Friday, September 29, 2017

Tragedi Es Cendol Bandung



by Mekar A. Pradipta

Kira-kira tiga tahun yang lalu, aku ditempelak habis-habisan in the matter of words. Sebagai gambaran, temperamen dasar-ku Sanguin yang kalo ngomong ga pernah dipikir dan apa yang dipikir pasti bakal diomongin. Wakakaka, intinya aku tipe orang yang kalo ngomong frontal, kalo seneng ya seneng, kalo marah ya bilang marah, kalo ngga suka ya bilang ga suka. Intinya, aku apa adanya dan jarang mempertimbangkan apa akibatnya, especially efeknya terhadap perasaan seseorang.





Let me give you some examples, ini dialogku dengan seseorang yang menguak soal kelemahan itu:

Aku : Aduh, aku pengen minum cendol deh...
Dia  : Iya nih, cendol bandung pasti enak. Kamu udah pernah nyoba?
Aku : Ngga ah, enakan cendol Semarang!
Dia  : .....
----




Monday, September 25, 2017

Sekilas di balik lagu “Besar SetiaMu”


by Eunike Santosa 

Salah satu himne favorit saya berjudul “Besar Setiamu” atau “Great is Thy Faithfulness” dalam bahasa Inggrisnya. Himne ini mempunyai lirik yang sangat indah dan dalam dan sangat memberkati saya, to the point I kinda want to have it as one of the song for my wedding hehehe.. (kapan itu terjadi, hanya Tuhan yang tau dah :P).

Great is Thy Faithfulness merupakan himne popular yang ditulis oleh Thomas Chisholm (1866-1960) dan musiknya dikomposisi oleh William M. Runyan (1870-1957) di Baldwin, Kansas, Amerika Serikat. Frasa “Great is Thy Faithfulness” diambil dari Ratapan 3:23. Frase tersebut bisa dilihat di Alkitab versi King James Version (KJV) dan Revised Standard Version (RSV). 

Thomas menulis puisi ini pada tahun 1923 untuk menceritakan kesetiaan Tuhan sepanjang hidupnya. Setelah itu, si abang mengirimkan lagu ini ke William di Kansas yang ternyata memiliki afiliasi dengan Moody Bible Institute dan Hope Publishing Company. Akhirnya, dibuatlah puisi itu menjadi lagu dan kemudian diterbitkan oleh perusahaan Hope. Lagu ini terekspos ke banyak orang karena Henry Houghton dari Moody Bible Institute dan Billy Graham. Mereka sering menyanyikannya ketika melakukan KKR internasional. 

Selamat menikmati! Ini saya terjemahkan langsung liriknya dari bahasa inggris, jadi mohon maklum kalau agak berbeda dengan versi KPPK (entah jilid berapa) atau Kidung jemaat, atau buku-buku pujian lainnya yah! hehehe..


BAIT 1
Great is Thy faithfulness, O God my Father;
Besar setiaMu, Allah Bapaku;

There is no shadow of turning with Thee,
Tidak ada bayangan ketika berpaling padaMu

Thou changest not, Thy compassions they fail not,
Engkau tidak berubah, belas-kasihMu tidak gagal

As Thou hast been, Thou forever wilt be.
Seperti Engkau telah ada, dan selamanya akan.


REFFRAIN:
Great is Thy faithfulness!
Besar SetiaMu!

Great is Thy faithfulness!
Besar SetiaMu!

Morning by morning new mercies I see
Pagi demi pagi aku melihat rahmat baru

All I have needed Thy hand hath provided
Segala yang ku perlu, telah tanganMu sediakan

Great is Thy faithfulness, Lord unto me!
Besar SetiaMu, Allah padaku!


BAIT 2
Summer and winter and springtime and harvest,
Musim panas dan dingin dan semi dan tuai,

Sun, moon, and stars in their courses above;
Matahari, bulan, dan Bintang dalam tugasnya diatas;

Join with all nature in manifold witness,
Bergabung dengan alam berlipatganda menyaksikan,

To Thy great faithfulness, mercy, and love.
Kepada kasih setiaMu, rahmatMu, dan kasihMu.


BAIT 3
Pardon for sin and a peace that endureth,
Pengampunan dosa dan Damai yang sejahtera,

Thine own dear presence to cheer and to guide;
KehadiranMu sendiri memberi sukacita dan menuntun;

Strength for today, and bright hope for tomorrow
Kekuatan untuk hari ini, dan harapan terang untuk esok

Blessings all mine, with ten thousand beside.
Semua berkatku, dengan 10 ribu di samping. 



RATAPAN 3:22-23
Tak berkesudahan kasih sepia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya,
selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!

Friday, September 22, 2017

Semper Fi






by Alphaomega Pulcherima Rambang

Di episode keluarnya karakter Jethro Gibs dari NCIS, dia mengucapkan kalimat yang membuatku penasaran, karena sebelumnya seniornya yang bernama Michael Franks juga mengucapkan kalimat yang sama sebelum meninggalkan NCIS. Kalimat itu adalah:

SEMPER FI

O iya buat yang gak tahu, NCIS adalah singkatan dari Naval Criminal Investigate Service, sebuah agensi federa yang bertugas menyelidiki kejahatan di kalangan marinir Amerika. Nah, aku mengikuti tayangan serial berjudul NCIS di FOX, hohoho. Jadi, hari ini aku baru saja mendengar kalimat “SEMPER FI”, berhubung penasaran segera deh tanya Om Google, dan di Wikipedia dapat deh pencerahan, see this:

Semper Fidelis is Latin for "Always Faithful" or "Always Loyal." Well known in the United States as the motto of the United States Marine Corps (and often shortened to Semper Fi in Marine contexts), Semper Fidelis has served as a slogan for many families and entities, in many countries, dated no later than the 16th century. Within the groups below, users are listed in chronological order according to when they are believed to have adopted the motto; however, in many cases dates of adoption are not well established.

