisa belajar menyerahkan semua keinginan dan harapan kita pada-Nya. Ini yang harus kita lakukan dalam penantian, bukan lagi mempertahankan rencana, waktu, keinginan dan harapan kita, tetapi menggantinya dengan rencana Tuhan, waktu Tuhan, keinginan dan harapan Tuhan atas kita.

Wednesday, June 21, 2017

Book Review: Understanding The Purpose and Power of Prayer, Myles Munroe


by Azaria Amelia Adam

Pernahkah kita berpikir:

Kalau Tuhan sudah punya rencana untuk kita semua.
Kalau rencana Tuhan itu “YA dan AMIN”, maka artinya semuanya pasti akan terjadi.

Lalu, kenapa kita harus berdoa?

Kalau itu memang kehendak Tuhan, untuk apa kita berdoa meminta sesuatu? Tuhan pasti akan memberikannya. Kalau itu memang rencana Tuhan, untuk apa kita berdoa? Tuhan akan melaksanakan rencana-Nya.

Secara logika manusia, pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa masuk akal.

Saat membaca buku ini, saya ingat statement yang dikatakan Dr. Myles Munroe dalam suatu konferensi:

"Prayer is a petition"

Statement yang singkat, padat, sangat jelas, tetapi sangat mengubah pola pikir.

Di dalam buku ini, Dr. Myles Munroe menjelakan bahwa Doa adalah sebuah petisi. Petisi yang kita sampaikan kepada Tuhan. Doa disampaikan kepada Tuhan sebagai petisi atas hukum, firman dan Janji-Nya.

Dari penjelasan ini, saya mengerti jika kita berdoa, kita bukan menyampaikan kehendak kita pada Tuhan, tetapi membiarkan kehendak Tuhan terjadi di dalam hidup kita.

Lalu, kenapa kita harus berdoa?

Karena saat Tuhan menciptakan manusia, Dia menginginkan manusia berkuasa atas dunia. Dunia ini diberikan Tuhan untuk dikuasai manusia, artinya, manusia memiliki otoritas untuk melakukan apa saja atas dunia sesuai kehendak manusia.

Tuhan membiarkan manusia memiliki kehendak bebas dan menjadi raja bagi dunia.

karena itu, kita sering mendengar banyak orang berkata "lakukanlah sesuai kehendakmu" "pilihlah sesuka hatimu" "bermimpilah, buatlah rencana dan laksanakan".

kita punya hak untuk memilih, hak untuk melakukan apa saja sesuai kehendak kita. Dan Tuhan tidak akan mengintervensi apa yang sudah Dia berikan sebagai hak kita.

Tetapi, siapa manusia yang mampu melihat seperti Tuhan melihat? adakah manusia yang pemahamannya melebihi Tuhan? atau yang mengetahui apa yang terjadi sebagai konsekuensi suatu 'kehendak bebas'?

Tidak ada dari kita yang memiliki pemahaman melebihi Tuhan.

Karena itu, kita perlu berdoa. Kita perlu membiarkan Tuhan mengambil kembali otoritas yang diberikan kepada kita. Kita perlu membiarkan Tuhan mengintervensi dunia agar hanya rencana-Nya yang terjadi.

Karena tidak ada rencana yang lebih baik daripada rencana Tuhan untuk kita.

Dr. Myles Munroe menjelaskan dengan sangat detail sehingga kita bisa mendapatkan pengertian yang lebih dalam tentang Kuasa dan Tujuan dari DOA. Saya sangat merekomendasikan buku ini untuk dibaca.

Monday, June 19, 2017

Patients Need Our Patience



by Azaria Amelia Adam

Pendidikan profesi tenaga kesehatan seperti dokter atau perawat memang sangat menguras tenaga. Profesi ini menuntut kami bekerja melebihi jam kerja pada umumnya. Bukan cuma 40 jam per minggu, tapi bisa 80-96 jam per minggu. Kami juga cenderung tidak bisa tidur cukup saat harus menjalani 24 hours shift. Pendidikan profesi berbeda jauh dengan pendidikan akademik di kampus. Di kampus kami belajar teori, cuma berhadapan sama buku dan dosen. Sedangkan di Rumah Sakit, kami berhadapan dengan pasien. Di kampus kami diajari tentang komunikasi dengan pasien, bagaimana seorang dokter harus memiliki empati. Di rumah sakit, kami belajar untuk mempraktekkannya.

Pendidikan profesi diisi dengan jadwal jaga, pelayanan pasien di poliklinik, IGD dan rawat inap. Selain itu, namanya juga pendidikan, pasti ada laporan jaga dan tugas ilmiah. Kalau bisa pulang rumah, ga bisa langsung naik tempat tidur, tapi buka laptop lagi buat ngerjain tugas. Disini kesabaran kita dilatih.

Kesabaran bukan masalah hanya menunggu dengan tenang, di tempat duduk yang nyaman, ruangan ber-ac, sambil mendengarkan musik atau nonton film. Kita dituntut untuk sabar meskipun kita tidak berada di tempat yang memudahkan kita untuk bersabar. 

Ada dua terjemahan bahasa Yunani untuk kata “kesabaran” di Perjanjian Baru. 
  1. HupomonÄ“, yang artinya “bertahan dibawah,” bertahan menahan beban. Hupomone berarti tetap berdiri kokoh dalam kondisi lingkungan yang berat. 
  2. Makrothumia, yang disebutkan dalam Galatia 5:22, berasal dari kata makros (“lama”) dan thumos (“passion” or “temper”)
Kesabaran dalam Galatia 5:22 artinya memiliki kemampuan untuk menahan atau mengontrol emosi dalam waktu yang lama. Kesabaran seperti ini dalam terjemahan KJV disebut “long suffering.” Ini adalah tentang bagaimana kita tetap bisa bertahan dalam proses yang berat itu tanpa mengeluh, bagaimana kita bukan hanya bisa menikmati proses, tetapi tetap bertahan sekalipun proses itu tidak bisa dinikmati.

Hari-hari pendidikan profesi adalah hari-hari penuh perjuangan berat. Pelayanan pasien gawat di IGD butuh konsentrasi tinggi, pasien rawat jalan yang menunggu di poliklinik, kurang waktu istirahat, deadline tugas ilmiah. Semua itu membuat kami sering kesulitan mengontrol emosi. Hal yang menjadi fokus dalam pikiran hanyalah menangani kondisi medis pasien secara fisik. Kami sudah terlalu lelah untuk memperhatikan perasaan pasien dan mempraktekkan empati. 

Pokoknya pasien diperiksa, dikasi obat, selesai. Rasanya sulit sekali mengumpulkan niat untuk bertanya, “apa yang Ibu/Bapak rasakan?” Pernyataan yang bisa disampaikan hanya, “Iya, saya mengerti apa yang Ibu/Bapak rasakan. Obatnya diminum ya, supaya cepat sembuh.” And, it’s done...

Satu hal yang berpotensi membuat kita kehilangan kesabaran adalah saat menghadapi pasien rewel dan merepotan. Jujur, susah sekali untuk tersenyum dan dengan tenang melayani pasien seperti itu. Perlu kesabaran yang lebih dari sekedar teori empati untuk melayani. Bagaimana kami bisa tersenyum tulus jika diperhadapkan dengan kondisi seperti itu, belum lagi kalau mengingat, ada laporan kasus yang belum selesai dan harus dipresentasikan 2 jam lagi. 

Beban kerja yang tinggi dalam waktu yang lama membuat kita menganggap pelayanan pasien bukan sebagai pekerjaan yang digerakkan dengan passion, tetapi sebuah rutinitas biasa kita, bukan lagi menganggap kesempatan melayani pasien sebagai suatu privilage, tapi malah membosankan.

Suatu kali saya membaca catatan tentang keluhan seorang pasien.
This may be a normal day at work for you, but it’s a big day in my life.
The look on your face and the tone of your voice can change my entire view of the world.
Remember, I’m not usually this needy or scared.
I am here because I trust you; help me stay confident.
I may look like I’m out of it, but I can hear your conversations.
I’m not used to being naked around strangers.
Keep that in mind.
I’m impatient because I want to get the heck out of here. Nothing personal.
I don’t speak your language well.
You’re going to do what to my what?
I may only be here for four days, but I’ll remember you the rest of my life.
Dia benar. memang buat kita itu hanyalah hari-hari biasa. Tetapi buat pasien, itulah hari yang akan diingatnya seumur hidupnya.

Kalau dia seorang anak penderita leukemia, saat ini dia terbaring lemah melihat tetesan infus cairan obat kemoterapi. Dia bukan anak ceria yang bisa bermain bebas. Kalau dia seorang bapak yang menderita serangan jantung, dia tidak bisa bekerja. Menarik napas bisa sangat menyakitkan baginya. Kita merasa hidup kita sangat berat. Ketika orang butuh bantuan datang kepada kita, kita ga sadar kalau sebenarnya, pasien-pasien itu punya masalah hidup yang lebih berat dari kita.

Sebanyak apa pun pasien di bangsal, laporan jaga atau tugas ilmiah. Sekalipun waktu istirahat ga ada. Setidaknya, kita masih diberikan berkat kesehatan. Mata yang sehat, sistem imun tubuh yang berfungsi optimal, tangan dan kaki yang kuat untuk bekerja. Kadang kita lupa bersyukur, sehingga kehilangan kemampuan bersabar dan bertahan dalam kondisi sulit.

Artikel ini saya buat bukan hanya karena latar belakang saya seorang dokter, tetapi karena saya ingin menguatkan teman-teman yang bekerja di bidang sosial, seperti pelayanan rumah singgah, panti asuhan, pekerja di panti jompo dan sebagainya.