Jadi, ‘SEMPER FI’ ini adalah motto marinir. Marinir selalu setia, setia sama negaranya, setia sama kawan seperjuangannya. Well, jadi ingat ada juga adegan di sebuah film perang yang aku tonton, dimana para tentara itu berkata tidak akan pernah meninggalkan rekannya, rekannya yang luka sampai digendongnya di tengah peperangan. Ada juga adegan lain, prajurit yang tertangkap musuh tapi saat disiksa pun tetap tidak mau membongkar rahasia pasukannya. Motto itu gak sekedar motto, tapi bener-bener jadi pegangan mereka, mereka bertekad “SELALU SETIA”, setia pada bangsa dan negara, setia pada negaranya.

Bagaimana dengan kita yang mengaku orang Kristen, apakah ‘SEMPER FI’ juga menjadi motto kita? Apakah kita pengikut Kristus yang setia? Setia dalam hal apa? Macam-macam. Melayani Tuhan... Memberikan perpuluhan... Bersaksi... Saat teduh... Bekerja... Menyimpan rahasia... Melakukan pekerjaan... Membaca Alkitab...

Firman Tuhan berkata demikian:
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar. Lukas 16:10

Dalam segala hal, bahkan yang kecil sekalipun, kita dituntut untuk setia. Karena bagaimana kita bisa setia dalam perkara yang besar jika yang kecil aja gak setia. Omong kosong banget kan. Kesetiaan kita teruji dalam perkara kecil. Jika dari hal yang kecil aja kita gak bisa dipercaya, siapa yang berani jamin dalam perkara besar kita dapat dipercaya.


Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya? Amsal 20:6

Monday, September 18, 2017

Traveling with Bestie




by Eunike Santosa

I. Pendahuluan

Pertama-tama, mohon maaf, dikarenakan penulis sedang melewati masa-masa banyak menulis paper, laporan, dan thesis, maka bentuk tulisan ini akan seperti tulisan-tulisan ilmiah tersebut. Hahha... Bear with me! Joke aside, saya rasa saat ini makin banyak orang yang bepergian untuk ‘traveling’ atau bahasa umumnya adalah jalan-jalan. Sepertinya kegiatan ini sudah menjadi gaya hidup masyarakat modern pada umumnya. Jadi, mau cuman jalan-jalan roadtrip dari Jakarta ke Puncak ataupun terbang ke Pyongyang, ibukota Korea Utara... itupun masih termasuk jalan-jalan kan ya? Haha...

Saya sendiri menikmati jalan-jalan bersama bestie (singkatan dari best friend). Walaupun kami sudah mengenal satu sama lain selama 9 (sembilan) tahun, traveling membuka hal-hal baru yang bisa kami pelajari. Lewat traveling, kami mengenal satu sama lain dan diri kami sendiri lebih dalam. Oleh karena itu, traveling bisa menjadi alat untuk mengajarkan (setidaknya untuk saya) kerendahan hati, pengertian, dan empati terhadap sesama.

II. Tips

Jadi, entah kalian sudah sering traveling bersama sahabat kalian ataupun baru akan mulai jalan-jalan bersama, berikut tips-tips yang bisa saya bagikan:

1. Komunikasi yang jelas

Kalian ingin traveling seperti apa? Kalau kamu suka berbolang ria di hutan kampung nan jauh di Mato (hayoo, tau lagu ini ga?) sementara sahabatmu sukanya jalan di Champs Élysées yang adalah jalanan di Paris yang ada LV, Gucci, dan kawan-kawannya bersemayam... then... yahh, gimana ceritanya kalian bisa bersahabat yah? Haha. Poinnya adalah, komunikasikan keinginan kalian, jangan langsung berasumsi karena dia sahabatmu maka seharusnya dia tahu dan mengerti. Sahabatmu itu masih manusia biasa yang tidak punya kemampuan untuk membaca pikiranmu. Jadi alangkah baiknya kalau dikomunikasikan dan dimusyawarahkan dengan baik. Maksudnya biar ga kaget. :P

2. Kompromi

Nah dalam proses musyawarah, pasti akan ada perbedaan pendapat. Ini normal sih, namanya juga manusia. Solusinya pasti akan membutuhkan kompromi dari salah satu pihak. Ga bisa donk namanya kalo misalnya kalian lagi di Bandung siang-siang, satunya mau nongkrong di kafe hipster, satunya mau ke museum. Lah, mau pisah? Bisa sih, tapi kalau ingin bersama-sama, harus akan ada yang mengalah bukan? Bisa saja hari ini kamu yang mengalah ke kafe hipster, esoknya baru deh ke museum, itulah kompromi. Atau... cari museum yang deketan sama café hipster, bisa juga kan jadi solusi.

3. Ampunilah sahabatmu

Ada yang bilang, traveling will get the real you out! Jadi, if you’re like me, pasti akan ada suatu waktu dimana kejelekanmu atau kejelekan dia akan keluar. Akan ada saat dimana kamu akan moody, apalagi kalo kecapekan sudah melanda. Ego akan naik, ketika keinginanmu bersitegang dengan keinginan dia. Nah, dikala saat-saat seperti ini terjadi, dan kamu sudah sering mengalah, tapi mengingat sahabatmu mempunyai “princess syndrome” (dimana bumi dan matahari memutari dia), tetap saja keinginan dia yang harus dituruti. Maka, yah anggaplah latihan kesabaran, latihan penguasaan diri, dan terlebih lagi, latihan mengampuni. Dia manusia berdosa, tidak sempurna tentunya, oleh karena itu, ampunilah dia. Sama seperti Kristus sudah mengampuni bukan? :)

4. Understanding

Satu hal lain yang saya pelajari adalah, sebagai orang yang berbeda, besar di keluarga yang berbeda, tentunya akan mempengaruhi gaya hidup orang. Nah, jadi ga heran akan ada kebiasaan-kebiasaan, budaya-budaya yang berbeda antara kamu dan sahabatmu. Nah, hal-hal ini pasti akan keluar tuh ketika traveling. When it does, janganlah kiranya kamu langsung main hakim sendiri. Cobalah untuk berpikir sejenak, menarik diri ataupun mencoba melihat dari perpektif sahabatmu. Jadikan ini momen dimana kalian bisa saling menghormati satu sama lain lebih lagi sebagai sahabat. :)

5. Foto secukupnya!

Daaaannnnn, kalau traveling, nikmatilah waktu kalian bersama-sama. Foto secukupnya saja! Kasihan si alam dah bagus-bagus eh.. cuman buat difoto-fotoin trus pulang, kan sayang! Breath it in! ;)

Selamat Traveling bareng bestie (besties?)!