Mau kita punya passion sekuat apapun, suatu hari kita pasti lelah dengan tantangan yang ada. Kadang kita lelah, ga sabar, dan akhirnya mengerjakan semua itu hanya sebagai rutinitas. Tetapi, kalau kita punya buah roh kesabaran, kita pasti bisa bertahan. Kesabaran merupakan buah roh, artinya, kita hanya bisa memiliki kesabaran melalui kuasa dan pekerjaan Roh Kudus dalam hidup kita. Orang yang sabar bisa lambat untuk marah karena punya Tuhan yang memberikan ketenangan. Tuhan yang akan memberikan hukuman pada setiap kesalahan. Pembalasan bukan tujuan kita. Pembalasan hanya menunjukkan kalau kita lemah. Tuhan mau kita tetap memiliki kasih. (Roma 12:19; Imamat 19:18). 

Lawan dari kesabaran adalah kegelisahan, kekesalan, putus asa dan keinginan untuk membalas (Mazmur 42:5). Tuhan tidak mau anak-anaknya hidup dalam kegelisahan tapi dalam damai (Yohanes 14:27). Tuhan ingin mengganti keputus-asaan dengan harapan dan pujian. Kita bisa menjadi sabar dan bertahan dalam kesukaran karena memiliki harapan yang berasal dari Tuhan.

Friday, June 16, 2017

Bersabar Terhadap Proses



by Eunike Santosa

Perkembangan teknologi sekarang ini memang seperti dua sisi mata uang. Bisa menguntungkan, bisa pula merugikan. Menguntungkan karena perkembangan tekhnologi membuat segala sesuatu jadi lebih cepat. Informasi juga bisa kita dapatkan dengan gampang. Bingung mau makan dimana? Tanya google, langsung deh dapat rekomendasi lengkap dengan rating dan review. Butuh apa-apa, tinggal swipe ponsel, everything is easy peasy. Namun, tentu saja dampak buruknya juga ada. Dengan kecepatan informasi, kita ingin segala sesuatu berlangsung instan. Masih ingat kah kalian ketika internet masih pake Dial-up? Mau online aja kudu nunggu beberapa menit hahha.. Atau, ketika kita masih pakai disket floppy disc 3½? *nostalgia zaman jadul*

Menurut New York Post, masyarakat pada hari ini mengejar banyak hal dengan kecepatan luar biasa, termasuk hal-hal seperti karir, cinta, dan bisnis. Karena kecepatan ini, mau tidak mau kita mengikuti sebuah pola. Ketika pola tersebut terganggu, alias lebih slow, kita jengkel, bingung dan jadi frustasi sendiri. Terkadang saya berpikir, ini bukan karena segala sesuatu itu lambat, tapi karena kecepatan hidup sudah terlalu cepat, banyak orang lupa untuk menikmati ‘perlambatan.’ Kita lupa apa itu proses. Kita lupa bahwa proses membutuhkan waktu.

Dalam kehidupan kekristenan kita, proses adalah hal yang tidak asing lagi. Selagi kita hidup di dunia ini, hari-hari kita adalah proses perubahan, pengudusan, penempaan untuk menjadi serupa dengan Kristus. Allah mengizinkan proses ini terjadi untuk membentuk karakter kita. Seperti pohon anggur yang ranting-ranting keringnya dipotong, supaya proses pertumbuhan pohon itu lebih baik dan efisien, demikian pula hidup kita. Bapa kita di Sorga sedang memotong ranting-ranting jelek kita supaya kita bisa bertumbuh menjadi lebih baik sesuai dengan kehendak-Nya.

Terkadang kalau kita mendengar kisah-kisah tokoh Alkitab dengan langkah-langkah iman yang mereka ambil, kita lupa bahwa kisah tersebut hanya satu lembaran dari hidup mereka. Contohnya saja om Abraham yang dibilang Bapa orang beriman. Kebanyakan orang kalo mendengar kisah Abraham, betapa dia sangat mencintai Tuhan sampai ketika dites oleh Tuhan untuk mengorbankan Ishak, dia nurut aja. Namun, lupakah kalian? Rentang waktu dari Abraham (masih Abram namanya pas itu) dipanggil untuk meninggalkan Haran hingga pengorbanan Ishak sama sekali tidak sebentar. Kira-kira 30-an tahun euy... Dan itu dilewati Abraham dengan dua kali (dua kali bookkk) menyuruh istrinya untuk bilang kalo dia saudaranya karena Abraham takut mati. Iman macam apa ini? Ini namanya bapa orang beriman?

Begitu pula dengan Daud, sejak dia diurapi menjadi seorang raja oleh Samuel, hingga dia beneran jadi raja, berapa lama kah rentang waktu yang ada? Si Abang Daud sampai harus lari ke padang gurun buat sembunyi dari Saul karena ingin dibunuh, istrinya dikasih ke orang lain, sahabatnya mati, Daud sampai meragukan panggilan Allah akan dirinya sehingga ingin bunuh orang (baca kisah Nabal, thankfully ada Mba Abigail yang mengingatkan Daud akan jati dirinya hehehe).