Friday, September 15, 2017

Sahabat yang Setia


by Eunike Santosa

Siapa diantara kalian yang mempunyai sahabat? Bagaimana kondisi persahabatan kalian sejauh ini? Sudah berapa lama kalian menjalani persahabatan tersebut?

Saya rasa setiap orang menginginkan sahabat sejati, sahabat yang setia. Sahabat setia bisa didefinisikan sebagai sahabat yang tidak akan pernah meninggalkanmu di saat apapun, senang ataupun sakit. Namun apakah kriteria sebagai sahabat setia hanya itu? Bagaimana pula caranya menjadi sahabat yang setia?

1. Yo Bestie ain’ no God (Sahabatmu bukan Allahmu) 
Saya rasa, pertama-tama, kita harus mengerti bahwa sahabat tetap manusia. Jadi, jangan samakan dia dengan Allah. Artinya? Dia tidak maha hadir dan juga tidak maha tahu. Jangan posisikan dia dengan ekspektasi dia harus selalu mengerti setiap keinginan kita, selalu harus bisa membalas whatsapp atau line setiap saat. Itu hal yang mustahil. Menjadi maha hadir hanya bisa dipenuhi oleh Tuhan kita. Alkitab sendiri berkata jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku sebagai hukum pertama Taurat (Keluaran 20:3). Demikian pula dengan sahabatmu, jangan jadikan dia pengganti Allah, walaupun opsi tersebut sangat menggiurkan. 

2. Taruh TUHAN di tengah-tengah 
Saya sangat senang dengan cerita Daud dan Yonatan, dua sahabat yang setia mengasihi satu sama lain. Persahabatan ini berakhir dengan sedih karena Yonatan mati, namun kita bisa lihat bahwa Daud mengingat sahabatnya dengan membantu putra Yonatan, Mefiboset. 

Ketika saya merenungkan cerita Daud dan Yonatan, muncul pertanyaan: apakah yang membuat persahabatan mereka ini sangat kuat? Saya mendapat pengertian bahwa baik Daud dan Yonatan adalah dua orang yang sangat mencintai Tuhan. Mereka berdua mempunyai iman yang sangat besar pada Allah. Ketika menghadapi Goliat, Daud berkata di 1 Samuel 17:45 "Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam, Allah segala barisan Israel yang kautantang itu.” Sebuah pernyataan iman yang sangat besar dari Daud. Sementara Yonatan di 1 Samuel 14:6 ketika hendak menghadapi orang Filistin berkata "Mari kita menyeberang ke dekat pasukan pengawal orang-orang yang tidak bersunat ini. Mungkin TUHAN akan bertindak untuk kita, sebab bagi TUHAN tidak sukar untuk menolong, baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang.” Apakah kalian bisa melihat persamaan dari kedua sahabat tersebut? Sungguh iman yang sangat besar terhadap Allah. Dan dua sahabat yang mencintai Tuhan ini menaruh TUHAN Allah di tengah-tengah sebagai pengikat. 1 Samuel 23:18a “Kemudian kedua orang itu mengikat perjanjian di hadapan TUHAN.” 

Untuk saya, menjadi seorang sahabat yang sempurna itu tidak mungkin. Tapi dengan menempatkan Allah di tengah-tengah persahabatan saya, ini membuat hubungan saya dan sahabat saya menjadi semakin kuat. Terkadang ketika salah satu dari kami tidak mengerti apa yang sedang dialami/digumulkan oleh yang lainnya, maka, hal terbaik yang bisa kami lakukan adalah berdoa untuk satu sama lain. Menaruh Allah di tengah adalah tali persahabatan yang termanjur. 

3. Tujuh Puluh kali Tujuh kali 
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?"
Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali. -- Matius 18:21-22

Sahabat saya pernah berkata, “Apa gunanya harga diri dalam persahabatan? Kalau mempertahankan harga diri lebih penting, maka persahabatan itu tidak sejati.” Saya setuju sekali. Tentu saja harga diri itu dalam konteks memaafkan. Kasih “tidak menyimpan kesalahan orang lain” (1Kor. 13:5) dan kita harus mau mengampuni satu sama lain “sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” (Ef. 4:32). 

Mengampuni adalah landasan dari hubungan apapun. Kita selalu berasumsi bahwa orang lain melihat kehidupan dari kacamata yang sama dengan kita. Namun, dengan begitu banyaknya persepsi di dunia, keterbatasan kita dalam memahami persepsi orang lain dapat menimbulkan jembatan-jembatan kesalahpahaman, amarah, kebencian, dan keterpisahan emosi. Mengampuni dapat menjembatani jarak-jarak tersebut. Secara psikologis, orang-orang yang sering mengampuni cenderung mempunyai kebiasaan kesehatan yang baik dan penurunan dalam kecenderungan untuk depresi, kegelisahan, dan tingkat amarah. (1)

Seberapa sering harus mengampuni? 70 x 7 x ….. :)

Siapa menutupi pelanggaran, mengejar kasih, tetapi siapa membangkit-bangkit perkara, menceraikan sahabat yang karib. -- Amsal 17:9