Semuanya butuh proses, pertumbuhan iman dan pembentukan karakter bukanlah hal yang instan. Butuh waktu dan waktunya tidak singkat. Tentunya ini membuat banyak orang frustasi, bahkan tak jarang hingga meninggalkan iman kekristenannya, kecewa terhadap Tuhan. Hidup kita sekarang adalah sebuah proses. Pertanyaannya sekarang adalah: bagaimana respon kita dalam menghadapi proses ini? Apakah kita ngambek sama Tuhan? Marah kepada Tuhan? Jengkel dengan Tuhan? Saya rasa ini normal. Namun kalau kita melihat sifat dasar sebuah proses, yakni berbanding lurus dan pararel dengan waktu. Mari kita mengambil nafas sejenak, menengok akan hidup kita sejauh ini, dan mari kita lihat sudah berapa jauh Tuhan membimbing kita dan membentuk kita. Daripada kita melawan proses, mari kita bersabar dengan proses ini. Sesekali mengalami internet Dial-up dibandingkan kecepatan fiber-optic boleh laaahhh... hitung-hitung nostalgia kan? :P *silver lining*

Wednesday, June 14, 2017

Top 10 Lagu Sekolah Minggu '90an


by Eunike Santosa

Okay, walau sudah sekitar lbh dr 10 tahun lalu semenjak ikut ibadah sekolah minggu.. kadang-kadang kangen juga denger lagu-lagu 'klasik' itu.. :P Mari kita bernostalgia!

Kalau kalian tumbuh besar di gereja, kemungkinan besar kalian juga sudah mendengar lagu-lagu ini. Ini adalah top 10 lagu sekolah minggu paling terkenal zaman gue dulu hehehe…

10. 
I don't know about you, tp ingat lagu ini gak? Biasanya dinyanyiin pake gerakan jari-jari tangan trus dibuat jadi bentuk gereja. 

Aku gereja 
Kau pun gereja 
Kita sama2 gereeeja 
Dan semua bangsa 
Di seluruh dunia 
Kita sama2 gereeeeee...eeeee..ja 

Reff: 
Gereja bukanlah gedunggnya (tangan bentuk gereja) 
Dan bukan pula menaraanyaa 
Buka lah pintunya 
Lihat di dalamnya 
Gereja adalaahh oraaangggNya 

9. 
Lagu berikut ini kayaknya masih dinyanyikan hingga saat ini oleh orang dewasa. TAPI, tergantung kondisinya... hahahahha... Clue: biasanya dinyanyiin kalo abis nonton film horor, or lagi mo jurit malam! MUAHAHAHAHHA 

Dalam Nama Yesus, Dalam Nama Yesus 
Ada kemenangaaaannnn 
Dalam Nama Yesus, Dalam Nama Yesus 
Iblis dikalaaahkaaaannnn 

Dalam Nama Tuhan Yesus, 
Siapa dapat melawan? 
Dalam Nama Tuhan Yesus 
Ada kemenangan 

Ingat ga???? Ngaku deh, gw masih sering nyanyi malem-malem kalo lampu kamar kosan tiba-tiba mati! wkwkwkwk 

8. 
Gw teringat lagu ini gara2 si Saykoji nyanyi lagu ini tapi dibuat hard rock + rap gitu buset dah hahaha 

Saya bukan pasukan berjalan 
Pasukan berkuda 
Pasukan menembak 
Saya tidak menembaki musuh 
tapi saya laskar Kristuss 

Reff: 
Sayaaa laskar Kristuss, siap grak (*hormat bendera gitu gayanya lsg*) 
Sayaaa laskar Kristuss, siap grak (*again hormat bendera*) 

*trus ulang lagi dari awal and end with "siap grak" + diikutin dengan gerakan hormat bendera :)* 

7. 
Lagu ini kayaknya anak kecil banget diajarin dari awal, mengingat liriknya yang lumayan catchy. 

Happy ya..ya..ya.... 
Happy ye..ye..ye..... 
Saya senangg jadi anak Tuhaannnn 

Siang jadi kenangan (muter2 tangan di telinga) 
Malam jadi impian (tangan ala mo tidur) 
Cintaku semakin mendalammmmmmm.... 

6. 
ini lagu yang puanjaaaaaaanng abis.. bisa tebak? :P 

Baaaa... pak... Abraham.... mempunyaiiiiii 
Banyak sekali anak-anak 
aku anaknyaa dan kau jugaaaa 
mariii puji Tuhan.. 

*silakan peragain gayanya and ulang-ulang lagunya lagi, plus tambahin gayanya sampai puter-puter trus duduk dehh hahahaha..* 

5. 
Liipatlah tangannn tutup mataaaaaaa 
untuk berdoaaa kepada Tuhannn 

Kemudian guru sekolah minggu berdoa dan kata awalnya pasti selaluuu 

"Tuhan Yesusssss.... (diikuti oleh anak2) 
Trima kasihhhhhhhh.....(diikuti oleh anak2)" 
baru deh pokok doanya :P 

4. 
Bapaaaaaaaa trimaaaaaaaa kasiiihhhhhhhhhh (diulang lagi sekali) 
Bapaaaaaa di da..a...lam.. suuuuuurrrrrgaaa 
Pujiiii trima..a.. kasiiihhhhh 
A........min. 

3. 
Yesus kasih padaku 
Alkitab mengajarkan 
Walau ku kecil lemah 
Tapi Yesus kasihku 

Lagu ini sampai tersedia dalam buanyakkk bahasa --' mulai dari versi Inggris yang 
Jesus loves me this I know for the Bible tell me so 

hingga mandarin 
Ye Su ai wo wo zhi dao, yin wei Shen Shu gao su wo... 

bahkan Mandarin pun dibagi versi bahasa hokkian, kanton lah.. busettt... wkwkwk 

2. 
Yeeeeeeeeesus cinta semua bangsa 
Seeeeemua bangsa di duniaaa 
Putih, kuning, dan hitam, 
Semua dicinta Tuhan 
Yesus cinta semua bangsa di duniaaaaa 

ahhhhh.. I wish Christian people nowadays can sing this song... We really need to stop racism. 

bisa juga liriknya diganti liriknya jadi.. 

Yeeeeesus cinta semua denominaaaasiiii (gereja) 
seeeemuaa denominasi (gereja) di duniaaaaaa 

(nah loh???? hahaha, please stop comparing church alreadyy!!!

Andddd, my numero uno isss.... *drummrolll* 

1. 

King.......kong Badannya Besar 
Tapi anehh kakinya pendeekkk 
Lebih aneh binatang bebek 
lehernya panjang kakinya pendekk 

*semuanyaaa* 
Haleeeeeee....luuyaaaaaaaa... 
Tuhan Maha kuasaaaaa 

*ulang lagii* 
Haleeeeeee....luuyaaaaaa.... 
Tuhan Maha kuasaaaa 

sampai bosaaannn gw dengerin lagu ini dulu hahahahhaha 

_______________________________________________________________________ 

Sekarang, setelah melihat-lihat, kayakny lagu sekolah minggu gw dulu berima banget yak? wkwkwk 

So, how about you? Masih ingat kalian? or ada lagu lain yg kalian ingat? :P apa lagu sekolah minggu favorit kalian? Silakan komen teman2 ;)

Monday, June 12, 2017

Yang Waras Ngalah…


by Eunike Santosa

“Yang Waras... Ngalah...” bagi teman-teman yang familiar kalimat ini, saya mengajak kita semua untuk menghela nafas bersama-sama... *hahhhhhhhh......* (hembus keluar)

Pernah berurusan dengan orang yang pengen buat kalian jambak rambut sendiri? (agak lebai sih yah contohnya, tapi kalian pasti mengerti maksud saya hehe..) Untuk saya, kalimat tersebut sering saya dengar ketika saya masuk dunia kerja. Berhadapan dengan orang-orang yang mempunyai kepribadian yang berbeda-beda, kepribadian ganda, hingga kepribadian tidak jelas, membuat saya setiap hari memijat-mijat kepala sendiri di kantor. Bos saya pun sering berkata, “Kerjaan sih gampang, yang susah tuh kerja sama orang!” Perkataan tersebut ada benarnya memang, mengingat setiap kita adalah manusia dengan kehendak, kepribadian, dan pikiran masing-masing. 

Seiring waktu, saya melihat kebanyakan orang yang saya temui tidak bisa menahan sabar. Semakin sering tentunya kalimat di judul artikel ini terdengar. Banyak orang yang sangat ahli dalam bidangnya namun mengalami banyak kesulitan ketika berada di arena sosial. Mereka kesulitan untuk mengkontrol emosi mereka. Justru, orang-orang yang bisa bertahan adalah mereka yang bisa dengan baik menguasai emosi mereka padahal skill yang dimiliki tidak terlalu hebat. Orang seperti ini mempunyai kesabaran dan empati yang tinggi dalam berurusan dengan orang lain. Dunia pun mengakui kemampuan mengendalikan emosi ini dan banyak dikaitkan dengan emosi intelektual Begitu banyak buku, jurnal dan tulisan psikologi yang terbit, ditulis untuk membantu perkembangan diri manusia. 

Nahhh, tapiiiiiii, sifat ini sebenarnya sudah banyak ditulis di Alkitab! Dalam membuat tulisan ini, saya mencari dan meriset kata ‘sabar’ di Alkitab. Ketemunya lumayan banyak ayat yang mereferensikan bagaimana seseorang bisa menjaga perilakunya. Apa saja yang Alkitab katakan mengenai kesabaran? 


1. Kesabaran Bisa Mengubah Takdir. 

Sadis juga yah sub judulnya. Hahha... mengubah takdir... Tapi itulah yang Alkitab katakan di: Amsal 25:15. “Dengan kesabaran seorang penguasa dapat diyakinkan dan lidah lembut mematahkan tulang.” Nah, hal ini terasa banget ketika berhadapan dengan orang yang sedang tidak stabil (baca: emosian, sensitif, labil, or bahasa kerennya “baper” kali yah?) Papa saya kalau sedang marah, agak susah diajak berbicara dengan logis (padahal pria loh, saya perempuan.. kok kebalik yah? Haha). Ketika saya remaja, saya bersikeras dengan ego saya bahwa saya benar ketika berargumen dengan papa (wong saya benar kok). Nah, tapiii, apakah saya memenangkan argumentasi? No no no, adanya malah makin panas... Beberapa tahun kemudian, saya tambah tua tentunya, dan dengan pertolongan Roh Kudus yang menegur hati ego saya, saya mengubah cara saya berbicara dengan Papa. Jadi ketika Papa hendak naik darah dan menjadi irasional, daripada berkata: “Tindakan Papa salah dan tidak masuk akal, tidak Alkitabiah ini!” yang saya katakan adalah: “Papa kan baik dan cinta Tuhan, jangan marah donk, nanti daku and Tuhan sedih!” *kedip mata!* (nah loh, bingung deh si papa... hahaha) Tapi badai langsung reda, ego turun, hati senang, hubungan membaik. Haleluya! 