4. Strive for the Best 
Hal lain yang saya pelajari dalam persahabatan adalah bagaimana kita saling mendorong untuk menjadi yang terbaik, walaupun itu berarti akan ada konflik di dalamnya. Konflik tidak bisa dihindari, tinggal bagaimana cara menghadapi konflik tersebut. Menurut Amsal 27:17, Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya. Saya rasa demikian pula dengan persahabatan, setiap gesekan yang terjadi adalah kesempatan untuk saling menajamkan satu sama lain. Pada awal masa persahabatan saya, kami sempat bersitegang, kemudian sahabat saya menunjukkan sifat negatif saya (yang pada saat itu adalah sarkastis dan kritis) dan bagaimana lewat sifat ini, saya telah melukai dia. Saya bersyukur atas pertengkaran tersebut, karena itu membantu saya untuk bisa melihat hal yang tadinya tidak saya sadari dan juga menolong saya untuk berubah. Hal ini didukung oleh teks lain di Alkitab yang terdapat di Amsal 27:6, “Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” Walaupun dalam persahabatan pasti akan mengalami saat-saat ‘tidak enak’, namun seorang sahabat sejati akan mempunyai tujuan demi kebaikan yang lainnya. 

Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara. -- Amsal 18:24

5. Sacrifice 
Dalam setiap hubungan harus ada investasi, apa saja yang Alkitab katakan mengenai hal-hal yang diinvestasikan?

- Waktu
Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran. -- Ams 17:17

- Nyawa
Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. -- Yoh 15:13

- Empati
Ketika ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, ... Mereka bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia. -- Ayb 2:11

Jadi, akhir kata, sudahkah kalian menjadi seorang sahabat yang setia? 

Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?
-- Amsal 20:6


(1) https://www.psychologytoday.com/blog/the-addiction-connection/201409/the-psychology-forgiveness

Wednesday, September 13, 2017

Keep Walking In Faith (Part 3)


By Anonymous

Part 1 Keep Walking In Faith

Part 2 Keep Walking In Faith 


So, guys, saat kita menghadapi ketidakpastian akan masa depan kita, mari kita belajar untuk mengambil 2 keputusan penting ini: 

1. Percaya kepada Tuhan, bukan kepada diriku sendiri.
Selalu tempatkan Tuhan sebagai yang terutama! Saat kita berada dalam padang gurun, mudah sekali bagi kita untuk melepaskan diri dari kebiasaan yang baik dan dari pergaulan yang baik. Mudah sekali bagi kita untuk berkata, “Ah lagi gak mood baca Firman. Cuman hari ini aja koq. Besok aku baru baca deh.” “Ah, lagi gak mood ke gereja. Biasanya juga aku rajin koq. Sekali aja gak apa–apa.” Satu kali yang dengan mudahnya bisa berubah menjadi berkali-kali.

Saat kita ditegur saudara seiman, mudah sekali bagi kita berkata, “Ah apa sih urusan situ??!! Ini urusan gw ama Tuhan! Koq situ yang repot?” Lalu, kita menjadi malas bersekutu dengan saudara seiman. Kita menjauhkan diri dari pergaulan yang baik. :(

Teman-teman, saat kita berada dalam situasi sulit, jangan sampai kita melepaskan diri dari hal-hal yang Tuhan berikan untuk menjaga kita supaya tetap berada dalam jalur dan jalan-Nya. Teruslah jalani kebiasaan yang baik: bersekutu bersama keluarga Allah, saat teduh setiap hari, renungkan Firman-Nya. Teruslah percaya kepada Tuhan. Amsal 3:6 katakan, “Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.” Amen! Let’s do that! Mari kita terus mengakui Dia dalam segala laku kita!


2. Think about others, not about yourself. 
Waduh, teman–teman, tau gak? Setiap kali mendengar ada teman yang hamil lagi, rasanya tuh gimanaaaa gitu. Bikin bertanya-tanya kepada Tuhan, “Tuhan, aku kapaaann? Jangan lupa anak-Mu yang satu ini lhooooo!!” Beberapa hari lalu, Tuhan ingatkan akan ayat ini:

Bersukacitalah dengan orang yang bersukacita,
menangislah dengan orang yang menangis!
—Roma 12:15

Ayat ini memberi satu pengertian baru kepadaku. Saat ada orang yang berada dalam situasi yang sama dengan kita, apa yang kita lakukan? Apakah kita sedih untuk mereka, tapi juga senang karena wah, akhirnya kita tidak sendirian! Ada orang yang juga berada dalam situasi yang sama dan bisa jadi teman curhat!

Saat kita mendengar ada teman yang mendapat jawaban atas doa mereka yg mana doanya sama dengan doa kita, apa yang kita lakukan? Apakah kita menggedor-gedor pintu Surga dan bertanya kapan Tuhan akan memberikan jawaban yang sama kepada kita?

Teman-teman, itu bukan bersukacita dengan yg bersukacita dan menangis bersama yang menangis! Justru kebalikannya! Itu artinya kita bersukacita dengan yang menangis dan menangis bersama yang bersukacita!

Ah, aku gak mau jadi seperti itu. Karena itu aku mengambil keputusan untuk think about others, and not about my own problems. Daripada tiap hari galau mikirin kapan Tuhan akan menjawab doa, alangkah baiknya aku menghabiskan waktuku untuk mendoakan orang lain. Daripada tiap hari kerjaannya curhat dan curhat melulu ngomongin tentang masalahku kepada teman-teman, lebih baik aku menghabiskan waktu mendengarkan mereka dan memberkati mereka dengan doa dan kebenaran Firman Tuhan! :)


Well, friends, tau gak? Waktu aku mengambil 2 keputusan ini, yaitu untuk trust in God and not in myself, dan untuk think about others, not about myself, Roh Kudus bergegas menghampiriku dan melengkapi, mendorong, memberikan kekuatan, sehingga hari demi hari aku bisa bangun dan memilih untuk percaya kepada Tuhan, untuk memikirkan orang lain, untuk meditate on God’s ways, and to magnify HIM and not my problems. 

Teman, saat kita mengambil keputusan itu, Roh Kudus langsung memperlengkapi kita untuk menjalankan keputusan kita supaya hari demi hari kita dapat terus melangkah, melangkah, dan melangkah dalam iman. Hingga satu hari tiba, engkau melihat ke bawah, dan tersadar bahwa tidak ada lagi pasir dibawah kakimu! Engkau tidak lagi berada di padang gurun! Engkau berdiri di tanah yang subur, rerumputan hijau dan bunga-bunga indah terhampar sepanjang mata memandang. Engkau sudah berada di tanah perjanjian!! Dan di situ engkau tersadar, engkau berada di tanah perjanjian bukan karena situasimu sudah berubah, tapi karena engkau telah mengambil keputusan untuk berjalan dalam iman dan Roh Kudus telah memampukanmu untuk terus melangkah dalam iman! 

Saat engkau melangkah dalam iman bersama Roh Kudus, ada sesuatu yang berubah dalam hatimu. Engkau bukan lagi seorang egois yang mengasihani diri sendiri, dan hanya memikirkan masalah diri sendiri terus menerus, dan jatuh dalam kubangan yang sama berkali-kali. Saat engkau berjalan bersama Roh Kudus, hatimu yang ketakutan mungkin akan bertanya kepadamu, “Bagaimana jika … terjadi? What then?” “Bagaimana jika aku tidak akan pernah punya anak lagi?” “Bagaimana jika aku tidak akan pernah memiliki pekerjaan yang aku suka?” “Bagaimana jika aku tidak akan menikah?” What then?

Friends, Roh Kudus akan mengajarimu. “If this happens, then GOD!” Jika aku tidak akan pernah punya anak lagi, I still have GOD. Aku masih tidak tau apakah aku akan punya anak lagi, tapi aku tau aku akan selalu punya Kristus! Hanya ingatlah satu hal: saat engkau berada di padang gurun, ambillah keputusan untuk terus berjalan dalam iman! Ambillah keputusan untuk percaya kepada-Nya, to think about others, to magnify HIM, and to meditate on HIS ways. Tuhan tidak akan memaksamu untuk mengambil keputusan karena IA adalah Tuhan yang menghargai free will kita. So, YOU need to make the decision, and when you make the decision, the Holy Spirit rushes and empowers you!

Dear friends, when you find yourself in the desert, the answer is GOD! GOD is my everything, and with my everything I have more than enough! Tanah perjanjianku bukanlah saat aku punya anak lebih dari satu. Tanah perjanjianku adalah tanah di mana aku bisa terus berjalan bersama Roh Kudus dalam iman, bisa terus percaya kepada Tuhan apapun yang terjadi, bisa terus menjadikan dia yang terutama dalam hidupku. It's not WHAT I have, but WHO I have, and the One I have is more than enough! Kristus, Dialah tanah perjanjianku! He is my promised land!


Though he slay me, yet will I hope in him!
—Job 13:15

Monday, September 11, 2017

Keep Walking In Faith (Part 2)


by Anonymous

Part 1 dari postingan ini bisa dibaca di sini. :) 

Dalam hidup kita, saat kita berada di “padang gurun”, biasanya ada 2 skenario, yaitu: 
  • Kita tau apa yang akan terjadi 
  • Kita tidak tau apa yang akan terjadi 
Nah, aku belajar bahwa ada 2 keputusan yang harus aku ambil untuk tiap skenario di atas.

Keputusan pertama yang harus kita ambil saat kita tau apa yang akan terjadi adalah:
1. Meditate on HIS ways, not on the facts. 
Beberapa tahun lalu, saat aku baru selesai dioperasi, aku tau apa yang akan terjadi. Aku tau bahwa aku tidak akan punya anak. Aku tau bahwa mungkin tidak akan ada pria yang mau menikahiku. Dan aku ingat, saat aku berada dalam situasi itu, aku banyak merenungkan Firman Tuhan, bersandar hanya kepada-Nya. Ini gak berarti aku mengabaikan kenyataan yang ada. Sama sekali bukan! Ini berarti bahwa kita dengan aktif memilih hal mana yang akan berada dalam posisi lebih tinggi dibanding hal-hal lain. Apakah kita memilih untuk meletakkan kenyataan bahwa kita belum punya pekerjaan, ditinggal pacar, belum punya anak, dll lebih tinggi dibanding karakter dan kepribadian Kristus? Yesaya 55:9 katakan:

Seperti langit lebih tinggi dari bumi,
demikianlah jalan-jalan-Ku lebih tinggi daripada jalan-jalanmu,
dan pemikiran-pemikiran-Ku daripada pemikiran - pemikiranmu.

Biarlah kita terus menempatkan Kristus sebagai yang terutama. Biarlah kita selalu merenungkan firman-Nya dan bersandar kepada kesetiaan-Nya.

2. Magnify your GOD, not your fear. 
Waktu aku selesai operasi, aku tau aku mungkin tidak akan pernah menikah dan memiliki keluarga sendiri. Apakah aku takut? TENTU! Teman, di saat-saat seperti itu, dimana kita tau apa yang akan terjadi, dimana kita menghadapi ketakutan karena kenyataan-kenyataan yang ada di depan mata, marilah kita memilih untuk magnify our God. Magnify ini artinya kita memakai kaca pembesar dan menempatkan kaca pembesar itu diatas sesuatu yg kita mau fokuskan. Apakah kita memilih untuk menempatkan kaca pembesar itu pada Tuhan atau pada ketakutan kita? Mazmur 34:2-4 katakan:

Karena TUHAN jiwaku bermegah;
biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya dan bersukacita.
Muliakanlah TUHAN bersama-sama dengan aku, 
marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! 
Aku telah mencari TUHAN, 
lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari segala kegentaranku.

Ah, lihatlah janji Tuhan! Ketika kita mencari Tuhan, Ia MENJAWAB DAN MELEPASKAN KITA DARI SEGALA KEGENTARAN KITA! Let’s magnify and extol Him!