Dalam Pengkotbah 10:4 mengatakan: “Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar.” Dengan sabar, kita bisa menghentikan hal-hal yang tidak diinginkan sebelum terlambat terjadi. Bapak Thomas Jefferson, mantan presiden Amerika, berkata bahwa ketika marah, hitung hingga 10 kemudian baru berbicara, kalau sangat marah, hitunglah hingga 100. Saya setuju sekali! Ketika sedang berada dalam kondisi labil (‘emosian’), gampang sekali kita melakukan hal-hal yang bisa menyakiti orang lain. Sulit bagi kita untuk mengendalikan otak kita untuk berpikir jernih, terlebih ketika berada di puncak emosi yang membara. Oleh karena itu, buah roh yang satu ini tentunya adalah buah dari kemenangan oleh percobaan-percobaan emosi. :)

Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan.
(Amsal 15:18)


2. Sabar Pangkal Bijak, Ga Sabar (lawan kata sabar apa yah?) Pangkal Bodoh. 


Saya suka dengan peribahasa-peribahasa Indonesia. Tinggal di negara lain membuat saya lebih mengenal keunikan bahasa Indonesia dengan budayanya sendiri. Salah satu peribahasa yang sering diajarkan ketika saya berada di sekolah dasar adalah ‘rajin pangkal pandai’ atau ‘hemat pangkal kaya’, saya rasa untuk konteks kesabaran, subjudul diatas adalah representasi dari ayat-ayat Alkitab berikut hehe.. 

Siapa lekas naik darah, berlaku bodoh, tetapi orang yang bijaksana, bersabar.
(Amsal 14:17)

Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.
(Amsal 14:29)

Tentunya tidak bisa dipungkiri bahwa dengan melatih diri bersabar, kita bisa mendapatkan banyak faedah. Dengan menunda emosi, kita menekankan diri untuk tidak egois, tidak mengutamakan kehendak emosi pribadi tetapi kepentingan orang lain. Saya melihat bahwa semakin sering saya bersabar ketika berurusan dengan orang, semakin saya bisa melatih diri untuk menjadi pengertian. Bukan hanya bersimpati, namun berempati terhadap orang lain. Daripada menghakimi lawan bicara, melompat kepada kesimpulan yang tidak-tidak, kesabaran mengajarkan saya untuk melihat orang lain dari perspektif Kristus, yaitu dengan kasih. Setiap orang mempunyai peperangan masing-masing. Mengapa seseorang bisa hingga menjadi “tidak waras” pasti ada alasan dibaliknya yang tidak kita ketahui. Bisa saja ternyata bosmu yang melampiaskan kemarahan kepadamu ternyata baru saja mengetahui kalau suaminya selingkuh. Atau ketika sahabatmu tidak bisa mengangkat teleponmu karena kamu baru putus dari pacarmu, itu karena orangtuanya tiba-tiba masuk rumah sakit. You never know right? Poin pentingnya adalah, dengan bersabar, kamu bisa menjadi semakin bijaksana melihat situasi. Tidak sabar bisa berujung kepada konflik yang bisa menghasilkan luka-luka yang tidak perlu. Orang apa yang suka terluka dengan tidak perlu? Orang bodoh pastinya. 


3. Orang Sabar Dipuji. 


Last but not the least, orang mana yang tidak suka dipuji? Hehehe... Pernahkah kalian melihat orang sabar dihina? Dalam Amsal 16:32 berkata bahwa “Orang yang sabar melebihi seorang pahlawan, orang yang menguasai dirinya, melebihi orang yang merebut kota.” Alkitab menyatakan bahwa ‘sabar’ itu lebih dari ‘hero’. Pujian lebih lanjut pun dikonfirmasi di Amsal 19:11, “Akal budi membuat seseorang panjang sabar dan orang itu dipuji karena memaafkan pelanggaran.” Bersabarlah teman, mungkin ketika kamu sedang mengalami masalah, tidak ada orang yang bisa memahamimu, malah kamu ditantang oleh Allah untuk mengerti akan orang lain. Saya tidak menyangkal bahwa hal ini tentunya susah, dan kalau pun bisa terlewati, tidak menjamin bahwa orang-orang disekitarmu akan memujimu. Namun, Bapa di surga melihat semuanya, pujian dari Dia lah saja yang penting dan itu cukup :)

Jadi, ketika membuka media sosial dan membaca status atau komen-komen aneh yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu merajalela, apa yang harus dilakukan? 