Guys, ada saatnya juga dimana kita berjalan di padang gurun, namun kita tidak tau apa yang akan terjadi. Aku saat ini berada dalam situasi ini. Aku tidak tau apa yang akan terjadi. Aku tidak tau kapan dan bagaimana Tuhan akan mengirimkan anak untuk kami. Terus terang, kami bahkan tidak tau apakah Tuhan akan mengirimkan anak lagi kepada kami. You see, saat Tuhan menjanjikan bahwa aku akan menjadi ibu dari anak-anak, Tuhan gak memberikan detail bahwa anak-anak itu adalah anak-anak kami. Mungkin saja apa yang Tuhan maksud adalah kami akan punya satu anak, dan selebihnya adalah anak-anak spiritual. We don’t know! Berminggu-minggu aku bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, apa yang Tuhan maksud saat Tuhan katakan akan membuat aku menjadi ibu dari anak-anak? Anak-anak spiritualkah? Beritahu aku sekarang, Tuhan, please, supaya aku bisa menyiapkan hatiku seandainya memang itu yang Tuhan maksud.” Friends, Tuhan masih gak menjawab pertanyaanku, tapi Roh Kudus telah ajarkan bahwa saat aku berada dalam padang gurun dimana aku tidak tau apa yang akan terjadi, aku bisa membuat 2 keputusan ini.

To be continued. click here for part 3

Friday, September 8, 2017

Keep Walking In Faith (Part 1)


by Anonymous

Sebagai manusia, kita semua mempunyai perjalanan yang berbeda-beda: ada yang sedang berada di tanah perjanjian, ada pula yang sedang berada di padang gurun. Tapi sebagai tubuh Kristus kita semua punya panggilan yang sama, yaitu untuk bertumbuh dalam iman dan untuk memuliakan nama-Nya. Dan saat kita sedang berada dalam padang gurun, kita dipanggil untuk terus berjalan dalam iman! Tapi, ahhh… Kalau sedang berada di padang gurun, susah yach untuk terus berjalan dalam iman. Naaahh, itu sebabnya kita memerlukan Roh Kudus. Tau gak, Roh Kudus itu seperti seorang gentleman. Dia gak pernah memaksa kita untuk melakukan apa yang kita tidak mau. He doesn’t force Himself on us. TAPI, saat kita mengambil keputusan untuk berjalan dalam iman, Roh Kudus bergegas menghampiri kita, berdiri bersama kita, dan memberikan kekuatan bagi kita untuk menjalani keputusan kita itu. Isn’t He good?

Setiap kali membaca tentang bangsa Israel yang berputar-putar di padang gurun, aku selalu bingung. Bangsa ini kenapa yach, dibawa berputar-putar ama Tuhan? Ada yang bilang itu karena Tuhan sedang menyiapkan mereka untuk sesuatu yang luar biasa. Tapi yang aku lihat, mereka itu berputar-putar karena mereka gak pernah belajar. Mereka selalu jatuh dalam dosa yang sama, bergumul dengan hal yang sama selama bertahun-tahun. Kemarin aku disadarkan tentang satu hal, yaitu bahwa bangsa ini gak pernah mengambil keputusan untuk berjalan dalam iman. Mereka bertobat hanya saat dihukum Tuhan, tapi mereka gak pernah betul-betul mengambil keputusan untuk berjalan terus di dalam iman, untuk terus percaya akan kedaulatan Tuhan. Bukankah ketidakpercayaan mereka yang akhirnya membuat Tuhan untuk membawa mereka berputar-putar di padang gurun, padahal tanah perjanjian sudah di depan mata? Mereka tidak percaya bahwa Tuhan bisa dan mau membawa mereka kepada kemenangan melawan orang-orang kuat di tanah Kanaan, dan karenanya mereka pun terpaksa harus menghabiskan 40 tahun berputar di padang gurun. -.-

Beberapa tahun lalu, sebelum aku menikah, Tuhan pernah berjanji padaku. Ia memberikan ayat Mazmur 113:9,

“Ia mendudukkan perempuan yang mandul di rumah sebagai ibu anak-anak, penuh sukacita. Haleluya!”

Dulu aku berpikir bahwa ini janji yang luar biasa indah. Aku berpikir bahwa satu hari nanti aku akan bertemu pangeranku, dan kami akan menikah. Kami akan memiliki anak-anak mujizat dari Tuhan kapan saja kami minta.

Ternyata di balik janji itu ada pergumulan dan keputusan yang harus kami ambil bersama. Setelah menikah, kami tidak langsung punya anak. Kami menunggu 2 tahun untuk hadirnya si pipi tembem yang bawel dalam hidup kami. Tahun dia lahir adalah tahun di mana teman-teman baikku juga banyak yang sedang hamil atau baru melahirkan anak pertama mereka.

Sekarang, dia sudah berumur 4 tahun. Dia sudah punya banyak teman, dan teman - temannya kebanyakan punya kakak atau adik. Jadi sekarang dia sudah mulai mengerti bahwa dia koq beda. Kenapa dia sendirian dan gak punya saudara di rumah? Jadi dia cukup sering bertanya, “Where’s my baby, mama?” To be honest, kami pun sudah berdoa at least 2 tahun untuk memiliki anak kedua, tapi sampai sekarang anak itu belum tiba juga. Nah, tahun-tahun ini adalah tahunnya ‘baby boom’. Teman-temanku, yang anak-anak pertamanya seumur dengan anakku, banyak sekali yang sedang hamil atau baru melahirkan anak kedua bahkan anak ketiga atau keempat. Aku senang untuk mereka tentunya, tapi juga sedih untuk diriku sendiri.