“Yang waras ngalah...” :P

Friday, June 9, 2017

True Love Waits



by Tabitha Davinia

Pertengahan Februari lalu, aku menonton sebuah short movie (sekitar 18 menit) yang menceritakan tentang penantian pasangan hidup (a.k.a. PH) Aku bersyukur banget karena Tuhan kasih kesempatan buat bisa nonton short movie ini :) karena, girlsss, ini film keren banget!! Beda banget dari segala cerita cinta yang ada di novel, sinetron, FTV, lalala~

Bedanya di manaaa? Bedanya ada di bagian tengah film ini. Di sini, para tokohnya mengingatkan kita bahwa rencana Tuhan bukanlah rancangan kecelakaan, sekalipun kita merasa Tuhan tidak adil karena mengambil sesuatu yang penting dari hidup kita. Justru Dia berbuat demikian karena Dia tahu apa yang lebih baik daripada kita. Oke, mungkin ini terdengar klise, ya. So, daripada aku berpanjang lebar dan membuat spoiler film ini, silahkan tonton sendiri filmnya disini.



Selamat menjalani hari-hari ke depan dengan penuh pengharapan ☺

Remember, true love waits <3



PS: Thank you, Olivia Pramono and Thirza Angelia for sharing this short movie :)

Wednesday, June 7, 2017

When We Pray for Someone... #2



by Tabitha Davinia

Hi all, back again with me! :D Ini bagian kedua dari post sebelumnya. Enjoy!

Pelajaran kedua yang aku dapet waktu mendoakan si doi adalah ini:

        2. Kita harus terus bertumbuh serupa Kristus, mempersiapkan diri menjadi PH bagi orang lain.

Kenapa gitu?

Ladies, kita sering kan pengen dapet cowo yang sesuai sama kriteria kita (yang tinggi lah, cakep lah, pinter lah, baik lah, blablabla). Tapi masalahnya, kita udah punya kriteria-kriteria yang harus-dimiliki-Godly-man itu ato belum?

Apa sekarang iman kita udah bertumbuh? Apa hidup kita bener-bener pengen bisa nunjukkin citra Kristus, ato jangan-jangan kita masih hidup sama kaya yang dunia mau? Entah itu nyontek mulu, bolos kuliah/kerja, berontak sama ortu, pengennya hidup tanpa masalah, enggak ngejadiin Tuhan sebagai pusat kehidupan... Hm, itu mah namanya kita nggak sungguh-sungguh menyerahkan pena cerita cinta kita ke Tuhan.

Rasanya enggak adil kalo Tuhan ngasih kita PH yang kita mau, tapi PH kita dapetnya kita nggak sepadan dengan dia .__. Itulah kenapa kita harus mengubah karakter kita jadi seperti yang Tuhan mau :) Iya, proses itu butuh waktu, kita nggak bisa mengubah karakter kita dalam waktu singkat. Tapi kalo kita memohon pada Tuhan buat menolong kita agar bisa mengubah karakter kita, percaya deh... He’ll guide us to be more like Jesus everyday :)

Kadang nih, aku nggak habis pikir sama temen-temenku yang gampang banget ngomong kasar *ato nyampah gitu*. Padahal mereka orang Kristen, lho! Bukan cuma itu, ada di antara mereka yang udah pacaran, tapi salah satu di antara mereka nggak bisa bantu pasangannya buat jadi berkat. Dulunya rajin ke gereja, pelayanan di sana-sini, trus dapet pacar. Tapi sejak pacaran, dia menghilang. Harusnya kan saling menolong untuk bertumbuh ya, tapi tapi... kok, gini?

Ladies, aku bersyukur karena setiap kali pengen numpahin kekesalanku *haha*, Roh Kudus selalu ingetin aku begini, “There’s someone who prays for you. Apa kamu pengen nurunin kualitas hidupmu sama seperti yang dunia ajarkan, padahal ada orang yang berdoa agar kamu tetap hidup dengan kualitas yang Tuhan mau?” Begitu denger teguran itu, aku langsung mikir, “Oiya ya ._.” terus nggak jadi nyampah deh haha. Jadi, kalo misalnya kita bingung dengan apa yang kita pikirkan dan lakukan, tanyakan pada diri kita masing-masing, “Kira-kira Tuhan suka nggak ya kalo aku gini? Kalo gitu, kira-kira menurut Tuhan gimana, ya?” Bahasa keren dari pertanyaan ini adalah What Would Jesus Do? (WWJD) :p

“For to this you were called, since Christ also suffered for you, leaving an example for you to follow in His steps.”
(1 Peter 2:21, NET)

Baik kita yang udah pacaran maupun yang masih single, satu hal yang perlu kita ingat adalah: kualitas hidup kita sebagai orang Kristen harus dijaga. Serius. Jangan sampai kegalauan, keputusasaan, dan kekecewaan menjadi celah bagi Iblis untuk merusak kerinduan kita untuk mempunyai a holy relationship with Him :) Selain itu, jangan sampai iblis membuat iman kita *bahwa Tuhan pasti kasih orang yang terbaik buat jadi PH kita* jadi goyah. Kalo Tuhan pengen kita punya PH, Dia pasti akan kasih si dia tepat pada waktunya, kapanpun, di manapun, dan dengan siapapun *yang seiman dan sepadan dengan kita, tentunya! :D*