Beberapa bulan belakangan ini, aku banyak bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, Tuhan kan udah janji bahwa aku akan punya anak-anak. Lebih dari satu lho, Tuhan. Where are they? Koq belon nongol juga?” Tuhan diam. Tuhan gak comment apa-apa. Aku merasa sedang berdiri sendirian dan bertanya-tanya apa yang akan terjadi. Aku merasa aku sedang berada di padang gurun, dan aku ingin keluar dari padang gurun ini! “Tuhan, berikan anak kedua itu kepadaku supaya aku tidak perlu lama-lama berada di padang gurun ini!” Di saat itulah Roh Kudus berbisik, “Seberapa lama kamu berada di padang gurun ini, itu adalah keputusanmu sendiri.” Errrhhh?? “Maksudnya apa ya, Tuhan?” “Keep walking in faith, sweetheart.”

Ah… Roh Kudus ini bikin bingung. Apa pula maksudnya teruslah berjalan dalam iman. Lah ini aku udah berjalan dalam iman koq, Tuhan! Aku udah percaya dan beriman koq, Tuhan akan kasi anak-anak untukku, tapi kan aku gak bisa menciptakan anak itu dari debu tanah, jadi Tuhan yang harus lakukan itu. Aku udah beriman, sekarang giliran Tuhan untuk menggenapi janji-Nya!

Keras tengkuk banget gak sih??? -.-’ Puji Tuhan, Dia gak diam saja. Melalui seorang wanita yang mengasihi-Nya, aku diajar oleh-Nya bahwa ada keputusan-keputusan yang harus aku ambil jika aku mau terus berjalan dalam iman.

To be continued. click here for part 2

Wednesday, September 6, 2017

WAR ROOM: A Movie about a Woman's Faithfulness




by Tabita Davinia Utomo

Siapa yang udah pernah nonton War Room? Ehehehe. :p

FYI, aku pertama kali nonton film ini di persekutuan Pemuda di gereja. Wahahahaa... Padahal setting-nya dalam kehidupan berkeluarga—sedangkan kehidupan kami masih berputar tentang studi dan pekerjaan, belum ketambahan soal pernikahan dan keluarga wkwk. But still... dari skala 1—10, aku bisa kasih nilai 10 atas inspirasi yang dikasih film ini :) 

Film yang bertemakan tentang keluarga ini mengisahkan tentang seorang wanita yang bergumul tentang suaminya yang sibuk dalam pekerjaannya. Bahkan pria itu sampai nggak punya waktu untuk keluarganya. Ditambah lagi dengan masa-masa yang penuh konflik, menyebabkan wanita ini putus asa terhadap pernikahannya. Sampai suatu saat, wanita itu bertemu dengan seorang wanita lain yang akan menjadi mentornya dalam kehidupan rohani (atau semacam itu...) :) Puncaknya saat mentornya itu menunjukkan her war room ke wanita tadi. War room-nya berupa tempat di mana dia bisa berdoa bagi keluarganya dan orang-orang di sekitarnya. Sejak saat itu, sang tokoh utama mulai berjuang untuk pernikahannya :) Ada banyak hal yang terjadi, tapi si wanita tetap nggak menyerah. Dia justru lebih dapat menguasai perasaannya saat pernikahannya (nyaris) di ambang kehancuran. And you know... God always makes everything beautiful in His time :) 

Kesetiaan sang istri inilah yang perlu kita teladani. Walaupun ada godaan maupun tantangan untuk berhenti dari pergumulan yang kita hadapi, tapi kita nggak boleh menyerah. Doa nggak boleh jadi solusi terakhir atas pergumulan yang kita hadapi. Justru doa seharusnya jadi solusi pertama dan yang harus kita utamakan, agar kita tahu apa yang Tuhan mau untuk kita lakukan dalam menghadapi pergumulan itu :) Dan kita juga harus punya hati yang mau dibentuk Tuhan, sekalipun itu nggak mudah. 

Tetap setia, ladies. Iman kita nggak boleh kendor hehe. This is a recommended movie. Believe me :) Be blessed! 

NB: Salah satu aplikasi perenungan dari film ini adalah dengan memiliki pokok doa yang kita doakan secara rutin, termasuk bagi keluarga kita :) Anyway, ada satu contoh inspiratif yang ingin kulakukan (kalo calon ph mengizinkan haha :p) terkait film ini. Yaituuuuuu having my own “war room”! Wahahahaha XD Contohnya bisa dilihat di siniThanks, Ci Cella, for the inspiration! :D

Monday, September 4, 2017

Find Us Faithful



by Tabita Davinia Utomo

Hello, ladies! :)

Selain lagu Setia-Mu, Tuhanku (Great is Thy Faithfulness) (baca di sini) ada satu lagu lagi yang mengingatkanku tentang kesetiaan, sesuai dengan tema Pearl bulan ini. Judulnya Find Us Faithful, sebuah lagu dari Steve Green tentang keteladanan seorang murid Kristus yang harus kita berikan kepada orang-orang di sekitar kita, agar mereka menyadari bahwa hidup ini singkat dan kita harus mengisinya dengan menjalani hidup seperti yang Tuhan mau.

Aku pertama kali denger lagu ini waktu salah satu hamba Tuhan di gerejaku “pindah ladang pelayanan” di tahun 2012. Banyak suka-duka yang terjadi setelah beliau pergi, tapi bersyukur karena saat ini masih ada orang-orang yang rindu untuk melanjutkan apa yang telah beliau teladankan kepada kami—yaitu semangat pemuridan (discipleship) dan hati bagi generasi muda. Kadang-kadang kalo ketemu sama beliau, beliau malah bilang, “Wah, rasanya selalu pulang ke rumah tiap kali kotbah di sini (baca: di gereja kami) hahaha...” :p Yap, sekalipun beliau berpindah tempat, namun bukan berarti pekerjaan Tuhan yang telah dilakukannya di komunitas kami pun berhenti. Justru kami sebagai orang-orang yang pernah merasakan pelayanannya harus melanjutkan apa yang telah ditinggalkannya, termasuk dalam hal kesetiaan pada Tuhan. :)

Biarlah lagu ini menjadi semangat bagi kita untuk menjadi teladan bagi orang-orang di sekitar kita, dan agar kita terus berjuang untuk setia menjadi serupa dengan Kristus :) Be blessed!


Find Us Faithful

(Verse 1)
We're pilgrims on the journey
Of the narrow road
And those who've gone before us line the way
Cheering on the faithful, encouraging the weary
Their lives a stirring testament to God's sustaining grace
Surrounded by so great a cloud of witnesses
Let us run the race not only for the prize
But as those who've gone before us
Let us leave to those behind us
The heritage of faithfulness passed on through godly lives

(Chorus)
Oh may all who come behind us find us faithful
May the fire of our devotion light their way
May the footprints that we leave
Lead them to believe
And the lives we live inspire them to obey
Oh may all who come behind us find us faithful

(Verse 2)
After all our hopes and dreams have come and gone
And our children sift through all we've left behind
May the clues that they discover and the memories they uncover
Become the light that leads them to the road we each must find

(Chorus)
Oh may all who come behind us find us faithful
May the fire of our devotion light their way
May the footprints that we leave
Lead them to believe
And the lives we live inspire them to obey
To obey! Oh may all who come behind us find us faithful!
May the fire of our devotion light their way
May the footprints that we leave
Lead them to believe
And the lives we live inspire them to obey
Oh may all who come behind us find us faithful
F A I T H F U L... !

Lyrics from: http://www.lyricsmode.com/lyrics/s/steve_green/find_us_faithful.html

Friday, September 1, 2017

Tetap Setia, Karena Dia Setia


by Tabita Davinia Utomo

Bicara soal kesetiaan, yang pertama kali terlintas di pikiranku adalah lagu ini:

Bait 1
Setia-Mu, Tuhanku, tiada bertara
Di kala suka, di saat gelap
Kasih-Mu, Allahku, tidak berubah
Kaulah pelindung abadi tetap.

Reff
Setia-Mu, Tuhanku, mengharu hatiku
Setiap pagi bertambah jelas
Yang kuperlukan tetap Kau berikan
Sehingga aku pun puas lelas.

Bait 2
Musim yang panas, penghujan, tuaian
Surya, rembulan, di langit cerah
Bersama alam memuji, bersaksi
Akan setia-Mu yang tak bersela

Wah, kesetiaan Tuhan itu memang nggak ada batasnya, ya. :) Dari dulu, sekarang, dan sampai selama-lamanya, kesetiaan-Nya akan selalu tetap (Ibrani 13:8). Sama seperti yang dikatakan Daud, “Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun” (Mazmur 100:5).

Seperti yang kita tahu, Daud adalah salah satu tokoh iman yang melihat dengan jelas bagaimana penyertaan Tuhan atas hidupnya. Dari yang awalnya cuma seorang gembala dua-tiga kambing domba (nggak ratusan, tapi bahkan lima ekor pun nggak sampe! >.<), terus jadi raja Israel... Belum lagi saat dia dikejar-kejar banyak orang yang mau membunuhnya (mulai dari zamannya Saul, sampai Absalom, dan belum termasuk pihak-pihak yang memang punya dendam sama Daud). Ckckck... Ternyata kehidupan Daud dipenuhi dengan drama, ya (kalo nggak mau disebut sebagai tragedi). -.-“ Tapi apakah karena segala peristiwa dan pergumulan yang dia alami itu, Daud menjadi putus asa dan enggan berharap kepada Tuhan lagi?

Nggak. :) Yang terjadi justru sebaliknya: Daud tetap setia kepada Tuhan, sekalipun ada banyak pergumulan yang menghimpitnya. Buktinya bisa kita baca dalam kitab dengan jumlah pasal terbanyak di Alkitab (a. k. a. Mazmur). FYI, yang menuliskan kitab ini nggak cuma Daud. Tapi kita bisa melihat bagaimana Daud “mengeluh”, namun dia segera mengarahkan pandangannya kepada Sang Penyelamat hidupnya. Contohnya:
Sebab orang-orang yang angkuh bangkit menyerang aku,
orang-orang yang sombong ingin mencabut nyawaku;
mereka tidak mempedulikan Allah. (S e l a)
Sesungguhnya, Allah adalah penolongku;
Tuhanlah yang menopang aku.
(Mazmur 54:5-6, TB)
Ketika menghadapi pergumulan, Daud nggak mengasihani dirinya sendiri terus-menerus. Pandangannya terus tertuju kepada Tuhan yang menjadi tempat perlindungannya. Begitu pula sebaliknya; ketika sedang bergembira, dia juga nggak melupakan Tuhan yang telah memberinya berkat dan senantiasa menyertainya. Kedekatan Daud pada Tuhan inilah yang mungkin membuatnya menjadi salah satu dari sekian orang yang masuk dalam silsilah Yesus Kristus. :) Wow, God paid David’s faithfulness amazingly!

Sekalipun Daud pernah melakukan dosa (baca: saat dia mengambil Batsyeba dan membunuh Uria—yang adalah suami perempuan itu; dan saat dia mengadakan sensus kerajaan untuk mengetahui seberapa kuat kerajaannya—yang mengindikasikan keraguannya pada Tuhan), tapi Daud segera meminta ampun kepada Tuannya (alias Tuhan). Kalo seandainya dia nggak punya hubungan yang sedemikian dekat dengan Tuhan, aku rasa nggak mungkin dia bakal sepeka itu buat ngelakuinnya. Hehe. Waktu doa-doanya dikabulkan pun Daud selalu ingat Siapa yang memberikan jawaban doanya itu: Tuhan.

Ladies, tetaplah setia kepada Tuhan dalam kondisi apapun. Ini bukanlah kalimat klise. No. Kesetiaan kita kepada Tuhan adalah sesuatu yang memang harus kita lakukan, sebagai wujud syukur kita atas kesetiaan-Nya pada kita. :) So, tetaplah setia kepada-Nya, karena Dia telah terlebih dahulu setia kepada kita.