When you surrender your love story under His feet, He will write it as the most beautiful love story in your life... You must trust it, and don’t forget to follow the track :)

Monday, June 5, 2017

When We Pray for Someone... #1



by Tabitha Davinia

Ladies, entah kenapa akhir-akhir ini aku pengen banget nulis tentang “ketika kamu berdoa bagi calon PH (pasangan hidup, bukan Piz*a Hut haha..)” Cieciecieee... *tebar bunga*. Mungkin karena aku lagi banyak diingetin Tuhan tentang pergumulan itu, dan bersyukur karena aku dikasih kesempatan buat bisa bergumul tentang PH saat ini (sebenernya udah sejak 3 tahun yang lalu, sih) :B. Apa aja sih, yang aku pelajari selama mendoakan si doi? Well, cekidot! :D
  1. Belajar taat sama Si Penulis Cerita Cinta.
Aku tahu gimana rasanya waktu mercayain cerita itu ke Tuhan. Harus siap merelakan *duh, duh ~* keinginan-keinginan kita untuk Dia pangkas. Harus siap menjalani masa-masa menerima, mengampuni, dan mengasihi calon PH-ku. Waaaa berat sekaleee :”. But I know that He will make everything beautiful on its time (Ecclesiastes 3:11) :) Jadi emang kudu sabar buat mendoakan si doi—termasuk segala keunikan dan pergumulan yang dihadapinya.

Oh, ya. Tuhan emang kasih kita kebebasan dengan siapa kita mau menghabiskan the rest of our lives, tapi cuma Dia yang tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Mau sekeren apapun kriteria yang kita cari dari doi, tapi kalo doi nggak sesuai sama kehendak Tuhan... ya sama aja, sih -.-

Emang kriterianya apa aja, sih? Apa kudu rajin ke gereja, rajin pelayanan, trus IPK-nya cum laude *ups!*?

Boleh kok kalau mau menetapkan kriteria seperti itu, asal tetap ditundukkan pada kehendak Tuhan. Yang jelas, Firman Tuhan sudah beri kriteria utama di bawah ini:

Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?
(2 Korintus 6:14, TB)

Itu sebabnya, aku “nggak berani” cari PH yang jauuuuhhhh dari lingkungan rohani :p. Muter-muternya cuma di persekutuan sekolah atau kampus dan tentunya, di gereja :p Tapi, bukan berarti kalian harus melakukan hal yang sama ya. Tuhan punya skenario masing-masing untuk kita, bisa saja kalian dipertemukan Tuhan dengan pasangan hidup di tempat yang sama sekali tidak pernah kita bayangkan ☺

Aku dan si doi mulai saling mendoakan sejak kelas 2 SMA dan berlanjut sampai kuliah semester dua. Ada sih masa-masa capek dan pengen berhenti, tapi setiap kali ada pikiran buat “nyelonong” darinya, pasti ada “sesuatu” yang ingetin aku buat balik lagi dan bikin aku tetap stay dengan komitmen kami. 

Aku harus jujur sih, selama masa menjalani komitmen itu, nggak jarang aku kecewa sama doi dan diriku sendiri *sigh*. Tapi kalo boleh aku bilang, sejak mulai berdoa bagi doi, aku semakin dibentuk Tuhan lewat berbagai peristiwa yang ada. Ada masa suka dan duka selama tiga tahun itu. Sering galau dan mikir, “Kok, temen-temenku udah punya pacar (mana ada yang udah gonta-ganti pula)? Aku lhoo, masih aja doain doi yang nggak tahu kapan selesainyaaa??” 

And since I’ve prayed for him, Tuhan semakin proses pergumulanku ini :) Banyak cerita lah. Kadang nangis juga kalo ada yang nggak sesuai sama yang aku mau. Tapi Tuhan sering kuatkan aku lewat saat teduh *SaTe itu penting bingit, gals :p*, artikel-artikel yang aku baca, dan lewat curhat sama kakak KTB (Kelompok Tumbuh Bersama) :) Sejak saat itu pula, aku pengen pergumulanku ini bisa jadi berkat buat banyak orang supaya Tuhan semakin dimuliakan di dalamnya. Everything is just for His glory, Soli Deo Gloria!

Uhmm, tapi yang kupelajari nggak cuma itu, sihh. Ehehehe... penasaran, kan, lanjutannya apa? See you on the next post! :)

Friday, June 2, 2017

The Unsung Hero



What if heroes are not made in a war
But home
What if heroes bleed not in their armor
But in labor

What if heroes don’t always go to work... or war
But they stay at home
They stay at home
To make it a home for the wanderer
And a rest for the weary

They stay at home
To ensure their little ones always never go hungry
To ensure their little ones go to bed early
To ensure their little ones love God dearly

What if heroes don’t end lives...
But start one?

Heroes don’t have to be well-known
Some heroes are unheard of
Unsung of
As they quietly wake up before dawn to pray
So that their little ones could make it through the day

-
To all mothers in the world - Happy Mother’s Day!